BAB
I
Pendahuluan
Masa permulaan
Islam atau masa kerasulan Muhaamad SAW sama dengan masa turunnya wahyu yang di
bagi dalam dua periode sejarah. Pertama, periode Makkiyah, yaitu sejak belaiu
menerima wahyu pertama sampai beliau hijrah dari Makkah ke Madinah tahun 632 M.
Kedua, periode Madinah yaitu sejak Hijrah tahun 622 M hingga beliau wafat.
Salah satu
karakteristik historis agama Islam ialah kesuksesannya yang sangat cepat luar
biasa dalam ekspansi militer dan politik.[1]Karena
itulah tidak berlebihan kalau Islam merupakan salah satu agama yang pernah
menguasai belahan dunia tetentu di muka bumi ini.
Dan sebagai
agama yang pernah menguasai dunia, Islam memiliki kesempatan dan pengalaman
yang sangat luas untuk mempelajari ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh
wilayah-wilayah yang ditaklukkannya. Dengan demikian, seringkali diistilahkan
“peradaban Islam” merupakan produk dinamika dan proses kreatif suatu perubahan
dimana orang-orang Islam meminjam kebudayaan orang lain secara bebas. Di mana
hal tersebut membuktikan adanya keterbukaan dan keyakinan diri yang timbul
karena kedudukan sebagai penguasa.[2]
Sejarah hidup
Muhammad dengan keadaan zaman Pra Islam adalah suatu sejarah yang panjang lebar
untuk dipaparkan di sini, untuk itu penulis hanya bisa sedikit mengambil
kutipan-kutipan sejarah yang menonjolkan peradaban.
BAB II
JAZIRAH ARAB PRA ISLAM
A. Letak
Geografis Jazirah Arab
Islam
sebagaimana yang kita tahu, lahir di Arab, persisnya di Makkah. Oleh karena
itu, jika ingin memahami makkah dari
sudut pandang peradabannya, maka perlu dikaji latar belakang sosiologis beserta
factor-faktor lain seperti geografi, sejarah, politik dan ekonomi.
Jazirah
(semenanjung) Arab adalah negeri keempat dari benua Eropa, yang luasnya
sepertiga dari amerika serikat[3],
makkah adalah kota penting yang berada di sekeliling gurun pasir, tepatnya
disebelah barat laut gurun ini, dekat pantai barat. Biasa disebut al- Rab
al-Khali karena kota itu hampir tidak pernah didatangi orang dan sangat sunyi.
Laut mengelilingi wilayah pinggiran ini. Ketika jumlah penduduknya bertambah
melampaui kapasitas tanah yang dapat menempungnya, mereka harus mencari tanah
yang lebih luas. Tetapi mereka tidak dapat bergerak ke dalam karena adanya
gurun pasir atau keluar karena adnaya laut, keduanya merupakan batas-batas yang
dalam masa pra Islam hamper tidak dapat dilalui, kemudian mereka menemukan satu
jalan tebuka menuju tepi barat semenanjung sinai dan berakhir di lembah subur
nil.[4] Meskipun begitu penduduk Arab waktu itu belum
merasa aman untuk menjadikan laut sebagai jalur perdagangannya sehingga mereka
masih dikenal sebagai raja padang sahara. Oleh karena kaum muslim awal, yang
terpaksa harus lari ke Abisyinia untuk mencari perlindungan (hijrah) memakai
jalur laut, maka perdagangannya dengan transportasi laut menjadi berkembang
dengan meningkatkan kemajuan dalam ilmu pelayaran (navigasi)
Makkah tempat
kelahiran Islam itu berada di pinggiran gurun pasir yang sangat luas,
penduduknya disebut badui sebagai keturunan semit. Mereka adalah kelompok suku
nomad, di mana hanya beberapa saja yang tinggal di dekat oase dan menjalani
kehidupan yang menetap. Suku Badui berwatak keras, keuletan dan ketabahan
merupakan keistimewaan mereka, sedang kurang disiplin dan menghormati kekuasaan
adalah kekurangan mereka. Kekurangan inilah yanag akan menimbulkan masalah
besar bagi lahirnya Islam.[5]
B. Keadaan
politik di Makkah
Makkah
dikenal sebagai tempat perdagangan yang sangat ramai namun di sana tidak
terdapat organisasi Negara, birokrasi atau tentara. Karena pertanian tidak
mungkin ada di makkah, feodalisme atau
institusi kerajaan tidak dapat berkembang.
