I. Pendahuluan
Dalam
pendidikan Islam, tujuan merupakan sasaran ideal yang hendak dicapai. Dengan
demikian kurikulum telah di rancang, di susun dan di proses dengan maksimal,
hal ini pendidikan Islam mempunyai tugas yang berat. Di antara tugas itu adalah
mengembangkan potensi fitrah manusia (anak).
Untuk
mengetaui kapasitas, kwalitas, anak didik perlu diadakan evaluasi. Dalam
evaluasi perlu adanya teknik, dan sasaran untuk menuju keberhasilan dalam
proses belajar mengajar.
Evaluasi
yang baik haruslah didasarkan atas tujuan pengajaran yang ditetapkan oleh suro
dan kemudian benar-benar diusahakan oleh guru untuk siswa. Betapapun baiknya,
evaluasi apabila tidak didasarkan atas tujuan pengajaran yang diberikan, tidak
akan tercapai sasarannya.
Problematika
pendidikan Islam hari ini, adalah banyaknya kritik atau keluhan yang sering di lontarkan
masyarakat dan pihak orag tua murid selama ini, pendidikan agama di sekolah
umum dan perguruan tinggi, belum mampu mengantar peserta didik untuk dapat
memahami dan mengamalkan ajaran agamanya dengan baik dan benar. Sebagai contoh
yang sering dikemukakan, anak-anak beragama islam, yang sejak disekolah dasar
telah memperoleh pedidikan agama setelah tamat ditingkat menengah banyak
diantaranya yang belum mampu membaca kitab suci Al Qur’an dengan baik dan
benar, apalagi menulis dan menerjemahkan isinya.
Demikian pula kemampuan dalam praktek ibadah tidak seperti yang diharapkan. Selain kelemahan dalam peguasaan materi (aspek kognitif ) juga dalam hal pembentukan prilaku (aspek afektif) dampak nilai-nilai luhur agama dari proses pendidikan agama di sekolah-sekolah oleh sebagian masyarakat dinilai kurang nampak dalam pribadi anak dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan Islam ialah usaha dalam pengubahan sikap dan tingkah laku individu dengan menanamkan ajaran-ajaran agama Islam dalam proses pertumbuhannya menuju terbentuknya kepribadian yang berakhlak mulia, Dimana akhlak yang mulia adalah merupakan hasil pelaksanaan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari sebagaimana yang sudah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Oleh sebab itu individu yang memiliki akhlak mulia menjadi sangat penting keberadaannya sebagai cerminan dari terlaksananya pendidikan Islam.[1]
Demikian pula kemampuan dalam praktek ibadah tidak seperti yang diharapkan. Selain kelemahan dalam peguasaan materi (aspek kognitif ) juga dalam hal pembentukan prilaku (aspek afektif) dampak nilai-nilai luhur agama dari proses pendidikan agama di sekolah-sekolah oleh sebagian masyarakat dinilai kurang nampak dalam pribadi anak dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan Islam ialah usaha dalam pengubahan sikap dan tingkah laku individu dengan menanamkan ajaran-ajaran agama Islam dalam proses pertumbuhannya menuju terbentuknya kepribadian yang berakhlak mulia, Dimana akhlak yang mulia adalah merupakan hasil pelaksanaan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari sebagaimana yang sudah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Oleh sebab itu individu yang memiliki akhlak mulia menjadi sangat penting keberadaannya sebagai cerminan dari terlaksananya pendidikan Islam.[1]
Adapun pendidikan Islam mempunyai
tujuan untuk membentuk manusia muslim yang berakhlak mulia, cakap dan percaya
pada diri sendiri dan berguna bagi
masyarakat.[2]
Kelemahan dan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pendidikan agama di sekolah-sekolah umum. Dari kalangan guru, keluhan yang sering dikemukakan adalah alokasi waktu yang kurang memadai dan isi kurikulum yang terlalu syarat. Di samping itu, sarana dan lingkungan sekolah sering tidak menunjang pelaksanaan pendidikan agama. Juga dari pihak orang tua kurang memperlihatkan kerjasama. Kelemahan lain, pada umumnya guru-guru agama kurang mampu atau tidak dengan sungguh-sungguh untuk mengembangkan metodologi yang tepat untuk mata pelajaran pendidikanagama.
