Jalannya Pertempuran.
Persiapan Tempur
Pertempuran berlangsung selama 18 hari.
Pertempuran berlangsung pada saat matahari muncul dan harus segera diakhiri
pada saat matahari terbenam. Kedua belah pihak bertarung di dataran Kurukshetra
dan setiap hari terjadi pertempuran yang berlangsung sengit dan mengesankan.
Dalam setiap pertarungan yang terjadi dalam 18 hari tersebut, ksatria yang
tidak terbunuh dan berhasil mempertahankan nyawanya adalah pemenang karena
pertempuran tersebut adalah pertempuran menuju kematian. Siapa yang bertahan
hidup dan berhasil memusnahkan lawan-lawannya, dialah pemenangnya.
- Beberapa saat sebelum perang
Pada hari pertempuran pertama, begitu
juga pada hari-hari berikutnya, pasukan para Korawa berbaris menghadap barat
sedangkan pasukan para Pandawa berbaris menghadap timur. Pasukan Korawa
membentuk formasi seperti burung elang: pasukan penunggang gajah sebagai
tubuhnya; pasukan para Raja dan ksatria di barisan depan sebagai kepalanya; dan
pasukan penunggang kuda sebagai sayapnya. Dalam urusan perang, Bisma
berkonsultasi dengan panglima Drona, Bahlika dan Kripa.
Pasukan Pandawa diatur oleh Yudistira
dan Arjuna agar membentuk “formasi Vajra”. Karena pasukan Pandawa lebih kecil
daripada pasukan Korawa, maka strategi berperang dibuat agar memungkinkan
pasukan yang kecil untuk menyerang pasukan yang besar. Sesuai strategi Pandawa,
pasukan pemanah akan menghujani musuh dengan panah dari belakang pasukan garis
depan. Pasukan garis depan menggunakan senjata langsung jarak pendek seperti:
gada, pedang, kapak, tombak, dll. Pasukan Korawa terdiri dari sebelas divisi di
bawah perintah Bisma. Sepuluh divisi pasukan Korawa membentuk barisan yang
sangat hebat, sedangkan divisi kesebelas masih berada di bawah aba-aba langsung
dari Bisma, dan sebagian divisi melindunginya dari serangan langsung karena
Resi Bisma sangat berguna dan merupakan harapan untuk menang.
Setelah sepakat dengan formasi dan
strategi masing-masing, pasukan kedua belah pihak berbaris rapi. Para Raja dan
ksatria gagah perkasa tampak siap untuk berperang. Duryodana optimis melihat
pasukan Korawa memiliki para ksatria tangguh yang setara dengan Bima dan
Arjuna. Namun ada tokoh-tokoh lain yang setara dengan mereka seperti Yuyudana,
Wirata, dan Drupada yang ia anggap sebagai batu rintangan dalam mencapai
kajayaan dalam pertempuran. Ia juga optimis karena ksatria-ksatria yang sangat
ahli di bidang militer, yaitu Bisma, Karna, Kritawarma, Wikarna, Burisrawas,
dan Kripa, ada di pihaknya. Selain itu Raja agung seperti Yudhamanyu dan
Uttamauja yang sangat perkasa juga turut berpartisipasi dalam pertempuran
sebagai penghancur bagi musuh-musuhnya. Bisma, dengan diikuti oleh Para Raja
dan ksatria dari kedua belah pihak meniup “sangkala” (terompet kerang) mereka
tanda pertempuran akan segera dimulai.
Ketika terompet sudah ditiup dan kedua
pasukan sudah berhadap-hadapan, bersiap-siap untuk bertempur, Arjuna menyuruh
Kresna, guru spiritual sekaligus kusir keretanya, agar mengemudikan keretanya
menuju ke tengah medan pertempuran supaya ia bisa melihat, siapa yang siap
bertempur dan siapa yang harus ia hadapi.
Tiba-tiba Arjuna dilanda perasaan takut
akan kemusnahan wangsa Bharata, keturunan Kuru, nenek moyangnya. Arjuna juga
dilanda kebimbangan akan melanjutkan pertarungan atau tidak. Ia melihat kakek
tercintanya, bersama-sama dengan gurunya, paman, saudara sepupu, ipar, mertua,
dan teman bermain semasa kecil, semuanya kini berada di Kurukshetra, harus
bertarung dengannya dan saling bunuh. Arjuna merasa lemah dan tidak tega untuk
melakukannya Arjuna menjadi gelisah untuk berperang melawan saudara-saudaranya.
Dilanda oleh pergolakan batin, antara
mana yang merupakan ajaran agama, mana yang benar dan mana yang salah, Arjuna
bertanya kepada Kresna yang mengetahui dengan baik segala ajaran agama. Kresna,
yang memilih menjadi kusir kereta Arjuna, menjelaskan dengan panjang lebar
ajaran-ajaran ketuhanan dan kewajiban seorang ksatria, agar dapat membedakan
antara yang baik dengan yang salah. Ajaran tersebut kemudian dirangkum menjadi
sebuah kitab filsafat yang sangat terkenal yang bernama Bhagawad Gita.
