Misi Damai Sri Kresna / Dharmaduta
Sebelum keputusan untuk berperang
diumumkan, para Pandawa berusaha mencari sekutu dengan mengirimkan surat
permohonan kepada para Raja di daratan India Kuno agar mau mengirimkan
pasukannya untuk membantu para Pandawa jika perang besar akan terjadi. Begitu
juga yang dilakukan oleh para Korawa, mencari sekutu. Hal itu membuat para Raja
di daratan India Kuno terbagi menjadi dua pihak, pihak Pandawa dan pihak
Korawa.
Sementara itu, Kresna mencoba untuk
melakukan perundingan damai. Kresna pergi ke Hastinapura untuk mengusulkan
perdamaian antara pihak Pandawa dan Korawa. Namun Duryodana menolak usul Kresna
dan merasa dilecehkan, maka ia menyuruh para prajuritnya untuk menangkap Kresna
sebelum meninggalkan istana.
Tetapi Kresna bukanlah manusia biasa.
Ia mengeluarkan sinar menyilaukan yang membutakan mata para prajurit Duryodana
yang hendak menangkapnya. Pada saat itu pula ia menunjukkan bentuk rohaninya
yang hanya disaksikan oleh tiga orang berhati suci: Bisma, Drona, dan Widura.
Setelah Kresna meninggalkan istana
Hastinapura, ia pergi ke Uplaplawya untuk memberitahu para Pandawa bahwa perang
tak akan bisa dicegah lagi. Ia meminta agar para Pandawa menyiapkan tentara dan
memberitahu para sekutu bahwa perang besar akan terjadi.
Persiapan perang
Kresna tidak bersedia bertempur secara
pribadi. Ia mengajukan pilihan kepada para Pandawa dan Korawa, bahwa salah satu
boleh meminta pasukan Kresna yang jumlahnya besar sementara yang lain boleh
memanfaatkan tenaganya sebagai seorang ksatria. Mendapat kesempatan itu, Arjuna
dan Duryodana pergi ke Dwaraka untuk memilih salah satu dari dua pilihan tersebut.
Duryodana jenius di bidang politik,
maka ia memilih tentara Kresna. Sedangkan para Pandawa yang diwakili Arjuna,
bersemangat untuk meminta tenaga Sri Kresna sebagai seorang penasihat dan
memintanya agar bertempur tanpa senjata dimedan laga. Sri Kresna bersedia
mengabulkan permohonan tersebut, dan kedua belah pihak merasa puas.
Pandawa telah mendapatkan tenaga Kresna, sementara Korawa
telah mendapatkan tentara Kresna. Persiapan perang dimatangkan. Sekutu kedua
belah pihak yang terdiri dari para Raja dan ksatria gagah perkasa dengan
diringi pasukan yang jumlahnya sangat besar berdatangan dari berbagai penjuru
India dan berkumpul di markasnya masing-masing.
Pandawa memiliki tujuh divisi
sementara Korawa memiliki sebelas divisi.
Beberapa kerajaan pada zaman India kuno
seperti Kerajaan Dwaraka, Kerajaan Kasi, Kerajaan Kekeya, Magada, Matsya,
Chedi, Pandya dan wangsa Yadu dari Mandura bersekutu dengan para Pandawa;
sementara sekutu para Korawa terdiri dari Raja Pragjyotisha, Anga,
Kekaya, Sindhudesa, Mahishmati, Awanti dari Madhyadesa, Kerajaan Madra,
Kerajaan Gandhara, Kerajaan Bahlika, Kamboja, dan masih banyak lagi.
Persiapan perang Pihak Pandawa
Melihat tidak ada harapan untuk
berdamai, Yudistira, kakak sulung para Pandawa, meminta saudara-saudaranya
untuk mengatur pasukan mereka. Pasukan Pandawa dibagi menjadi tujuh divisi.
Setiap divisi dipimpin oleh Drupada, Wirata, Drestadyumna, Srikandi, Satyaki,
Cekitana dan Bima.
Setelah berunding dengan para pemimpin
mereka, para Pandawa menunjuk Drestadyumna sebagai panglima perang pasukan
Pandawa. Mahabharata menyebutkan bahwa seluruh kerajaan di daratan Indiautara
bersekutu dengan Pandawa dan memberikannya pasukan yang jumlahnya besar.
Beberapa di antara mereka yakni: Kerajaan Kekeya, Kerajaan Pandya, Kerajaan
Chola, Kerajaan Kerala, KerajaanMagadha, dan masih banyak lagi.
Persiapan perang Pihak Korawa
Duryodana meminta Bisma untuk memimpin
pasukan Korawa. Bisma menerimanya dengan perasaan bahwa ketika ia bertarung
dengan tulus ikhlas, ia tidak akan tega menyakiti para Pandawa.
Bisma juga tidak ingin bertarung di
sisi Karna dan tidak akan membiarkan-nya menyerang Pandawa tanpa aba-aba
darinya. Bisma juga tidak ingin dia dan Karna menyerang Pandawa bersamaan
dengan ksatria Korawa lainnya. Ia tidak ingin penyerangan secara serentak
dilakukan oleh Karna dengan alasan bahwa kasta Karna lebih rendah.