Dalam proses evaluasi pendidikan memiliki kedudukan penting dalam pencapaian hasil yang digunakan sebagai input untuk perbaikan kegiatan pendidikan. Untuk mengetahui lebih jelas tentang evaluasi pendidikan, akan dipaparkan tentang pentingnya evaluasi yang berhubungan dengan ayat-ayat pendidikan.
Kelemahan dan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pendidikan agama di sekolah-sekolah umum. Dari kalangan guru, keluhan yang sering dikemukakan adalah alokasi waktu yang kurang memadai dan isi kurikulum yang terlalu syarat. Di samping itu, sarana dan lingkungan sekolah sering tidak menunjang pelaksanaan pendidikan agama. Juga dari pihak orang tua kurang memperlihatkan kerjasama. Kelemahan lain, pada umumnya guru-guru agama kurang mampu atau tidak dengan sungguh-sungguh untuk mengembangkan metodologi yang tepat untuk mata pelajaran pendidikanagama.
Dalam proses evaluasi pendidikan memiliki kedudukan penting dalam pencapaian hasil yang digunakan sebagai input untuk perbaikan kegiatan pendidikan. Untuk mengetahui lebih jelas tentang evaluasi pendidikan, akan dipaparkan tentang pentingnya evaluasi yang berhubungan dengan ayat-ayat pendidikan.
II. Pembahasan
A. Pengertian
Evaluasi Pendidikan Islam
Istilah evaluasi
berasal dari bahasa Inggris evaluation yang berarti tindakan atau
proses untuk menemukan nilai sesuatu atau dapat diartikan sebagai tindakan atau
proses untuk menentukan nilai segala sesuatu yang ada hubungannya dengan. Dalam
bahasa Arab evaluasi dikenal dengan istilah “imtihan” yang berarti
ujian. Dan dikenal dengan istilah khataman sebagai cara menilai hasil
akhir dari proses pendidikan.
Menurut Soegarda
Poerbawakatja dalam “Ensiklopedi Pendidikan” menguraikan pengertian
pendidikan yang lebih luas, sebagai “semua perbuatan dan usaha dari generasi
tua untuk mengalihkan pengetahuan, pengalaman, kecakapan serta ketrampilannya
(orang menamakan ini juga “mengalihkan” kebudayaan) kepada generasi muda,
sebagai usaha menyiapkan agar dapat memenuhi fungsi hidupnya baik jasmaniah
maupun rohaniah”. Dapat pula dikatakan bahwa pendidikan adalah usaha secara
sengaja dari orang dewasa untuk meningkatkan pengaruh kedewasaan si anak yang
selalu diartikan mampu memikul tanggung jawab moril dari segala perbuatan.
Jika kata evaluasi dihubungkan dengan kata
pendidikan, maka dapat diartikan sebagai proses membandingkan situasi yang ada
dengan kriteria tertentu terhadap masalah-masalah yang berkaitan dengan
pendidikan, untuk itu evaluasi pendidikan sebenarnya tidak hanya menilai
tentang hasil belajar siswa tersebut, seperti evaluasi terhadap guru,
kurikulum, metode, sarana prasarana, lingkungan dan sebagainya.
Selain istilah
evaluasi, terdapat pula istilah lain yang hampir berdekatan, yaitu pengukuran
dan penilaian. Sementara orang lebih cenderung mengartikan ketiga kata tersebut
sebagai suatu pengertian yang sama, sehingga dalam memaknainya tergantung dari
kata mana yang siap diucapkan.
B.
Kedudukan Evaluasi Pendidikan Islam
Ajaran Islam
menaruh perhatian yang besar terhadap evaluasi pendidikan. Oleh karena itu,
jika evaluasi dihubungkan dengan kegiatan pendidikan memiliki kedudukan yang
amat strategis, maka hasilnya dapat digunakan sebagai input untuk melakukan
perbaikan kegiatan dalam bidang pendidikan.