Visvarupa Sri Krisna
Dalam Bhagawad Gita, Kresna menyuruh
Arjuna untuk tidak ragu dalam melakukan kewajibannya sebagai seorang ksatria
yang berada di jalur yang benar. Ia juga mengingatkan bahwa kewajiban Arjuna
adalah membunuh siapa saja yang ingin mengalahkan kebajikan dengan kejahatan.
Kemudian Sri Kresna menunjukkan bentuk semestanya kepada Arjuna, agar Arjuna
tahu siapa ia sesungguhnya sehingga segala keraguan dalam hatinya sirna. Dalam
wujud semesta tersebut, ia meyakinkan Arjuna bahwa sebagian besar para ksatria
perkasa di kedua belah pihak telah dihancurkan, dan yang bertahan hidup hanya
beberapa orang saja, maka tanpa ragu Arjuna harus mau bertempur.
Sebelum pertempuran dimulai, Yudistira
melakukan sesuatu yang mengejutkan. Tiba-tiba ia meletakkan senjata, melepaskan
baju zirah, turun dari kereta dan berjalan ke arah pasukan Korawa dengan
mencakupkan tangan seperti berdoa. Para Pandawa dan para Korawa tidak percaya
dengan apa yang dilakukannya, dan mereka berpikir bahwa Yudistira sudah
menyerah bahkan sebelum panah sempat melesat. Ternyata Yudistira tidak
menyerah. Dengan hati yang suci Yudistira menyembah Bisma dan memohon berkah akan
keberhasilan. Bisma, kakek dari para Pandawa dan Korawa, memberkati Yudistira.
Setelah itu, Yudistira kembali menaiki keretanya dan pertempuran siap untuk
dimulai.
Pertempuran hari pertama.
Setelah isyarat penyerangan diumumkan, kedua belah pihak
maju dengan senjata lengkap. Divisi pasukan Korawa dan divisi pasukan Pandawa
saling bantai. Bisma maju menyerang tentara Pandawa dan membinasakan apapun
yang menghalangi jalannya. Abimanyu putra Arjuna melihat hal tersebut dan
menyuruh para pamannya agar berhati-hati. Ia sendiri mencoba menyerang Bisma
dan para pengawalnya, namun usaha para kesatria Pandawa tidak berhasil. Mereka
menerima kekalahan.
Putra Raja Wirata – Utara – maju menghadapi Salya Raja Madra. Utara yang
menaiki gajah perang, mencoba melumpuhkan kereta perang Salya. Setelah
keretanya lumpuh, Salya meluncurkan senjata lembingnya ke arah Utara. Senjata
tersebut menembus baju zirah Utara. Kemudian, Salya menyerang gajah tunggangan
Utara dengan panah-panahnya. Utara dan gajahnya pun gugur seketika. Setelah
Utara gugur, Sweta mengamuk. Dengan nafsu membunuh, ia mengejar Salya. Para
kesatria Korawa yang menyadari hal itu segera melindungi Salya, namun tidak ada
yang mampu mengatasi kemarahan Sweta. Akhirnya Bisma turun tangan. Dengan
senjata khusus, ia memanah Sweta sehingga kesatria tersebut gugur seketika.
Ketidakmampuan Pandawa melawan Bisma, serta kematian Utara dan Sweta di hari
pertama, membuat Yudistira menjadi pesimis. Namun Sri Kresna berkata bahwa
kemenangan sesungguhnya akan berada di pihak Pandawa.
- Pertempuran hari kedua.
Pada hari kedua, Arjuna bertekad untuk membalikkan keadaan yang didapat pada
hari pertama. Arjuna mencoba untuk menyerang Bisma dan membunuhnya, namun para
pasukan Korawa berbaris di sekeliling Bisma dan melindunginya dengan segenap
tenaga sehingga meyulitkan Arjuna. Pasukan Korawa menyerang Arjuna yang hendak
membunuh Bisma. Kedua belah pihak saling bantai, dan sebagian besar pasukan
Korawa gugur di tangan Arjuna. Setelah menyapu seluruh pasukan Korawa, Arjuna
dan Bisma terlibat dalam duel sengit. Sementara itu Drona menyerang
Drestadyumna bertubi-tubi dan mematahkan panahnya berkali-kali. Bima yang
melihat keadaan tersebut menyongsong Drestadyumna dan menyelamatkan nyawanya.
Duryodana mengirim pasukan bantuan dari kerajaan Kalinga untuk menyerang Bima,
namun serangan dari Duryodana tidak berhasil dan pasukannya gugur semua.
Satyaki yang bersekutu dengan Pandawa memanah kusir kereta Bisma sampai
meninggal. Tanpa kusir, kuda melarikan kereta Bisma menjauhi medan laga. Di akhir
hari kedua, pihak Korawa mendapat kekalahan.
- Pertempuran hari ketiga.
Kesabaran Kresna habis sehingga ia ingin membunuh Bisma dengan tangannya
sendiri, namun dicegah oleh Arjuna.
Pada hari ketiga, Bisma memberi instruksi agar pasukan Korawa membentuk formasi
burung elang dengan dirinya sendiri sebagai panglima berada di garis depan
sementara tentara Duryodana melindungi barisan belakang. Bisma ingin agar tidak
terjadi kegagalan lagi. Sementara itu para Pandawa mengantisipasinya dengan
membentuk formasi bulan sabit dengan Bima dan Arjuna sebagai pemimpin sayap
kanan dan kiri. Pasukan Korawa menitikberatkan penyerangannya kepada Arjuna.