C. Agama-agama
di Jazirah arab
a. Agama
Majusi
Berhadapan dengan agama Masehi
yang tersebar di bawah kekuasaan Romawi, berdirilah agama Majusi di Persia yang
mendapat dukungan moril dari Timur jauh dan India. Akan tetapi meskipun Persia
telah mengalahkan romawi dan dapat menguasai Syam dan Mesir raja-raja Persi
tidak memanfaatkan kekuasaannya untuk menyebarkan agama Majusi.
b. Judaisma
dan Kristen di Yaman
Tak ada yang dikenal dunia
dari negeri-negeri Arab selain Yaman dan tetangga-tetangganya, negeri yang
subur dengan curah hujan yang cukup tinggi, ia menjadi negeri peradaban yang
kuat, namun peradaban yang dihasilkan dari kesuburan negeri dan penduduk yang
tetap merupakan lahan bagi tumbuhnya lintas budaya dan agama, yaman yang waktu
itu dikuasai suku Himsyar yang dipimpin oleh Dhu Nuas, ia memerintah seluruh
masyarakatnya agar memeluk agama nabi Musa a.s.sehingga ketika Phemionwarga
Romawi beragama Nasrani mendapatkan simpati atas ajaran agamanya kepada
penduduk Yaman di Najran, Dhu Nuas tidak segan-segan membunuh penduduk yang
mengikuti jejak Phemion dengan membuat parit yang di dalamnya terdapat api,
sehingga menyebabkan turunnya ayat ke -4 dari surat al-Buruj tentang ancaman
bagi orang yang telah membuat parit.
c. Paganisme
Kekuatan penduduk jazirah arab
dalam mempertahankan keyakinannya terhadap berhala-berhala yang dianggapnya
sebagai pemegang hidup mereka terbukti dengan sedikitnya pemeluk agamma majusi,
yahudi dan Kristen. Meskipun agama itu telah banyak melakukan propaganda namun hanya
beberapa kabilah saja yang mau menerima agama-agama yang telah menyebarkan
ajarannya di negeri mereka itu.[6]
BAB
III
MUHAMMAD
PERIODE MAKKAH
Muhammad
adalah nama yang asing bagi kalangan quraisy karena mereka terbiasa memakai
nama-nama nenek moyangnya. Pada usia 12 tahun orang sudah melihat kebesaran
jiwanya, kecerdasan dan ketajaman otak, tinjauan yang tajam serta ingatan yang
cukup kuat dan segalasifat-sifat yang semacam itu yang diberikan alam
kepadanya. Peristiwa-peristiwa perang fijar, hilful fudhul dan peletakan hajar
aswad merupakan pembacaan atas social politik yang ia hadapi dengan kecerdasan
dan ketajaman akalnya.
Setelah
menjadi rasul, Muhammad mulai menjalankan dakwahnya, mula-mula secara
sembunyi-sembunyi kepada keluarga dan kerabatnya, namun tidak sedikit dari
mereka yang menolaknya. Sehingga meskipun keluarganya selalu menemani ketika ia
berdakwah seperi Abu Thalib dan abbas bin Abdul Muthalib ketika nabi akan
menghadirkan ikrar di lereng gunung Aqabah tetapi mereka tetap memeluk agama
mereka sendiri. Selama tiga tahun Muhammad SAW berdakwah secara
sembunyi-sembunyi sampai datang perintah dakwah secara terang-terangan.