Dalam berbagai
firman Allah SWT memberitahukan kepada kita, bahwa pekerjaan evaluasi terhadap
manusia didik adalah merupakan suatu tugas penting dalam rangkaian proses
pendidikan yang telah dilaksanakan oleh pendidikan. Hal ini, misalnya dapat
dipahami dari ayat yang berbunyi sebagai berikut:
وَعَلَّمَ
آدَمَ الأَسْمَاء كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلاَ ئِكَةِ فَقَالَ
أَنبِئُونِي بِأَسْمَاء هَـؤُلاء إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ {31} قَالُواْ
سُبْحَانَكَ لاَ عِلْمَ لَنَا إِلاَّ مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنتَ الْعَلِيمُ
الْحَكِيمُ {32}
“Dan Dia
mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian
mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah
kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang
benar!" Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau,
tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada
kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”
(al-Baqarah : 31-32)
Dia,
yakni Allah mengajarkan Adam nama-nama seluruhnya, yakni memberinya benda-benda
dan mengajarkan fungsi benda-benda.
Setelah
pengajaran Allah dicerna oleh Adam as sebagaimana dipahami dari kata kemudian,
Allah memaparkan benda-benda itu kepada malaikat lalu berfirman “Sebutkanlah
kepada-Ku nama benda-benda itu, jika kamu orang-orang yang
benar dalam dugaan kau bahwa kalian lebih wajar menjadi khalifah”.
قَالَ يَا
آدَمُ أَنبِئْهُم بِأَسْمَآئِهِمْ فَلَمَّا أَنبَأَهُمْ بِأَسْمَآئِهِمْ قَالَ
أَلَمْ أَقُل لَّكُمْ إِنِّي أَعْلَمُ غَيْبَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَأَعْلَمُ
مَا تُبْدُونَ وَمَا كُنتُمْ تَكْتُمُونَ {33}
Allah
berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda
ini." Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu,
Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya
Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan
dan apa yang kamu sembunyikan?" (al-Baqarah : 33)
Untuk
membuktikan kemampuan khalifah kepada malaikat, Allah berfirman : "Hai Adam! beritahukanlah kepada mereka nama-namanya yakni benda
itu". Perhatikanlah! Adam diperintahkan untuk “memberitahukan” yakni
menyampaikan kepada malaikat, bukan “mengajar” mereka, pengajaran mengharuskan
agar bahan pengajarannya dimengerti oleh yang diajarnya sehingga perlu
mengulang-ulangi pelajaran hingga benar-benar dimengerti, berbeda dengan
penyampaian atau berita yang tidak mengharuskan pengulangan dan berita harus di
mengerti.
Dari ayat
tersebut ada empat hal yang dapat diketahui. Pertama, Allah SWT dalam ayat
tersebut bertindak sebagai guru memberikan pengajaran kepada Nabi Adam as;
kedua, para malaikat tidak memperoleh pengajaran sebagaimana yang telah
diterima Nabi Adam. Ketiga, Allah SWT memerintah kepada Nabi Adam agar
mendemonstrasikan ajaran yang diterima dihadapan para malaikat. Keempat, materi
evaluasi atau yang diujikan haruslah yang pernah diajarkan.
Selain Allah bertindak
memberikan pengajaran kepada makhluk-Nya atau hamba-Nya dan dapat pula
memberikan pengawasan dengan melalui perantara malaikat sebagai pencatat amal
perbuatan manusia sebagaimana yang terdapat pada ayat berikut ini:
مَا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلاَّ
لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ {18}
“Tiada suatu
ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas Raqib
dan ‘Atid” (QS. Qaaf : 18)
Tiada
keluar satu katapun dari mulut manusia kecuali padanya ada seorang malaikat
yang menyaksikan, meneliti perbuatan, mencatat apa saja yang memuat pahala atau
hukuman bagi manusia. Hikmah dari hal ini ialah bahwa Allah Ta’ala tidaklah
menciptakan manusia untuk di azab melainkan untuk dididik dan dibimbing. Maka,
setiap penderitaan yang dialami oleh manusia adalah untuk meningkatkan jiwanya.
C.
Tujuan dan Fungsi Evaluasi Pendidikan
Tujuan evaluasi dalam bidang
pendidikan dibagi menjadi 2 macam, yaitu :
1. Tujuan umum
a. Untuk
menghimpun bahan-bahan keterangan yang akan dijadikan sebagai bukti mengenai
taraf perkembangan atau kemajuan yang dialami oleh para peserta didik, setelah
mereka mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu
b. Untuk
mengetahui tingkat efektifitas dari metode-metode pengajaran yang telah dipergunakan
proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.