Kemudian kereta Arjuna diserbu oleh berbagai panah dan tombak. Dengan
kemahirannya yang hebat, Arjuna membentengi keretanya dengan arus panah yang
tak terhitung jumlahnya.
Abimanyu dan Satyaki menggabungkan kekuatan untuk menghancurkan tentara Gandara
milik Sangkuni. Bima dan putranya, Gatotkaca, menyerang Duryodana yang berada
di barisan belakang. Panah Bima melesat menuju Duryodana yang menukik di atas
keretanya. Kusir keretanya segera membawanya menjauhi pertempuran. Tentara
Duryodana melihat pemimpinnya menjauhi pertarungan. Bisma melihat hal tersebut
lalu menyuruh agar pasukan bersiap siaga dan membentuk kembali formasi,
kemudian Duryodana datang kembali dan memimpin tentaranya. Duryodana marah
kepada Bisma karena masih segan untuk menyerang para Pandawa. Bisma kemudian
sadar dan mengubah perasaannnya kepada para Pandawa.
Arjuna dan Kresna mencoba menyerang Bisma. Arjuna dan Bisma sekali lagi
terlibat dalam pertarungan yang bengis, meskipun Arjuna masih merasa tega dan
segan untuk melawan kakeknya. Kresna menjadi sangat marah dengan keadaan itu
dan berkata, "Aku sudah tak bisa bersabar lagi, Aku akan membunuh Bisma
dengan tanganku sendiri," lalu ia mengambil sejata cakranya dan berlari ke
arah Bisma. Arjuna berlari mengejarnya dan mencegah Kresna untuk melakukannya.
Kemudian mereka berdua melanjutkan pertarungan dan membinasakan banyak pasukan
Korawa.
- Pertempuran
hari keempat .
Hari keempat merupakan hari dimana Bima menunjukkan keberaniannya. Bisma
memerintahkan pasukan Korawa untuk bergerak. Abimanyu dikepung oleh para
ksatria Korawa lalu diserang. Arjuna melihat hal tersebut lalu menolong
Abimanyu. Bima muncul pada saat yang genting tersebut lalu menyerang para
kstria Korawa dengan gada. Kemudian Duryodana mengirimkan pasukan gajah untuk
menyerang Bima. Ketika Bima melihat pasukan gajah menuju ke arahnya, ia turun
dari kereta dan menyerang mereka satu persatu dengan gada baja miliknya. Mereka
dilempar dan dibanting ke arah pasukan Korawa. Kemudian Bima menyerang para
kesatria Korawa dan membunuh delapan adik Duryodana. Akhirnya ia dipanah dan
tersungkur di keretanya. Gatotkaca melihat hal tersebut, lalu merasa sangat
marah kepada pasukan Korawa. Bisma menasehati bahwa tidak ada yang mampu
melawan Gatotkaca yang sedang marah, lalu menyuruh pasukan agar mundur. Pada
hari itu, Duryodana merasa sedih telah kehilangan saudara-saudaranya.
Saat pertempuran di hari itu berakhir, Duryodana yang diliputi duka dan
kekecewaan datang menemui Bisma untuk menanyakan penyebab Pandawa mampu
bertahan dan mengalahkan kekuatan pasukan Korawa yang konon amat dahsyat. Bisma
menjawab bahwa Pandawa bertindak di bawah panji kebenaran, sehingga lebih baik
mengadakan perjanjian damai dengan mereka. Namun Duryodana yang keras kepala
tidak mau menuruti nasihat tersebut.
- Pertempuran hari kelima.
Pada hari kelima, pertempuran terus berlanjut. Pasukan Pandawa dengan segenap
tenaga membalas serangan Bisma. Bima berada di garis depan bersama Srikandi dan
Drestadyumna di sampingnya. Satyaki berhadapan dengan Drona dan kesulitan untuk
membalas serangannya. Bima pergi meninggalkan Srikandi yang menyerang Bisma.
Karena Srikandi berperan sebagai seorang wanita, Bisma menolak untuk bertarung
dan pergi. Sementara itu, Satyaki membinasakan pasukan besar yang dikirim untuk
menyerangnya. Pertempuran dilanjutkan dengan pertarungan antara Setyaki melawan
Burisrawa dan kemudian Satyaki kesusahan sehingga berada dalam situasi genting.
Melihat hal itu, Bima datang melindungi Satyaki dan menyelamatkan nyawanya. Di
tempat lain, Arjuna bertempur dan membunuh ribuan tentara yang dikirim
Duryodana untuk menyerangnya.
- Pertempuran hari keenam.
Yudistira menyuruh Drestadyumna agar membentuk formasi Makara, dengan Drupada
dan Arjuna sebagai pemimpin garis depan. Untuk menandingi kekuatan Yudistira,
Bisma menginstruksikan agar pasukan Korawa membentuk formasi burung bangau,
dengan Balhika dan angkatan perangnya sebagai pemimpin garis depan.
Bima bertarung melawan Drona dengan sengit. Bima memanah kusir kereta Drona
sehingga tewas seketika. Drona mengambil alih kedudukan kusirnya, lalu
menghancurkan sebagian besar pasukan Pandawa. Serangan Drona dihadapi oleh Drestadyumna.
