ISLAM SPANYOL
(Perkembangan politik, perkembangan intelektual dan kejatuhan
dinasti)
A.
PENDAHULUAN
Pada zaman klasik, Islam pernah mecapai masa keemasan
dan kejayaan yang tak akan pernah terlupakan sepanjang sejarah kehidupan
manusia. Pada saat itu Islam telah menjadi pusat peradaban di seluruh dunia.
Masa keemasan dan kejayaan Islam itu antara lain adalah di Spanyol, saat itu
Spanyol merupakan pusat peradaban Islam yang sangat penting menyaingi Baghdad
di Timur. Dari sinilah orang eropa banyak menimba ilmu dan belajar di
perguruan-perguruan tinggi Islam. Islam menjadi guru bagi orang-orang Eropa,
sehingga ketika Islam mulai memasuki masa kemunduran, Eropa bangkit dari
keterbelakangannya. Kebangkitan itu bukan saja terlihat dalam bidang politik dengan
keberhasilan Eropa mengalahkan kerajaan-kerajaan Islam dan bagian dunia
lainnya, tetapi terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan,
kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi itulah yang mendukung
keberhasilan politiknya. Kemajuan-kemajuan Eropa ini tidak bisa dipisahkan dari
pemerintahan Islam di Spanyol saat itu. Dari sinilah penulis akan sedikit
membahas tentang ISLAM SPANYOL (Perkembangan politik, perkembangan intelektual
dan kejatuhan dinasti)
B.
PEMBAHASAN
1.
Perkembangan Politik
a.
Masuknya Islam di
Spanyol
Spanyol diduduki umat Islam pada
zaman Khalifah Al-Walid (705-715 M), salah seorang khalifah dari Bani Umayah
yang berpusat di Damaskus. Dalam proses penaklukan Spanyol terdapat tiga orang
yang dapat dikatakan paling berjasa, mereka adalah Tharif bin Malik, Thariq bin
Ziyad dan Musa bin Nushair. Tharif dapat disebut sebagai perintis dan
penyelidik, ia menyeberangi selat yang berada di antara Marokko dan benua Eropa
dengan satu pasukan perang, lima
ratus orang di antaranya adalah tentara berkuda dengan menaiki empat buah
kapal. Dalam penyerbuan itu Tharif tidak mendapat perlawanan yang berarti, ia
menang dan membawa rampasan yang tidak sedikit jumlahnya.[1]
Terdorong oleh keberhasilan Tharif
dan kemelut yang terjadi di kerajaan
Visighotic yang berkuasa di Spanyol saat itu, Musa bin Nushair pada
tahun 711 M mengirim pasukan ke Spanyol sebanyak 7.000 orang di bawah pimpinan
Thariq bin Ziyad[2]
Thariq bin Ziyad lebih banyak dikenal
sebagai penakluk Spanyol karena pasukannya lebih besar dan hasilnya lebih
nyata. Pasukannya terdiri dari sebagian besar suku Barbar dan sebagian lagi
orang Arab yang kemudian menyeberangi selat tepatnya di sebuah gunung yang
dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq)
yang menjadi tempat pertama kali Thariq dan pasukannya mendarat dan menyiapkan
pasukannya dan dengan dikuasainya daerah ini, maka terbukalah pintu secara luas
untuk memasuki Spanyol. Dan pada akhirnya Thariq dan pasukannya dapat
menaklukkan kota-kota penting seperti Cordova, Granada
dan Toledo (Ibu kota kerajaan Ghoth saat itu).[3]
Selama berabad-abad berikutnya Islam
menyebar, dan ketika kekhalifaan bani Abbasiyah merebut Damaskus dari
kekhalifahan Bani Umayyah tahun 750 M, Abdur Rahman, anggota keluarga bani
Umayyah yang berhasil lolos dari kejaran bani Abbasiyah kemudian ia lari ke
Spanyol dan mendirikan sebuah dinasti Bani Umayyah yang berpusat di Cordoba
pada tahun 755 M. Dari situlah pada masa generasi-generasi setelahnya Islam
dapat menguasai seluruh semenanjung Iberia Peninsula dan Islam dapat mencapai
masa keemasan dan kejayaannya di Spanyol.
b.