Banyak
pula yang meyakini bahwa peradaban Islam pada masa inilah mulai terkontruksi.
Dimana hal tersebut terbaca dari salah satu keajaiban Islam adalah ia sudah
berhasil merubah badui yang kasar dan kejam menjadi suatu bangsa yang beradab.
Bukan hanya mereka telah membimbing kejalan yang benar dan ditinggikan
kedudukan mereka dari sifat kehewanan kepada kedudukan manusia yang mulia,
namun mereka juga menjadi pembimbing yang mengarahkan manusia ke jalan Tuhan.
Ini adalah gambaran yang jelas dari kemampuan Islam yang menakjubkan untuk membuat masyarakat beradab dan
menghaluskan jiwa mereka.[7]
Dengan demikian Islam sendiri merupakan peradaban.Islam datang dengan tatanan,
aturan dan hukumnya yang telah berjalan, sehingga terjadilah pertarungan yang
banyak memakan waktu. Bangsa Quraisy sangat memusuhi dakwah Islam. Salah satu
faktor yang mendorong bangsa Quraisy menentang seruan Islam :
Persaingan
kekuasaan; kaum Quraisy tidak dapat membedakan antara kenabian dan kekuasaan,
sehingga mereka mengira bahwa tunduk kepada agama Islam berarti tunduk pada
kekuasaan Muhammad.
Layaknya setiap reformer,
Rasulullah dengan Islamnya banyak menghadapi tantangan dan perlawanan
Sesungguhnya begitu mereka tetap gigih tidak mau mengakui, tetap menolak,
sampai-sampai mereka terdorong mengobarkan perang matia-matian. Bahaya dan
bencana peperangan itu baru padam sesudah Islam mendapatkan kemenangan, sesudah
Allah menempatkannya di atas segala agama.
BAB
IV
MASA
MADINAH
Pertama-tama
perkataan “Madinah” sendiri yang berarti
“kota” secara etimologi berasal dari akar kata yang sama dengan perkataan
“madaniyyah” dan “tamaddun”, yang artinya peradaban. Sehingga dengan latar
belakang kata tersebut, dapat difahami bahwa kitab suci al-Qur’an sesungguhnya
mencela kehidupan “liar” atau “barbar”
Di samping berdakwah kepada penduduk makkah,
rasul juga berdakwah kepada para jamaah haji dari daerah dan kota lain. Dakwah
beliau mendapat sambutan dari enam orang penduduk yastrib yang kemudian masuk
Islam, setelah pulang mereka giat menyebarkan Islam ke Madinah sehingg tak ada
satu rumahpun di kota madinah yang tidak mendengar nama Nabi atau
memperbincangkannya. Setahun berikutnya tiga belas orang madinah, dua belas
orang laki-laki dan satu orang perempuan menemui Nabi di desa aqabah dan
mengadakan perjanjian untuk taat kepada Rasulullah, yang kemudian dikenal
dengan Baitul Aqabah pertama ( 1 Juli 622 M).
Pada
musim haji berikutnya tujuh puluh tiga penduduk Madinah membaiat Rasul yang
kemudian dikenal dengan baitul Aqabah dua., mereka mengakui Rasul sebagai
pemimpin dan meminta beliau untuk berkenan hijrah ke Madinah. Mereka berjanji
akan membela rasul seperi mereka membela diri sendiri.[8]
Bai’at
Aqabah kesatu dan kedua telah membuka lembaran baru oleh Islam, oleh kebanyakan
pemikir Islam dua bai,at tadi dianggap sebagai batu pertama dari bangunan
negeri Islam.