Sementara itu, Bima melancarkan serangan ke garis pertahanan yang terdiri dari
putra-putra Dretarastra, yaitu: Dursasana, Durwisaha, Dursaha, Durmada, Jaya,
Jayasena, Wikarna, Citrasena, Sudarsana, Carucitra, Duskarna, Karna (Karna adik
Duryodana, bukan Karna sahabat Duryodana). Mereka semua mengepung Bima dari
segala penjuru. Bima meloncat turun dari keretanya sambil membawa gada. Di
tengah pasukan musuh, Bima mengamuk sehingga pasukan Korawa kacau-balau.
Melihat Bima dalam bahaya, Drestadyumna segera meninggalkan Drona dengan maksud
membantu Bima. Dengan bantuan Drestadyumna, Bima menghancurkan pasukan Korawa
dengan lebih mudah.
Setelah menyaksikan Bima dalam bahaya, Yudistira mengirim Abimanyu untuk
membantu pamannya tersebut. Abimanyu melawan para putra Dretarastra, sementara
Duryodana dihadapi oleh lima putra Dropadi, yaitu Pratiwindya, Sutasoma,
Srutakarma, Satanika, dan Srutakirti. Menjelang sore hari, Bisma masih mengamuk
menghancurkan pasukan Pandawa. Akhirnya, matahari terbenam dan seluruh pasukan
ditarik mundur pada malam hari itu.
- Pertempuran hari ketujuh.
Pada hari ketujuh, pasukan Korawa di bawah instruksi Bisma membentuk formasi
Mandala. Untuk mengantisipasinya, Yudistira menginstruksikan agar pasukan
Pandawa membentuk formasi Bajra. Arjuna berhasil merusak formasi Mandala,
sehingga Bisma maju untuk menghadapinya. Sementara itu, Drona bertarung
menghadapi Wirata Raja Matsya. Dengan serangan panahnya, Drona membuat kereta
perang Wirata lumpuh. Kemudian Wirata meloncat dari keretanya untuk berpindah
ke kereta Sangka, putranya. Meskipun Wirata dan Sangka sudah menggabungkan
kekuatan, namun Drona masih tak terkalahkan. Sebaliknya, Drona berhasil
menembakkan empat batang panah penembus baju zirah ke arah Sangka. Panah
tersebut bersarang di dada Sangka, kemudian merenggut nyawanya.
Sementara itu, Satyaki bertarung menghadapi raksasa Alambusa, sedangkan
Drestadyumna menghadapi Duryodana. Satyaki berhasil mengalahkan raksasa
Alambusa, sementara Drestadyumna berhasil melukai tubuh Duryodana dengan tujuh
anak panah. Kemudian panah-panah menembus tubuh kuda dan kusir kereta Duryodana
sehingga kendaraan tersebut lumpuh. Duryodana meloncat dari keretanya lalu
diselamatkan oleh pamannya, Sangkuni dari Gandhara. Di tempat lain, Srikandi
maju menghadapi Bisma. Bisma tidak menghiraukan Srikandi karena kesatria
tersebut bersifat kewanitaan, sehingga ia lebih memilih menghancurkan pasukan
Srinjaya, sekutu Pandawa.
Pada hari tersebut, para kesatria Korawa lebih banyak menderita kekalahan
dibandingkan pihak Pandawa. Hal tersebut membuat Dretarastra, ayah para Korawa
merasa sedih. Sanjaya, penasihat Dretarastra mengatakan bahwa ia tidak perlu
bersedih sebab kehancuran putra-putranya disebabkan oleh perbuatan mereka
sendiri. Sanjaya menambahkan, bahwa kematian para kesatria yang gugur di medan
perang akan membuka jalan surga bagi mereka.
- Pertempuran hari kedelapan.
Pada hari kedelapan, Bima membunuh delapan putera Dretarastra, yaitu: Sunaba,
Adityaketu, Wahwasin, Kundadara, Mahodara, Aparajita, Panditaka dan Wisalaksa.
Sunaba, Adityaketu, Aparajita dan Wisalaksa gugur dengan kepala terpenggal,
sedangkan yang lainnya gugur karena senjata panah yang diluncurkan Bima.
Setelah menyaksikan kematian mereka, Duryodana memerintahkan para saudaranya
yang masih hidup untuk membunuh Bima. Namun tak satu pun putra Dretarastra yang
berani maju menghadapi Bima setelah mereka menyaksikan kematian delapan
saudaranya.
Sementara itu, Sangkuni putra Subala, dengan didampingi oleh putra Hredika dari
kerajaan Satwata, menyerbu pasukan Pandawa. Pasukan penyerbu tersebut merupakan
kavaleri gabungan dari berbagai kerajaan di India, seperti Kamboja, Sindhu,
Mahi, Aratta, dll. Untuk menandinginya, Irawan putra Arjuna maju ke medan laga
sambil membawa pasukan berkuda dalam jumlah besar. Dengan pedang dan panah,
Irawan berhasil membunuh para saudara Sangkuni, kecuali Wresaba.