Perkembangan Islam di
Spanyol
Ketika
Islam masuk di Spanyol hingga sebelum jatuhnya kerajaan Islam terakhir di sana, Islam memainkan
peranan yang sangat besar saat itu hingga berlangsung lebih dari tujuh setengah
abad. Sejarah umat Islam di Spanyol itu dapat dibagi menjadi enam periode,
yaitu:[4]
a.) Periode pertama (711-755 M)
Islam
Spanyol pada periode ini, berada di bawah pemerintahan para wali yang diangkat oleh
Khalifah Bani Umayyah yang berpusat di
Damaskus. Pada periode ini stabilitas politik negeri Spanyol belum tercapai
secara sempurna, karena masih ada gangguan-gangguan yang datang dari luar maupun dalam. Gangguan dari dalam itu berupa
perselisihan antara elite penguasa, terutama akibat perbedaan etnis dan golongan
terutama antara Barbar asal Afrika utara dan Arab. Perbedaan etnis ini
seringkali menimbulkan konflik politik, terutama ketika tidak ada figur yang
tangguh. Di samping itu, terdapat perbedaan pandangan antara Khalifah di
Damaskus dan gubernur di Afrika Utara,
masing-masing mereka mengaku berhak menguasai Spanyol. Perbedaan pandangan ini
yang menyebabkan seringnya terjadi perang saudara.[5]
Gangguan
dari luar datang dari sisa-sisa musuh Islam di Spanyol yang tidak pernah tunduk
dengan pemerintahan Islam. Gerakan ini terus memperkuat diri hingga pada
akhirnya, mereka inilah yang mampu mengusir Islam dari bumi Spanyol.
Karena
seringnya terjadi konflik baik internal maupun eksternal, maka dalam periode
ini Islam Spanyol belum memulai kegiatan pembangunan di bidang peradaban dan
kebudayaan.[6]
b.) Periode kedua (755-912 M)
Spanyol
pada periode ini berada di bawah pemerintahan seorang amir tetapi tidak tunduk
kepada pusat pemerintahan Islam yang saat itu dipegang oleh khalifah Abbasiyah
di Baghdad. Amir yang pertama adalah Abdurrahman al-Dakhil kemudian dilanjutkan
oleh, Hisyam I, Hakam I, Abdurrahman Al-Ausath, Muhammad bin Abdurrahman,
Munzir bin Muhammad dan Abdullah bin Muhammad.
Umat
Islam Spanyol pada periode ini mulai memperoleh kemajuan-kemajuan di bidang politik
dan peradaban, misalnya Abdurrahman
al-Dakhil mendirikan masjid Cordova dan sekolah-sekolah besar di Spanyol,
Hisyam berjasa dalam menegakkan hukum Islam, Hakam terkenal dengan pembaharu
kemiliteran, sedangkan Abdurrahman al-Ausath terkenal sebagai penguasa yang
cinta ilmu, ia pernah mengundang para ahli dari dunia Islam lainnya untuk
dating ke Spanyol sehingga kegiatan ilmu pengetahuan di Spanyol mulai semarak.
Akan
tetapi dalam periode ini masih terjadi berbagai ancaman dan kerusuhan, misalnya
munculnya gerakan Kristen fanatik yang mencari kesyahidan sehingga mengakibatkan
stabilitas negara terganggu.[7] Namun orang Kristen lainnya
di Spanyol tidak bersimpati pada gerakan itu karena pemerintahan Islam
mengembangkann kebebasan beragama, orang Kristen diperbolehkan memiliki
pengadilan sendiri, peribadatan tidak dihalangi, bahkan mereka diizinkan
mendirikan gereja baru dan diperbolehkan menjadi pegawai pemerintahan. Gangguan
yang paling serius pada periode ini datang dari umat Islam sendiri yaitu
golongan pemberontak di Toledo yang membentuk negara kota pada tahun 852 M yang
berlangsung selama 80 tahun. Dan yang terpenting adalah pemberontakan yang
dipimpin oleh Hafsun dan anaknya di pegunungan dekat Malaga, sementara masih sering terjadi
perselisihan antara orang Barbar dan orang Arab.[8]
c.) Periode ketiga (912-1013 M)
Pada
periode ini Spanyol diperintah oleh seorang penguasa yang bergelar khalifah,
gelar ini mulai dipakai pada tahun 929 M. Khalifah-khalifah besar yang
memerintah pada periode ini adalah Abdurrahman al-Nashir (912-961 M), Hakam II
(961-976 M), dan Hisyam II (976-1009 M).