Bagaimanapun juga, Duryodana memaklumi
keadaan Bisma dan mengangkatnya sebagai panglima tertinggi pasukan
Korawa.
Pasukan dibagi menjadi sebelas divisi.
Seratus Korawa dipimpin oleh Duryodana sendiri bersama dengan adiknya —
Duhsasana, putera kedua Dretarastra, dan dalam pertempuran Korawa dibantu oleh
Rsi Drona dan putranya Aswatama, kakak ipar para Korawa — Jayadrata, guru
Kripa, Kritawarma, Salya, Sudaksina, Burisrawa, Bahlika, Sangkuni, dan masih
banyak lagi para ksatria dan Raja gagah perkasa yang memihak Korawa demi
Hastinapura maupun Dretarastra.
Pihak netral.
Kerajaan Widarbha dan rajanya, Raja
Rukmi, selayaknya kakak Kresna, Baladewa, adalah pihak yang netral dalam
peperangan tersebut.
Divisi pasukan dan persenjataan.
Setiap pihak memiliki jumlah pasukan yang besar. Pasukan
tersebut dibagi-bagi ke dalam divisi (akshauhini). Setiap divisi berjumlah
218.700 prajurit yang terdiri dari:
- 21.870 pasukan berkereta kuda
- 21.870 pasukan penunggang gajah
- 65.610 pasukan penunggang kuda
- 109.350 tentara biasa
Perbandingan jumlah mereka adalah 1:1:3:5. Pasukan pandawa memiliki 7 divisi,
total pasukan=1.530.900 orang. Pasukan Korawa memiliki 11 divisi, total
pasukan=2.405.700 orang. Total seluruh pasukan yang terlibat dalam
perang=3.936.600 orang. Jumlah pasukan yang terlibat dalam perang sangat banyak
sebab divisi pasukan kedua belah pihak merupakan gabungan dari divisi pasukan
kerajaan lain di seluruh daratan India.
Senjata yang digunakan dalam perang di Kurukshetra merupakan senjata kuno dan
primitif, contohnya: panah; tombak; pedang; golok; kapak-perang; gada; dan
sebagainya. Paraksatria terkemuka seperti Arjuna, Bisma, Karna, Aswatama, Drona,
dan Abimanyu, memilih senjata panah karena sesuai dengan keahlian mereka. Bima
dan Duryodana memilih senjata gada untuk bertarung.
Formasi militer.
Dalam setiap perang di zaman
Mahabharata, formasi militer adalah hal yang penting. Dengan formasi yang baik
dan sempurna, maka musuh juga lebih mudah ditaklukkan.
Ada beberapa formasi, masing-masing
memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri. Formasi militer tersebut sebagai
berikut:
- Krauncha Vyuha (formasi bangau)
- Chakra Vyuha (formasi cakram / melingkar)
- Kurma Vyuha (formasi kura-kura)
- Makara Vyuha (formasi buaya)
- Trisula Vyuha (formasi
trisula)
- Sarpa Vyuha (formasi ular)
- Kamala atau Padma Vyuha (formasi
teratai)
Sulit mengindikasi dengan tepat makna
dari nama-nama formasi tersebut. Nama formasi mungkin saja mengindikasi bahwa
sebuah pasukan memilih suatu bentuk tertentu (seperti elang, bangau, dll)
sebagai formasi, atau mungkin saja nama suatu formasi berarti strategi mereka
mirip dengan suatu hewan/hal tertentu.
Aturan perang.
Dua pemimpin tertinggi dari kedua belah
pihak bertemu dan membuat “peraturan tentang perlakuan yang
etis”—Dharmayuddha—sebagai aturan perang. Peraturan tersebut sebagai berikut:
1.
Pertempuran harus dimulai setelah
matahari terbit dan harus segera dihentikan saat matahari terbenam.
2.
Pertempuran satu lawan satu; tidak
boleh mengeroyok prajurit yang sedang sendirian.
3.
Dua ksatria boleh bertempur secara
pribadi jika mereka memiliki senjata yang sama atau menaiki kendaraan yang sama
(kuda, gajah, atau kereta).
4.
Tidak boleh membunuh prajurit yang
menyerahkan diri.
5.
Seseorang yang menyerahkan diri harus
menjadi tawanan perang atau budak.
6.
Tidak boleh membunuh atau melukai
prajurit yang tidak bersenjata.
7.
Tidak boleh membunuh atau melukai
prajurit yang dalam keadaan tidak sadar.
8.
Tidak boleh membunuh atau melukai
seseorang atau binatang yang tidak ikut berperang.
9.
Tidak boleh membunuh atau melukai
prajurit dari belakang.
10. Tidak boleh menyerang wanita.
11. Tidak boleh menyerang hewan yang tidak
dianggap sebagai ancaman langsung.
Peraturan khusus yang dibuat untuk
setiap senjata mesti diikuti. Sebagai contoh, dilarang memukul bagian pinggang
ke bawah pada saat bertarung menggunakan gada.Bagaimanapun juga, para ksatria
tidak boleh berjanji untuk berperang dengan curang.
Kebanyakan peraturan tersebut dilanggar
sesekali oleh kedua belah pihak.



No comments:
Post a Comment