Setelah pasukan putra Subala kacau balau, Duryodana mengirim raksasa Alambusa
untuk membunuh Irawan. Kemudian, terjadilah pertempuran sengit antara Irawan
melawan Alambusa. Keduanya sama-sama menggunakan kekuatan sihir, sama-sama
sakti dan saling menghancurkan. Saat Irawan memunculkan seekor naga raksasa,
Alambusa menanggapinya dengan menjelma menjadi seekor burung garuda raksasa.
Burung siluman tersebut berhasil membunuh naga siluman yang dipanggil Irawan.
Hal itu membuat Irawan terpaku menyaksikan kekalahannya. Pada saat itu juga,
Alambusa memanfaatkan kesempatan tersebut untuk memenggal leher Irawan.
- Pertempuran hari kesembilan.
Pada hari kesembilan, Abimanyu putra Arjuna menghancurkan laskar Korawa sambil
mengamuk. Para kesatria terkemuka di pihak Korawa tidak mampu menghadapinya,
karena seolah-olah Abimanyu merupakan Arjuna yang kedua. Melihat prajuritnya
tercerai-berai, Duryodana memutuskan untuk mengirim raksasa Alambusa, putra
Resyasringga. Raksasa tersebut menuruti perintah Duryodana. Ribuan prajurit
Pandawa mati di tangannya, sehingga lima putra Dropadi bertindak. Mereka
mencoba menahan serangan raksasa tersebut, namun tidak berhasil. Sebaliknya,
justru nyawa mereka yang terancam. Setelah melihat para saudara tirinya sedang
terancam, Abimanyu segera datang membantu mereka sekaligus menghadapi raksasa
Alambusa. Tak lama kemudian, terjadilah pertempuran sengit antara Abimanyu
melawan raksasa Alambusa. Dengan kemahirannya menggunakan senjata panah,
Abimanyu berhasil mengalahkan Alambusa sehingga raksasa tersebut turun dari
keretanya sambil melarikan diri karena kesakitan.
Setelah Alambusa mengalami kekalahan, Bisma segera menghadapi Abimanyu. Dengan
dikawal oleh para kesatria tangguh dari pihak Korawa, Bisma maju menerjang
Abimanyu. Pada saat itu juga, Arjuna datang membantu Abimanyu. Kemudian Krepa
menyerang Arjuna sehingga terjadilah pertarungan sengit di antara mereka.
melihat keadaan tersebut, Satyaki datang membantu Arjuna. Aswatama putra Drona,
datang membantu Krepa dengan meluncurkan panah-panahnya. Namun ternyata Satyaki
mampu bertahan, bahkan membalas serangan Aswatama secara bertubi-tubi. Setelah
Aswatama lelah menghadapinya, Drona muncul untuk membantu putranya tersebut.
Sedangkan dari pihak Pandawa, Arjuna maju membantu Satyaki. Tak lama kemudian,
terjadilah pertempuran sengit antara Arjuna melawan Drona. Meskipun demikian,
baik Arjuna maupun Drona mampu bertahan hidup sebab mereka sama-sama sakti.
Kemudian, Kresna mengingatkan Arjuna untuk segera membunuh Bisma. Maka dari
itu, Arjuna segera memerintahkan Kresna untuk menjalankan keretanya menuju
Bisma. Saat menghadapi Bisma, Arjuna masih segan untuk mengerahkan seluruh
kemampuannya, sehingga pertarungan terlihat tidak dilakukan dengan
sungguh-sungguh. Melihat keadaan itu, Kresna menjadi marah. Ia turun dari
keretanya sambil membawa cemeti dengan tujuan membunuh Bisma. Bisma tidak
mengelak saat melihat tindakan Kresna. Sebaliknya, ia ikhlas apabila nyawanya
melayang di tangan Kresna. Menanggapi hal tersebut, Arjuna segera meloncat dari
keretanya, lalu memeluk kaki Kresna untuk menghentikan gerakan Kresna. Sekali
lagi, Arjuna memohon agar Kresna meredam amarahnya. Kresna hanya diam setelah
mendengar permohonan Arjuna. Kemudian mereka kembali menaiki kereta untuk
melanjutkan peperangan.
- Pertempuran hari kesepuluh.
Pada hari kesepuluh, Pandawa yang merasa tidak mungkin untuk mengalahkan Bisma
menyusun suatu strategi. Mereka berencana untuk menempatkan Srikandi di depan
kereta Arjuna, sementara Arjuna sendiri akan menyerang Bisma dari belakang
Srikandi. Srikandi dipilih sebagai tameng Arjuna sebab ia merupakan seorang
wanita yang berganti kelamin menjadi pria, dan hal itu membuat Bisma enggan
menyerang Srikandi. Disamping itu, Srikandi merupakan reinkarnasi Amba, wanita
yang mati karena perasaannya disakiti oleh Bisma, dan bersumpah akan terlahir
kembali sebagai pembunuh Bisma yang menjadi penyebab atas penderitaannya.
Srikandi menyerang Bisma, namun Bisma tidak menghiraukan serangannya.
Sebaliknya, ia malah tertawa, sebab ia tahu bahwa kehadiran Srikandi merupakan
pertanda buruk yang mampu mengantarnya menuju takdir kekalahan. Bisma juga tahu
bahwa ia ditakdirkan gugur karena Srikandi, maka dari itu ia merasa sia-sia
untuk melawan takdirnya. Bisma yang tidak tega untuk menyerang Srikandi, tidak
bisa menyerang Arjuna karena tubuh Srikandi menghalanginya. Hal itu
dimanfaatkan Arjuna untuk mehujani Bisma dengan ribuan panah yang mampu
menembus baju zirahnya. Ratusan panah yang ditembakkan Arjuna menembus tubuh
Bisma dan menancap di dagingnya.