Pada
masa ini umat Islam Spanyol mencapai puncak kemajuan dan kejayaan menyaingi
kejayaan daulah Abbasiyah di Baghdad. Terbukti dengan didirikannya unversitas
Cordova oleh Abdurrahman Al-Nashir ysng perpustakaannya memiliki ratusan ribu
buku. Pada masa ini masyarakat dapat menikmati kesejahteraan dan kemakmuran dan
pembangunan kota
berlangsung cepat.
Akan
tetapi pada tahun 1013 jabatan khalifah sudah dihapuskan, dan ketika itu Spanyol
sudah terpecah-pecah dalam banyak sekali Negara kecil yang berpusat di
kota-kota tertentu.[9]
d.) Periode keempat (1013-1086 M)
Pada
periode ini, Spanyol terpecah menjadi lebih dari tiga puluh negara kecil di
bawah pemerintahan raja-raja golongan (Al-Muluk-al-Thawaif)
yang berpusat di suatu kota seprti Seville, Cordova, Toledo.
Pada masa ini, umat Islam kembali mamasuki masa pertikaian intern yang
mengakibatkan terjadinya perang saudara, ironisnya di antara pihak-pihak yang
bertikai itu ada yang meminta bantuan kepada raja-raja Kristen, dari sinilah
orang-orang Kristen melihat kelemahan dan kekacauan keadaan politik umat Islam
dan akhirnya orang-orang Kristen pada masa ini mulai berinisiatif untuk
menyerang umat Islam.
Meskipun
kehidupan politik tidak stabil, namun kehidupan intelektual terus berkembang
pada masa ini, karena para sarjana dan sastrawan mendapatkan perlindungan dari
satu istana ke istana lain.
e.) Periode kelima (1086-1248 M)
Pada
periode ini meskipun Islam Spanyol masih terpecah-pecah dalam beberapa negara, tetapi
masih terdapat satu kekuatan yang dominan yaitu kekuasaan dinasti Murabithun
(1086-1143 M) dan dinasti Muwahhidun (1146-1235 M). Dinasti Murabithun mulanya
adalah sebuah gerakan agama yang didirikan oleh Yusuf ibn Tasyfin di Afrika
utara, ia masuk ke Spanyol atas undangan penguasa Islam di sana yang tengah
memikul beban berat memperjuangkan negerinya dari serangan orang Kristen. pada
tahun 1086 ia dan tentaranya masuk ke Spanyol dan berhasil mengalahkan pasukan
Castilia. Akan tetapi penguasa-penguasa sesudah Ibn Tasyfin adalah raja-raja
yang lemah hingga akhirnya kekuasaan dinasti ini berakhir dan digantikan oleh
dinasti Muwahhidun yang didirikan oleh Muhammad Ibn Tumart. Dinasti ini datang
ke Spanyol di bawah pimpinan Abdul Mun’im. Dan antara tahun 1114 dan 1154
kota-kota penting seperti Cordova, Almeria dan Granada jatuh ke bawah
kekuasaannya. Dalam jangka beberapa dekade, dinasti ini mengalami banyak
kemajuan dan kekuatan Kristen dapat dipukul mundur. Akan tetapi tidak lama
setelah itu, dinasti ini mengalami keambrukan, hingga pada tahun 1238 M Cordova
dan Seville pada tahun 1248 M jatuh ke
tangan penguasa Kristen dan akhirnya seluruh Spanyol kecuali Granada lepas dari
kekuasaan Islam.[10]
f.) Periode keenam (1248-1492 M)
Pada
masa ini, kekuasaan Islam hanya ada di daerah Granada di bawah kekuasaan dinasti Bani Ahmar
(1232-1492). Pada masa ini umat islam kembali mengalami kemajuan di bidang
peradaban, akan tetapi secara politik, dinasti ini hanya berkuasa di wilayah
yang kecil. Kekuasaan Islam yang merupakan pertahanan terakhir di Spanyol ini
berakhir karena perselisihanorang-orang istana dalam memperebutkan kekuasaan.