Orang
madinah mengundang nabi untuk hijrah di negerinya dengan harapan melalui
pengaruh pribadi agama yang dibawa rasul, perang yang bekepanjangan diantara
mereka (auz dan Khazraj) yang hamper menghancurkan sendi-sendi kehidupan
madinah akan berakhir. Dari segi agama hijrahnya nabi berarti diakuinya
Muhammad sebagai nabi, dan dari segi
politik diterimanya beliau sebagai pemimpin dan penengah diantara golongan yang
bermusuhan di Madinah. Kedatangan nabi bersaama 70 sahabatnya telah membawa perubahan besar, baik di bidang
politik, social, ekonomi maupun budaya. Dan itu merupakan era baru dalam usaha
beliau mengefektifkan dakwah Islam.
Madinah
sebelumnya tidak ada pemimpin dan belum ada Negara apalagi tentara, polisi
dan birokrasi. Di sana masing-masing
suku mempunyai aturan-aturan sendiri sehingga sering terjadi permusuhan. Rasul
datang ke Madinah setelah mencari tempat akhirnya memilih sebidang tanah milik
Bani Najar. Ia adalah bani yang terkenal. Nabi membeli tanah dari bani itu,
tetapi mereka memberinya dengan
Cuma-Cuma. Di situlah nabi membangun masjid, rumah. Setelah itu nabi
melakukan sesuatu, oleh nabi Madinah di bangun dengan ajaran agama yang
merupakan perwujudan sebuah system nilai yang berintikan ajaran tauhid
dandoktrin mencapai kebaikan melalui Amar ma’ruf Nahi munkar, sehingga madinah
menjadi pusat peradaban, cerminan nilai-nilai kemanusiaan yang paling luhur.[9]
Pembangunan
sebuah kota bukan hanya pembangunan fisik, melainkan dan terutama adalah
pembangunan masyarakat. Diantara strategi nabi Muhammad SAW dalam membina
masyarakat, landasan utamanya adlah kontrak social diantara warga Negara dalam
konstitusi Madinah yang berisikan tentang:
1. Kepatuhan
dan ketaatan terhadap kontrak social, hal itu yang akan membentuk
kewarganegaraan.
2. Membangun
masjid Quba.Melalui masjid, nabi tidak hanya mengajak manusia berkomunikasi
secara bersama dengan Tuhan, tetapi juga membina Akhlak yang luhur.
3. Membentuk
hubungan persaudaraan, terutama terhadap kaum Anshar dan Muhajirin, yang
mewakili komunitas yang jauh berbeda,
4. Perjanjian
dengan non Muslim untuk membentuk kesatuan di Madinah
5. Peletak
dasar-dasr politik, ekonomi dan social.[10]
Dalam hal ini,aspek
kehidupan politik dan bernegara telah di praktekkan oleh nabi Muhammad SAW
untuk membangun Islam,membangun dan memimpin umatnya.setelah
Oleh karena itu, Marshal
Hodgson, misalnya mengatakan bahwa ajaran Nabi, yakni Islam adalah esensinya
bersifat kota (urban) secara radikal.[11]dalam
kontrasnya dengan pola umum dengan kehidupan di Jazirah Arabia saat itu
sebagaimana di ungkapkan oleh Ibn Taymiyyah, pola hidup orang-orang Arab
Jahiliyyah ialah tiadanya keteraraturan, dengan ciri menonjol tidak adaya
pranata kepemimpinan masyarakat yang mapan , yang menjadi kebutuhan masyarakat
maju, selain daripada pranata kepemimpinan atas dasar kesukuan (tribalisme) dan
keturunan saja.[12]
Madinah menjadi Negara
yang makmur di kalangan yahudi mengadakan perlawanan karena mereka ingin lebih
unggul dari agama-agama lain,mereka melanggar perjanjian tersebut.
Periode Madinah ini
peradaban Islam di kanal sebagai peradaban moral.[13]
Masa ini disebut masa keemasan Islam yang penuh dengan teladan dalam Islam. Di
dalam periode ini tidak ada system dinasti dalam pemerintahan. Ketika seorang
khalifah meninggal, maka penggantinya diangkat dengan berdasarkan penunjukan.