Bisma terjatuh dari keretanya, namun badannya tidak menyentuh tanah karena
ditopang oleh panah-panah yang menancap di tubuhnya. Setelah Bisma jatuh,
pasukan Pandawa dan Korawa menghentikan pertarungannya sejenak lalu
mengelilingi Bisma. Bisma menyuruh Arjuna untuk meletakkan tiga anak panah di
bawah kepalanya sebagai bantal. Kemudian, Bisma meminta dibawakan air. Tanpa
ragu, Arjuna menembakkan panahnya ke tanah, lalu menyemburlah air dari tanah ke
mulut Bisma. Meskipun tubuhnya ditancapi ratusan panah, Bisma masih mampu
bertahan hidup sebab ia diberi anugrah untuk bisa menentukan waktu kematiannya
sendiri. Dalam keadaan seperti itu, ia memberi wejangan kepada para cucunya
yang melakukan peperangan. Meskipun sudah tak berdaya, Bisma mampu hidup selama
beberapa hari sambil menyaksikan kehancuran pasukan Korawa.
- Pertempuran hari kesebelas.
Setelah kekalahan Bisma pada hari kesepuluh, Karna memasuki medan laga dan
melegakan hati Duryodana. Ia mengangkat Drona sebagai panglima tertinggi
pasukan Korawa. Karna dan Duryodana berencana untuk menangkap Yudistira
hidup-hidup. Membunuh Yudistira di medan laga hanya membuat para Pandawa
semakin marah, sedangkan dengan adanya Yudistira para Pandawa mendapatkan
strategi perang. Drona membantu Karna dan Duryodana untuk menaklukkan
Yudistira. Ia memanah busur Yudistira hingga patah. Para Pandawa cemas karena
Yudistira akan menjadi tawanan perang. Melihat hal itu, Arjuna turun tangan dan
menghujani Drona dengan panah dan menggagalkan rencana Duryodana.
- Pertempuran hari kedua belas.
Setelah menerima kegagalan, Drona yakin bahwa rencana untuk menaklukkan
Yudistira sulit diwujudkan selama Arjuna masih ada. Raja Trigarta — Susarma —
bersama dengan 3 saudaranya dan 35 putera mereka berada di pihak Korawa dan
mencoba untuk membunuh Arjuna atau sebaliknya, gugur di tangan Arjuna. Mereka
turun ke medan laga pada hari kedua belas dan langsung menyerbu Arjuna. Namun
mereka tidak berhasil sehingga gugur satu persatu. Semakin hari kekuatan para
Pandawa semakin bertambah dan memberikan pukulan yang besar kepada pasukan
Korawa.
- Pertempuran hari ketiga
belas.
Ukiran di Kuil Hoysaleswara (Halebid,
India),
yang menggambarkan Abimanyu saat
terkurung dalam formasi Cakrabyuha.
Duryodana memanggil Bhagadatta, Raja
Pragjyotisha (di zaman sekarang disebut Assam, sebuah wilayah di India).
Bhagadatta merupakan putera dari Narakasura, raja yang dibunuh oleh Kresna
beberapa tahun sebelumnya. Bhagadatta memiliki ribuan gajah yang berukuran
sangat besar sebagai kekuatan pasukannya, dan ia dianggap sebagai kesatria
terkuat di antara seluruh kesatria penunggang gajah pada zamannya. Bhagadatta
menyerang Arjuna dengan mengendarai gajah raksasanya yang bernama Supratika. Pertempuran
antara Arjuna melawan Bhagadatta terjadi dengan sangat sengit.
Saat Arjuna sibuk dalam pertarungan yang sengit, di tempat lain, empat Pandawa
sulit mematahkan formasi Cakrabyuha yang disusun Drona. Yudistira melihat hal
tersebut dan menyuruh Abimanyu, putera Arjuna, untuk merusak formasi
Cakrabyuha, sebab Yudistira tahu bahwa hanya Arjuna dan Abimanyu yang bisa
mematahkan formasi tersebut. Saat Abimanyu memasuki formasi tersebut, empat
Pandawa melindunginya di belakang. Namun, keempat Pandawa dihadang Jayadrata
sehingga Abimanyu memasuki formasuki Cakrabyuha tanpa perlindungan. Akhirnya,
Abimanyu dikepung oleh para kesatria Korawa, lalu terbunuh oleh serangan
serentak.
Menjelang akhir hari kedua belas, setelah melalui pertarungan yang sengit, akhirnya
Bhagadatta dan Susarma gugur di tangan Arjuna. Sementara itu, Abimanyu gugur
karena terjebak dalam formasi Cakrabyuha. Setelah mengetahui kematian putranya,
Arjuna marah pada Jayadrata yang menghalangi usaha para Pandawa untuk
melindungi Abimanyu. Ia bersumpah akan membunuh Jayadrata pada hari keempat
belas. Ia juga bersumpah bahwa jika ia tidak berhasil melakukannya sampai
matahari terbenam, ia akan membakar dirinya sendiri.