Abu Abdullah Muhammad merasa tidak senang kepada ayahnya karena menunjuk
anaknya yang lain sebagai penggantinya, akhirnya dia memberontak dan berusaha
merampas kekuasaan dan di dalam pemberontakan itu ayahnya terbunuh dan
digantikan Muhammad ibn Sa’ad, kemudian Abu Abdullahmeminta bantuan kepada
Ferdinan dan Isabella untuk menjatuhkannya dan akhirnya dua penguasa Kristen
ini dapat mengalahkan penguasa yang sah
dan Abu Abdullah naik tahta.[11]akan tetapi, kemudian Ferdinan
dan Isabella menyatukan kekuatan untuk merebut kekuasaan terakhir umat Islam
Spanyol ini dan Abu Abdullah tidak kuasa menahan serangan orang Kristen
tersebut dan akhirnya ia mengaku kalah dan menyerahkan kekuasaannya kepada
Ferdinan dan Isabella. Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Islam di
Spanyol tahun 1492 M.
2.
Perkembangan Intelektual
Dalam
masa lebih dari tujuh abad kekuasaan Islam di Spanyol, umat Islam telah mencapai
kejayaannya di sana.
Banyak prestasi yang mereka peroleh, bahkan pengaruhnya membawa Eropa dan dunia
kepada kemajuan yang lebih kompleks.
Spanyol
adalah negeri subur. Kesuburan itu mendatangkan penghasilan ekonomi yang cukup
tinggi dan pada gilirannya banyak menghasilkan para pemikir serta dengan
kemajemukan masyarakat Spanyol saat itu semuanya kecuali orang Kristen yang
masih menentang kehadiran Islam ikut andil dalam memberikan sumbangsih
pemikiran terhadap terbentuk lingkungan budaya Spanyol yang melahirkan
kebangkitan ilmiah, sastra dan pembangunan fisik di Spanyol.[12] Adapun kemajuan
intelektual yang pernah dicapai masyarakat Spanyol saat itu adalah :
a. Filsafat
Islam
di Spanyol telah mencatat satu lembaran budaya yang sangat brilian, ia berperan
sebagai jembatan penyeberangan yang dilalui ilmu pengetahuan Yunani Arab ke
Eropa. Minat terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkan pada
abad ke 9 selama pemerintahan Muhammad ibn Abdurrahman (832-886).[13] Kemudian atas inisiatif al-Hakam,
karya-karya ilmiah dan filosofis diimpor dari Timur dalam jumlah yang besar,
sehingga Cordova dengan perpustakaan dan universitasnya mampu menyaingi Baghdad sebagai pusat
utama ilmu pengertahuan di dunia Islam.
Tokoh
utama pertama dalam filsafat Arab-Spanyol adalah Ibn Bajjah,
ia dilahirkan di Saragosa kemudian ia pindah
ke Sevilla dan Granada.
Masalah yang dikemukakannya bersifat etis dan eskatologis, magnum opusnya
adalah Tadbir al-Mutawahhid.
Tokoh
utama kedua adalah Ibnu Thufail, ia adalah penduduk asli Wadi Asy, sebuah dusun kecil di
sebelah timur Granada.
Ia banyak menulis masalah kedokteran, astronomi dan filsafat. Karya filsafatnya
yang sangat terkenal adalah Hay ibn Yaqzhan.