BAB
V
TINJAUAN
KRITIS TERHADAP FASE-FASE PERADABAN ISLAM
Banyak
dari kita yang sudah mengetahui tentang fase-fase peradaban islam yang
diperkirakan Rasulullah. Dalam haditsnya yang terkenal, beliau menyebutkan
tentang keadaan dan kondisi umat islam, yang dalam hal ini beliau cirikan
dengan keadaan para penguasanya. Setidaknya beliau membagi fase peradaban islam
setelah beliau wafat dalam empat fase. Fase pertama adalah fase dimana
kepemimpinan kaum muslimin dikelola oleh orang-orang yang mengacu pada cara
(manhaj) kepemimpinan nabi (khilaafah ‘alaa minhaajin –nubuwwah), yang
adil dan mengangkat kewibawaan Islam. Menurut para ulama pergerakan, fase ini
disepakati sudah berlalu dengan para aktornya adalah khulafaa-ur-rasyidiin
(Khalifah-khalifah yang diberikan petunjuk: Abu Bakr, Umar, Utsman dan Aliy ).
Fase kedua merupakan masa dimana para penguasanya kebanyakan adalah penguasa yang
sombong, angkuh dan tidak lagi menggunakan manhaj kepemimpinan nabi. Walaupun
begitu, para penguasa di fase ini masih menggunakan hukum-hukum Islam sebagai
dasar perundangan negara. Fase ini disepakati oleh para ulama pergerakan juga
sudah terlewati. Diakhiri dengan runtuhnya kekhilafahan Islam internasional
Turki Utsmani pada tahun 1923.
Selanjutnya
kaum muslimin akan dihadapkan dengan masa dimana para penguasanya adalah
penguasa yang zholim, kejam dan menindas kaumnya sendiri. Fase inilah yang
kemudian ditengarai sedang terjadi di dunia Islam pada masa-masa sekarang.
Faktanya adalah keadaaan yang melingkupi negeri-negeri Muslimin satu abad
terakhir. Bahkan sisa-sisa penindasan itu masih terjadi di beberapa negeri
muslim. Begitulah, nasib umat Islam dari zaman ke zaman, terus menurun dari
generasi ke generasi, terutama dari segi kualitas internalnya. Akan tetapi,
Rasulullah SAW juga tidak membiarkan umatnya berada dalam keputusasaan. Beliau
tetap memberitakan bahwa di akhir zaman nanti, setelah fase yang ketiga ini
selesai, maka akan muncul masa dimana kepemimpinan umat Islam akan diusung
kembali oleh penguasa yang adil. Yaitu orang-orang yang memimpin sesuai dengan
manhaj kepemimpinan Rasulullah. Kepemimpinan inilah yang akan membawa umat
Islam kembali berwibawa dan menjadi soko guru bagi semesta dunia (ustaadziyyaatul
‘aalam). Pada saat itulah Islam benar-benar bisa dirasakan dan dibuktikan
kebenarannya sebagai rahmatan lil ‘alamiin. Namun, tentu saja masa
kembalinya keemasan ini bukan didapat dengan cuma-cuma, Allah tidak
memberikannya begitu saja tanpa harga yang harus dibayar. Oleh karena itulah,
umat Islam harus berusaha sekuat mungkin untuk bisa melunasi harga yang harus
dibayar tersebut.
Fase-fase
peradaban Islam di atas, juga mewariskan berbagai macam hal yang sangat
mempengaruhi dan berharga pada dinamika kehidupan peradaban manusia. Ditinjau
dari warisan peradaban Islam dari masa ke masa, akan terlihat perbedaan
mendasar karakteristik warisan itu, sesuai dengan fase peradaban Islam yang
saat itu terjadi. Pada zaman awal Islam disebarkan oleh Rasulullah misalnya,
beliau sangat menekankan pada asas dasar dari segala kegiatan kehidupan dan
peradaban, yaitu akidah (kepercayaan dan keyakinan kepada Allah ‘Azza wa
Jalla). Inilah tonggak awal dan dasar dari peradaban Islam itu sendiri.