- Pertempuran hari keempat
belas.
Saat berusaha mencari Jayadrata di medan pertempuran, Arjuna menghancurkan satu
aksauhini (109.350 tentara) prajurit Korawa. Pasukan Korawa melindungi
Jayadrata dengan baik, untuk mencegah Arjuna menyerangnya. Akhirnya, menjelang
sore, Arjuna mendapati bahwa Jayadrata dikawal oleh Karna dan lima kesatria
perkasa lainnya. Setelah melihat keadaan temannya, Kresna mengangkat Sudarsana
Cakra-nya untuk menutupi matahari, menipu seolah-olah matahari terbenam.
Seluruh prajurit menghantikan pertempuran karena merasa bahwa siang hari telah
berakhir. Dengan demikian, Jayadrata tanpa perlindungan. Saat matahari
menampakkan sinar terakhirnya di hari tersebut, Arjuna menembakkan panah
dahsyatnya yang kemudian memenggal kepala Jayadrata.
Pertempuran berlanjut setelah matahari terbenam. Saat bulan tampak bersinar,
Gatotkaca, putra Bima membunuh banyak kesatria, dan menyerang lewat udara.
Karna menghadapinya lalu mereka bertarung dengan sengit, sampai akhirnya Karna
mengeluarkan Indrastra, sebuah senjata surgawi yang diberikan kepadanya oleh
Dewa Indra. Gatotkaca yang menerima serangan tersebut lalu memperbesar ukuran
tubuhnya. Ia gugur seketika kemudian jatuh menimpa ribuan prajurit Korawa.
- Pertempuran hari kelima
belas.
Setelah Raja Drupada dan Raja Wirata dibunuh oleh Drona, Bima dan Drestadyumna
bertarung dengannya di hari kelima belas. Karena Drona amat kuat dan memiliki
brahamastra (senjata ilahi) yang tak terkalahkan, Kresna memberi isyarat pada
Yudistira bahwa Drona akan menyerah apabila Aswatama – putranya – gugur dalam
perang tersebut. Kemudian Bima membunuh seekor gajah bernama Aswatama, dan
berteriak dengan keras bahwa Aswatama gugur.
Drona mendekati Yudistira untuk mencari kepastian tentang kematian putranya.
Yudistira berkata "Ashwathama Hatha Kunjara", namun dua kata terakhir
"Hatha Kunjara" yang menerangkan bahwa seekor gajah telah mati, tidak
terdengar karena kegaduhan bunyi genderang dan terompet atas perintah Kresna
(versi yang berbeda menyebutkan bahwa Yudistira melafalkan kata-kata terakhir
tersebut dengan sangat pelan sehingga Drona tidak mendengar kata
"gajah"). Sebelum peristiwa tersebut, kereta perang Yudistira, yang
disebut Dharmaraja (Raja Kebenaran), melayang beberapa inci dari tanah. Setelah
peristiwa tersebut, keretanya menyentuh tanah. Setelah menduga bahwa putranya
telah tiada, Drona merasa berdukacita, dan menjatuhkan senjatanya. Kemudian ia
dibunuh oleh Drestadyumna untuk membalaskan dendam ayahnya sekaligus
melaksanakan sumpahnya.
Setelah perang di hari itu berakhir, Kunti (ibu para Pandawa) secara rahasia
pergi menemui Karna, putra yang dibuangnya, dan memintanya untuk mengampuni
nyawa para Pandawa, karena mereka adalah adiknya. Karna berjanji pada Kunti
bahwa ia akan mengampuni nyawa para Pandawa, kecuali Arjuna.
- Pertempuran hari keenam
belas.
Pada hari keenam belas, Karna menjadi panglima tertinggi pasukan Korawa. Ia
membunuh banyak prajurit pada hari itu. Sebuah pertempuran sengit terjadi
antara Arjuna melawan Karna. Bahkan Kresna memuji Karna atas keberaniannya.
Akhirnya Karna berhasil memutuskan tali busur Arjuna. Tepat saat Karna akan
membunuh Arjuna, matahari terbenam. Karena memperhatikan peraturan peperangan,
Karna mengampuni nyawa Arjuna.
Ada versi berbeda mengenai akhir hari kedelapan belas. Diceritakan bahwa Karna
bertempur dengan gagah berani meski dikelilingi para jendral pasukan Pandawa.
Mereka semua tidak mampu melawannya. Karna memberi serangan mematikan pada
pasukan Pandawa sehingga mereka melarikan diri. Kemudian Arjuna berhasil
mematahkan senjata Karna dengan senjatanya sendiri, dan juga memberikan serangan
mematikan pada pasukan Korawa. Tak lama kemudian matahari terbenam, dan karena
kegelapan dan debu membuat pertempuran berlangsung dengan sulit, maka pasukan
Korawa ditarik mundur, dengan tujuan menghindari pertempuran di malam hari.
- Pertempuran hari ketujuh
belas.