Bagian
akhir abad ke 12 M muncul seorang pemikir besar pengikut Aristoteles yaitu Ibn Rusyd, ia
lahir tahun 1126 M. Ciri khasnya adalah kecermatan dalam menafsirkan
naskah-naskah Aristoteles dan kehati-hatiannya dalam menggeluti tentang
keserasian filsafat dan agama. Dia juga ahli di bidang fiqih dengan karyanya
Bidayah al-Mujtahid.
b. Sains
Ilmu
kedokteran, musik, matematika, astronomi, kimia dan lain-lain juga berkembang
baik di Spanyol saati itu. Orang yang paling masyhur dalam bidang ilmu kimia dan
astronomi adalah Abbas ibn farnas, dialah yang menemukan pembuatan kaca dari
batu.[14]
Ibrahim
ibn Yahya al-Naqqash terkenal dalam ilmu astronomi, ia dapat menentukaan waktu
terjadinya gerhana matahari dan lamanya, ia juga berhasil membuat teropong
modern yang dapat menentukan jarak antara tata surya dan bintang-bintang.
Ahmad
ibn Ibas dari Cordova adalah ahli di bidang obat-obatan. Umm al-Hasan bint Abi
ja’far dan al-Hafidz adalah ahli kedokteran dari kalangan wanita.
Dalam
bidang sejarah dan geografi, lahir banyak pemikir terkenal, di antaranya adalah
Ibn Zubair dari Valencia, ia telah menulis tentang negeri-negeri muslim
Mediterania dan Sicilia, Ibn Batuthah dari Tangier telah berhasil mencapai
Samudra Pasai dan Cina, Ibn Khatib telah berhasil menyusun riwayat Granada,
sedangkan Ibn Khaldun adalah perumus filsafat sejarah.[15]
c. Fikih
Di
bidang Fikih, Islam Spanyol dikenal sebagai penganut madzhab Maliki yang
dikenalkan oleh Ziyad ibn Abdurrahman. Perkembangan selanjutnya ditentukan oleh
Ibn Yahya yang menjadi Qadli pada masa Hisyam ibn Abdurrahman. Adapun ahli
fikih lainnya di antaranya adalah Abu Bakr ibn Quthiyah, Munzir ibn Sa’id
al-Baluthi dan Ibn Hazm.
d. Musik dan kesenian
Di
bidang musik dan seni suara, tokoh yang terkenal adalah al-Hasan ibn Nafi yang
dijuluki Zaryab, ia juga terkenal sebagai penggubah lagu, kemudian ilmu yang
dimilikinya diturunkan kepada anak-anaknya dan budak-budak sehingga
kemasyhurannya tersebar luas.[16]
e. Bahasa dan sastra
Di
bidang bahasa, bahasa arab telah menjadi bahasa administrasi dalam pemerintahan
Islam di Spanyol. Sehingga mereka banyak yang mahir dalam bahasa arab, baik
ketrampilan berbicara maupun tata bahasa, mereka antara lain adalah : Ibn
Sayyidah, Ibn Malik, Ibn Khuruf, Ibn Al-Hallaj, Abu Ali al-Isybili, Abu
al-Hasan ibn Usfur dan Hayyan al-Gharnathi.
Karya
sastra yang muncul saat itu di antaranya adalah al-“Iqd al-Farid karya Ibn Abd
Rabbih, al-Dzakhirah fi Mahasin Ahl al-Jazirah oleh Ibn Bassam, kitab al-Qalaid
karya al-Fath ibn Khaqan.
3.
Dampaknya bagi
perkembangan intelektual di dunia barat
Spanyol
merupakan tempat yang paling utama bagi Eropa menyerap peradaban Islam, baik
dalam bentuk hubungan politik, social amupun perekonomian dan peradaban antar negara.