Sekaligus mendasari perbedaan dengan peradaban lain yang pernah ada di dunia
ini. Beliau juga meletakkan dasar-dasar hukum interaksi kehidupan manusia dengan
syariat yang dibawanya. Tidak sampai disitu, Rasul juga menyumbangkan dirinya
selama berada di Madinah, untuk membangun sebuah negara ideal yang berlandaskan
Islam sebagai cikal bakal peradaban Islam itu sendiri.
BAB
IV
KESIMPULAN
Makkah
yang dikelilingi gurun Sahara, tanah gersang dan tandus. Penduduknya yang
terdiri dari suku badui yang berwatak keras, hal itu yang menjadikan rentan
konflik antar mereka.
Muhammad
berdakwa menyebarkan agama Islam dalam situasi makkah porak poranda dengan
paganism yang telah mengakar di hati penduduk tersebut, bahkan orang dekat atau
keluarga nabi sendiri hanya beberapa
orang saja yag mau mengikuti agama nabi. Agama-agama lain juga berusaha merubah
peradaban negeri itu, itupun hanya beberapa kabilah saja yang mengikuti, maka
sudah jelaslah terbaca akan penderitaan nabi dalam menyiarkan Islam.
Meskipun
kemenangan di Madinatul Munawwarah dengan membangun Negara yang berlandaskan
Islam bukan berarti tak ada perlawanan. Di Madinah masih mendapatkan perlawanan
dari kalangan yang tidak suka terhadap kemakmuran madinah dan dari kalangan
yahudi
Orang
muslim merupakan orang yang berpandangan
positif dan terbuka terhadap berbagai budaya bangsa orang lain. Kelebihan
inilah yang menjadikan Islam sebagai yang pertama kali mampu menyatukan
khazanah bersama secara internasional dan kosmopolit. Sebelum lahir peradaban
Islam, ilmu pengetahuan memang telah ada namun sifat dan semangatnya sangat
nasionalistik dan parokialistik, dengan eksklusifitas dari masing-masing dari
pengaruh luar karena merasa paling benar.
Sebaliknya,
kaum muslim (selain) menyebarkan agamanya, ternyata mereka tidak saja pandai
berbuat tetapi juga rajin belajar. Secara politis, penguasa-penguasa muslim
menyadari keterbatasan mereka dan tentang kemajuan kebudayaan dari banyak
kerajaan yang ditaklukkannya.
[1] Nur kholis Madjid,
Islam, Doktrin dan Peradaban (Jakarta : Yayasan Wakaf Paramadina),
1992), 235
[2] John l. Esposito,
Ancaman Islam, Mitos atau Realita? (Bandung : Mizan, 1994), 44
[3] Philip K Hitti, History
of the arabs Tenth Edition (London : The Macmillan press LTD, 1970), 3
[4] Asghar Ali Engineer, Asal
Usul dan Perkembanagan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, tt), 18
[5] Ibid, 65
[6] Muhammad Husain
Haikal, Sejarah Hidup Muhamad, (Bogor : litera antar Nusa 2003), 16
[7] Muhammad Quthub, Islam
Agama Pembebas (Yogyakarta : Mitra Pustaka, 2001), 295
[8]Asghar Ali, Asal Usul
dan Perkembangan Islam, 158
[9] Said Agil Husain
Munawwar, Dimensi-Dimensi Kehidupan Dalam Perspektif Islam (Malang:
Pascasarjana UNISMA 2001), 167
[10] Ibid, 169
[11] Marshal G. Hodgson,
“The Venture of Islam´jil: I (Chicago : The University of Chicago Press, 1974)
[12] Ibn Taymiyyah,
“Minhaj al Sunnah” jil. I, (Riyaid : Maktabat al Riyald al-Haditsah
[13] Opcit,, Islam kemarin dan Hari Esok….., 68

No comments:
Post a Comment