2.Tujuan khusus
a. Untuk
merangsang kegiatan peserta didik dalam menempuh program pendidikan
b. Untuk mencari
dan menemukan faktor-faktor penyebab keberhasilan dan ketidakberhasilan dalam
mengikuti program pendidikan, sehingga dapat dicari dan ditemukan jalan keluar
atau cara-cara perbaikannya.
Dengan demikian
dapat disimpilikan, bahwa tujuan evaluasi adalah mengetahui kadar pemahaman anak didik untuk
mengingat kembali materi yang telah diberikan. Selain itu, program evaluasi
siapa diantara anak didik yang cerdas dan yang lemah, sehingga yang lemah
diberi perhatian khusus agar is dapat mengejar kekurangannya. Sasaran evaluasi
tidak hanya bertujuan pada anak didik saja tetapi, juda bertujuan mengevaluasi
pendidik, yaitu sejauh mana ia bersungguh –sungguh dalam menjalankan tugasnya
untuk mencapai tujuan pendidikan Islam.[3] Sebagaimana yang terdapat pada ajaran Islam,
tujuan evaluasi dapat dipahami berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an antara lain
disebutkan sebagai berikut :
1. Untuk menguji
daya kemampuan manusia beriman terhadap berbagai macam problem kehidupan yang
dialaminya. Sebagaimana terdapat pada QS. Al-Baqarah : 155
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ
بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوفْ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الأَمَوَالِ وَالأنفُسِ
وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ {155}
“Dan sungguh akan
Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan
harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang
yang sabar” (QS. Al-Baqarah : 155)
Maksudnya
: iman tidak menjamin untuk mendapatkan rizki yang banyak, kekuasaan dan tidak
ada rasa takut tetapi berjalan sesuai ketentuan sunatullah yang berlaku untuk
makhluknya. Seseorang yang mempunyai kesempurnaan iman dan dirinya mempunyai
pengalaman digembleng dalam penderitaan maka adanya musibah justru akan
membersihkan jiwanya.<!--[if
!supportFootnotes]-->[12]<!--[endif]-->
2. Untuk
mengetahui sampai dimana atau sejauhmana hasil pendidikan wahyu yang telah
ditetapkan Rasulullah SAW terhadap umatnya.
إِذْ قَالَ
مُوسَى ِلأَهْلِهِ إِنِّي آنَسْتُ نَاراً سَآتِيكُم مِّنْهَا بِخَبَرٍ أَوْ
آتِيكُم بِشِهَابٍ قَبَسٍ لَّعَلَّكُمْ تَصْطَلُونَ {7}
(Ingatlah) ketika
Musa berkata kepada keluarganya: "Sesungguhnya aku melihat api. Aku kelak
akan membawa kepadamu khabar daripadanya, atau aku membawa kepadamu suluh api
supaya kamu dapat berdiang." (QS. An-Naml : 7)
Maksudnya
: seseorang akan merasa gembira dengan melihat api dari kejauhan ketika
tersesat di malam gelap gulita, karena berharap dengan api itu dia tidak akan
kebingungan, merasa aman di jalan dan dapat memanfaatkannya untuk berdiang,
karena itulah Musa kembali dari tempat api yang membawa berita penting dan
cahaya yang mulia.
3. Untuk
menentukan klasifikasi atau tingkat-tingkat hidup keislaman atau keimanan
manusia sehingga diketahui manusia yang paling mulia disisi Allah.
فَلَمَّا
أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ {103} وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ
{104} قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ {105}
إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلاَءِ الْمُبِينُ {106} وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ
{107}
“Tatkala keduanya
telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya),
(nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim,
sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami
memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini
benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor
sembelihan yang besar”. (QS. Ash-Shaffat : 103-107)
Maksudnya
: kerelaan Nabi Ibrahim dengan menyembelih anaknya demi keputusan Allah dengan
tunduk dan patuh yang nyata keikhlasannya maka Allah pasti akan memberi balasan
bagi setiap orang yang berbuat baik sesuai yang patut dia terima dan setimpal
dengan yang dia peroleh.