Orang-orang Spanyol menyaksikan kenyataan bahwa Spanyol berada di bawah kekuasaan Islam jauh meninggalkan
negara-negara tetangganya di Eropa terutama dalam bidang pemikiran dan sains di
samping bangunan fisik.[17] Yang terpenting di
antaranya adalah pemikiran Ibn Rusyd,
ia melepaskan belenggu taqlid dan
menganjurkan kebebasan berpikir. Ia mengulas pemikiran Aristoteles dengan cara yang
memikat minat semua orang yang berpikiran bebas. Demikan besar pengaruhnya di
Eropa, hingga timbul gerakan Averroeisme yang menuntut kebebasan berpikir.
Pengaruh
peradaban Islam, termasuk di dalamnya pemikiran Ibn Rusyd ke Eropa berawaldari
banyaknya pemuda Kristen yang belajar di Universitas-universitas Islam di
Spanyol, dan selama belajar di sana
mereka aktif menerjemahkan buku-buku karya ilmuwan-ilmuwan muslim. Setelah
pulang, mereka mendirikan sekolah dan universitas yang sama. Di dalam
universitas-universitas itu, ilmu yang mereka peroleh dari
universitas-universitas Islam diajarkan seperti ilmu kedokteran, ilmu pasti dan
filsafat mereka kembangkan di sana.
Pemikiran filsafat yang paling banyak dipelajari adalah pemikiran al-Farabi,
Ibn Sina dan Ibn Rusyd.[18]
Pengaruh
ilmu pengetahuan Islam atas Eropa itu pada akhirnya menimbulkan gerakan
kebangkitan kembali pusaka Yunani di Eropa pada abad ke 14 M. Berkembangnya
pemikiran Yunani di Eropa ini adalah melalui terjemahan-terjemahan Arab yang
dipelajari kemudian diterjemahkan kembali ke dalam bahasa latin.[19]
Jadi
dengan demikian, Islam di Spanyol telah membidani gerakan-gerakan penting di
Eropa, antara lain adalah kebangkitan kembali kebudayaan Yunani klasik pada
abad 14 M, gerakan reformasi pada abad ke 16 M, rasionalisme pada abad ke 17 M
dan pencerahan pada abad 18 M.[20]
4.
Kejatuhan Dinasti
a. Faktor terusirnya umat Islam dari kawasan Spanyol
Islam di Spanyol selain mengalami
kemajuan yang begitu gemilang di daratan Eropa, pada akhirnya juga mengalami
kehancuran yang disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :
1.
Konflik Islam dengan Kristen
Dalam penaklukan Spanyol, para
penguasa muslim tidak melakukan islamisasi secara sempurna, mereka membiarkan
orang-orang Kristen yang sudah ditaklukkannya mempertahankan hukum dan adat
mereka, namun demikian, kehadiran orang Arab Islam telah memperkuat rasa
kebangsaan orang-orang Spanyol Kristen dan hal inilah yang menyebabkan negara
Islam di Spanyol tidak pernah berhenti dari pertentangan antara Islam dan
Kristen.[21]
2.
Tidak adanya ideologi pemersatu
Di tempat-tempat lain biasanya para
mu’allaf diperlakukan sebagai orang Islam yang sederajat, di Spanyol ternyata orang-orang
Arab tidak pernah menerima orang-orang pribumi. Mereka masih memberi istilah ibad dan muwalladun yang dinilai merendahkan. Akibatnya lambat laun kelompok
etnis non Arab yang ada sering menggerogoti dan merusak perdamaian. [22]
3.
Kesulitan ekonomi
Di paruh kedua masa Islam di Spanyol
para penguasa gencar-gencarnya membangun kota
dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan serius, hingga lalai dalam mengembangkan
perekonomian. Hal inilah yang mengakibatkan Spanyol saat itu mengalami
kesulitan ekonomi yang amat berat dan mempengaruhi kondisi politik dan militer.[23]
4.
Tidak jelasnya sistem peralihan
kekuasaan
Dengan tidak adanya kejelasan tentang
sistem peralihan kekuasaan di Spanyol, hal ini menyebabkan perebutan kekuasaan
di antara ahli waris. Bahkan karena inilah kekuasaan Islam di Spanyol runtuh
dan muncul Muluk al-Thawaif.
5.