Allah menguji perbuatan
manusia dengan kata imtahana seperti dapat dipahami pada ayat berikut :
(60:10)
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا جَاءكُمُ الْمُؤْمِنَاتُ مُهَاجِرَاتٍ
فَامْتَحِنُوهُنَّ اللهُ أَعْلَمُ بِإِيمَانِهِنَّ فَإِنْ عَلِمْتُمُوهُنَّ
مُؤْمِنَاتٍ فَلاَ تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ لاَ هُنَّ حِلٌّ لَّهُمْ
وَلاَ هُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ وَآتُوهُم مَّا أَنفَقُوا وَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ
أَن تَنكِحُوهُنَّ إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ وَلاَ تُمْسِكُوا بِعِصَمِ
الْكَوَافِرِ وَاسْأَلُوا مَا أَنفَقْتُمْ وَلْيَسْأَلُوا مَا أَنفَقُوا ذَلِكُمْ
حُكْمُ اللهِ يَحْكُمُ بَيْنَكُمْ وَاللهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ {10}
Maksud dari ayat di atas
adalah :
Dalam ayat-ayat ini Allah
menerangkan golongan orang kafir yang ketiga, yaitu menyerahkan diri sesudah
pada mulanya menolak keras, itulah yang dimaksud oleh ayat tersebut. Orang
kafir ada tiga; 1) yang tetap kafir; 2) yang dapat diharapkan akan insaf; 3)
yang benar-benar insaf. Tuhan menjelaskan lafal baiat yang diberikan oleh
perempuan-perempuan yang beriman dan mengulangi kembali larangan tentang orang
yang murkai Allah sebagai teman setia.<!--[if
!supportFootnotes]-->[15]<!--[endif]-->
Fungsi
evaluasi
1. Penilaian
berfungsi selektif
Dengan cara mengadakan
penilaian guru mempunyai cara untuk mengadakan seleksi atau penilaian terhadap
siswanya.
2. Penilaian
berfungsi diagnostik
Dengan mengadakan penilaian,
sebenarnya guru mengadakan diagnostik kepada siswa tentang kebaikan dan
kelemahannya, dengan diketahui sebab-sebab kelemahan ini, akan mudah di cari
cara untuk mengatasinya.
3. Penilaian
berfungsi sebagai penempatan.
D.
Prinsip-prinsip Evaluasi Pendidikan dalam al-Qur’an
Evaluasi dapat
terlaksana dengan baik apabila pelaksanaannya senantiasa berpegang pada tiga
prinsip berikut ini.
1. Prinsip
keseluruhan (al kamal : الكمال / al tamam : التمم)
Penilaian harus mengumpulkan
data mengenai seluruh aspek kepribadian. Meliputi aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik
a. Aspek
kognitif. Cara berfikir seseorang dalam setiap perbuatan
إِنَّمَا
الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا
تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَاناً وَعَلَى رَبِّهِمْ
يَتَوَكَّلُونَ {2}
“Sesungguhnya
orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah
hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka
(karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal”.
b.
Aspek afektif. Cara bersikap seseorang dalam perbuatan
إِلاَّ
الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا
بِالصَّبْرِ {3}
“kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati
supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”
(QS. Al-‘Ashr : 3).
c.
Aspek psikomotorik
كَبُرَ
مَقْتاً عِندَ اللهِ أَن تَقُولُوا مَا لاَ تَفْعَلُونَ {3}
“Amat besar
kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan”
2. Prinsip kesinambungan (istimrar : استمرار)
Penilaian diusahakan secara
kesinambungan / kontinuitas atau terus menerus.
قُلْ
يَا قَوْمِ اعْمَلُواْ عَلَى مَكَانَتِكُمْ إِنِّي عَامِلٌ فَسَوْفَ تَعْلَمُونَ
مَن تَكُونُ لَهُ عَاقِبَةُ الدِّارِ إِنَّهُ لاَ يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ {135}
Katakanlah: "Hai
kaumku, berbuatlah sepenuh kemampuanmu, sesungguhnya akupun berbuat (pula).
Kelak kamu akan mengetahui, siapakah (di antara kita) yang akan memperoleh
hasil yang baik di dunia ini. Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu tidak
akan mendapatkan keberuntungan. (QS. Al-An’am : 135)
3. Prinsip obyektivitas (maudluiyyah : موضوعية)
Penilaian diusahakan
subjektivitas atau jujur, mengatakan sesuatu sesuai dengan apa adanya.
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللهَ وَكُونُواْ مَعَ الصَّادِقِينَ {119}
“Hai orang-orang
yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang
yang benar”. (QS. At-Taubah:119)
E.
Prosedur / Teknik Evaluasi Pendidikan
Teknik evaluasi
dalam pendidikan dapat dibagi beberapa langkah diantaranya :
1. Perencanaan
Dapat dilakukan dengan
merumuskan tujuan evaluasi dalam suatu program belajar mengajar didasarkan atas
tujuan yang hendak dicapai.
2. Pengumpulan
data
Dengan cara menetapkan
aspek-aspek yang harus dinilai, artinya untuk memperoleh bahan informasi yang
cukup tentang anak didik dengan diadakan evaluasi yang dapat ditempuh dengan
langkah yaitu: pelaksanaan evaluasi, pemeriksaan hasil-hasil evaluasi, dan
pemberian kode atau skor.
3.Verifikasi data
Dengan menentukan metode
evaluasi yang akan digunakan aspek yang akan dinilai. Misalnya : untuk menilai
sikap dipergunakan checklist.
4. Analisis data
Dengan cara memilih atau
menyusun alat-alat evaluasi yang akan dipergunakan berupa tes maupun bukan tes
(non tes).
5. Penafsiran
data
Dengan menentukan kriteria
yang dipergunakan untuk menentukan frekuensi evaluasi dengan menyusun bahan
pelajaran.
III. Kesimpulan
Evaluasi
pendidikan yang merupakan proses belajar mengajar untuk menilai dari segala
sesuatu yang terdapat pada diri seseorang baik berupa ucapan perbuatan dan hati
sanubari, dalam hal ini, memberikan umpan balik terhadap program secara
keseluruhan. Tolok ukur keberhasilan pengevaluasian tidak hanya tergantung pada
tingkat keberhasilan tujuan dan pendidikan yang dapat dicapai, melainkan
berkenaan dengan penilaian terhadap berbagai aspek yang dapat mempengaruhi
proses belajar tersebut. Akhirnya, evaluasi Tuhan di dalam al-Qur’an bersifat
makro dan universal dengan teknik psikotes, sedang sunnah nabi bersifat mikro
untuk mengetahui kemajuan manusia.
Tujuan dan fungsi
evaluasi tidak hanya ditekankan pada aspek kognitif akan tetapi meliputi ketiga
ranah tersebut (kognitif, afektif dan psikomotorik). Yang mempunyai tiga
prinsip yaitu prinsip keseimbangan, menyeluruh dan obyektif. Dalam kegiatan
evaluasi tersebut sistem yang dipakai yaitu mengacu pada al-Qur’an yang
penjabarannya dituangkan dalam as-Sunnah.
DAFTAR PUSTAKA
Drs.
Zuhairini, dkk., Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1995.
Drs.
H. Abuddin Nata, MA., Filsafat Pendidikan Islam I, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997.
Sugarda
Poerbawakatja, Ensiklopedi Pendidikan, Jakarta : Gunung Agung, 1976.
M.
Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an),
vol.3, Jakarta :
Lentera Hati, 2000.
Ahmad
Musthofa al-Maraghi, Terjemah Tafsir al-Maraghi (26), Semarang : CV. Toha Putra,
1989.
Prof.
Drs. Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta : Grafindo Perkasa, 1996.
T.M.
Hasbi Assiddieqi, Tafsir an-Nur, Semarang :
PT. Pustaka Rizki Putra, 2000.
Muhammad
Nasib ar-Rifa’i, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 2, Jakarta : Gema Insani Press, 1999.
Imam
Jalaluddin al-Mahally as-Syuyuti, Tafsir Jalalain, Bandung : Sinar Baru, 1990.
Prof.
Dr. Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta : PT. Bumi Aksara,
2001.

No comments:
Post a Comment