Keterpencilan
Islam Spanyol bagaikan terpencil dari
dunia Islam yang lain, ia selalu berjuang sendirian tanpa mendapat bantuan
kecuali dari Afrika Utara. Dengan demikian, tidak ada kekuatan alternatif yang
mampu membendung kebangkitan orang Kristen di sana.
C.
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari
pemaparan materi di atas, dapat disimpulkan bahwa Spanyol
merupakan tempat yang paling utama bagi Eropa dalam penyerapan ilmu pengetahuan
yang dikembangkan umat Islam di sana serta peradabannya, baik dalam hubungan
politik, sosial, maupun ekonomi dan peradaban antar negara. Orang-orang eropa
menyaksikan kenyataan bahwa Spanyol berada di bawah kekuasaan Islam jauh
meninggalkan negara-negara tetangganya di Eropa, terutama dalam bidang
pemikiran dan sains. Di samping itu juga peradabannya yakni bangunan-bangunan
fisik lainya. Selanjutnya dari wilayah Spanyol ini mengalir berbagai
pengetahuan untuk memajukan dan memperbaiki segala ketinggalannya bahkan
mencapai kejayaannya hingga abad ini sebagaimana yang kita alami saat ini.
2. Saran
Di dalam makalah ini, penulis sadar
betul akan semua kekurangan penulis baik secara materi maupun non materi
sehingga penulis yakin masih banyak kekurangan dan kesalahan yang perlu untuk
diperbaiki. Untuk itu, penulis berharap kepada semua teman-teman agar berkenan
memberikan sumbangsih pemikiran dan mengkaji lebih dalam lagi terhadap makalah
ini demi kesempurnaannya.
DAFTAR PUSTAKA
Abd al-Badi’, Luthfi. 1969. al-Islam
Fi Isbaniya, Kairo: Maktabah al-Nahdhah al-Mishriyah.
Fajhri, Majid. 1986. Sejarah Filsafat Islam, Jakarta: Pustaka Jaya.
K. Bertens. 1986. Ringkasan Sejarah Filsafat, Yogyakarta: Kanisius.
K Hitti, Philip. 1970. History
of the Arabs, London:
Macmillan Press.
Syalabi, Ahmad. 1983. Sejarah Dan Kebudayaan Islam, jilid 2, Jakarta: Pustaka AlHusna.
Yatim, Badri. 2008. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Watt, W.
Montogomery. 1990. Kejayaan Islam: Kajian
kritis dari tokoh Orientalis, Yogyakarta:
tiara Wacana.
Zaidan, Jurji. Tarikh al-Tamaddun al-Islami, Juz III,
Kairo: Dar al-Hilal.
[1]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008),
88.
[2]Philip K Hitti, History of the Arabs, (London: Macmillan
Press, 1970), 493.
[3]A. Syalabi, Sejarah Dan Kebudayaan Islam, jilid 2, (Jakarta:
Pustaka AlHusna, 1983), 161.
[4]Badri yatim, op.cit., 93
[6] Ibid., 94
[7]Jurji Zaidan, Tarikh
al-Tamaddun al-Islami, Juz III, (Kairo: Dar al-Hilal), 200.
[8] Badri yatim, op.cit., 96.
[9]W. Montogomery Watt, Kejayaan
Islam: Kajian kritis dari tokoh Orientalis, (Yogyakarta: tiara Wacana,
1990), 218.
[10] A. Syalabi,, op.cit., 76
[11]Ibid., 78
[12] Luthfi Abd al-Badi’, al-Islam
Fi Isbaniya,( Kairo: Maktabah al-Nahdhah al-Mishriyah, 1969), 38.
[14]A. Syalabi, op.cit., 86.
[15]Badri yatim, op.cit., 102.
[16]A. Syalabi, op.cit.,
88.
[17] Philip K Hitti,, op.cit.,
530.
[19]K. Bertens, Ringkasan Sejarah
Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 1986), 32.
[20]Badri Yatim, op.cit., 110.
[22]Ibid., 107.

No comments:
Post a Comment