Karna mendorong roda keretanya yang terperosok ke dalam lumpur pada saat perang
Baratayuda sebelum kematiannya
Pada hari ketujuh belas, Karna mengalahkan Bima dan Yudistira dalam
pertempuran, tetapi nyawa mereka diampuni. Kemudian, Karna melanjutkan
pertarungannya melawan Arjuna. Saat bertarung, roda kereta Karna terperosok ke
dalam lumpur sehingga Karna meminta izin untuk menghentikan pertarungan
sejenak. Melihat kesempatan tersebut, Kresna mengingatkan Arjuna tentang sikap
Karna yang tidak berbelas kasihan pada Abimanyu saat Abimanyu terbunuh setelah
kehilangan senjata dan keretanya.
Terungkitnya kenangan pahit tersebut membuat hati Arjuna
perih kembali. Kemudian, Arjuna menembakkan panahnya untuk memenggal Karna,
pada saat Karna berusaha mengangkat roda keretanya yang terprosok ke dalam
lumpur. Pada hari yang sama, Bima menghancurkan kereta Dursasana dengan
gadanya. Bima menangkap Dursasana lalu membunuhnya, sehingga terpenuhilah
sumpah yang dibuatnya saat Dropadi dipermalukan.
- Pertempuran hari kedelapan
belas.
Pada hari kedelapan belas, Salya Raja Madra diangkat sebagai panglima tertinggi
pasukan Korawa, menggantikan posisi Karna. Pada hari itu juga, Yudistira
membunuh Raja Salya, Sadewa membunuh Sangkuni, dan Bima membunuh para adik
Duryodana yang masih bertahan. Setelah sadar bahwa ia telah dikalahkan,
Duryodana lari dari medan pertempuran lalu beristirahat di sebuah danau.
Ahirnya para Pandawa berhasil menangkapnya. Di bawah pengawasan Baladewa,
pertandingan gada berlangsung antara Bima melawan Duryodana, dimana akhirnya
Duryodana mengalami kekalahan.
Aswatama, Krepa, dan Kertawarma bertemu Duryodana pada saat
kesatria tersebut sedang sekarat. Mereka berjanji akan membalaskan dendamnya.
Kemudian pada malam hari, mereka menyerang perkemahan para Pandawa, lalu
membunuh lima putra Pandawa (Pancawala), Drestadyumna dan Srikandi.
Duryodana menyesali perbuatannya dan hendak menghentikan pertikaian dengan para
Pandawa. Hal itu menjadi ejekan para Pandawa sehingga Duryodana terpancing
untuk berkelahi dengan Bhima. Dalam perkelahian tersebut, Duryodana gugur, tapi
ia sempat mengangkat Aswatama sebagai panglima.
Pada malam hari, Aswatama bersama Kripa dan Kertawarma menyusup ke dalam kemah
pasukan Pandawa dan membunuh banyak orang, kecuali para Pandawa. Setelah itu ia
melarikan diri ke pertapaan Byasa. Keesokan harinya ia disusul oleh Pandawa dan
terjadi perkelahian antara Aswatama dengan Arjuna. Byasa dan Kresna dapat
menyelesaikan permasalahan itu. Akhirnya Aswatama menyesali perbuatannya dan
menjadi pertapa.
Akhir Kisah Mahabharata.
Pada akhir hari ke-18, hanya sepuluh ksatria yang bertahan
hidup dari pertempuran, mereka adalah: Lima Pandawa, Yuyutsu, Setyaki,
Aswatama, Kripa dan Kritawarma. Yudistira dinobatkan sebagai Raja Hastinapura.
Akhir kisah perang Mahabharata termuat dalam 8 kitab Astadasaparwa yaitu :
1.
Kitab
Striparwa, berisi kisah ratap tangis kaum wanita
yang ditinggal oleh suami mereka di medan pertempuran. Yudistira
menyelenggarakan upacara pembakaran jenazah bagi mereka yang gugur dan
mempersembahkan air suci kepada leluhur. Pada hari itu pula Dewi Kunti menceritakan
kelahiran Karna yang menjadi rahasia pribadinya.
2.
Santiparwa, Kitab Santiparwa berisi kisah pertikaian batin Yudistira
karena telah membunuh saudara-saudaranya di medan pertempuran. Akhirnya ia
diberi wejangan suci oleh Rsi Byasa dan Sri Kresna. Mereka menjelaskan rahasia
dan tujuan ajaran Hindu agar Yudistira dapat melaksanakan kewajibannya sebagai
Raja.
3.
Anusasanaparwa, Kitab Anusasanaparwa berisi kisah penyerahan diri
Yudistira kepada Resi Bhisma untuk menerima ajarannya. Bhisma mengajarkan
tentang ajaran Dharma, Artha, aturan tentang berbagai upacara, kewajiban
seorang Raja, dan sebagainya. Akhirnya, Bhisma meninggalkan dunia dengan
tenang.
4.
Aswamedhikaparwa, Kitab Aswamedhikaparwa berisi kisah pelaksanaan
upacara Aswamedha oleh Raja Yudistira. Kitab tersebut juga menceritakan kisah
pertempuran Arjuna dengan para Raja di dunia, kisah kelahiran Parikesit yang
semula tewas dalam kandungan karena senjata sakti Aswatama, namun dihidupkan
kembali oleh Sri Kresna.
5.
Asramawasikaparwa, Kitab Asramawasikaparwa berisi kisah kepergian
Drestarastra, Gandari, Kunti, Widura, dan Sanjaya ke tengah hutan, untuk
meninggalkan dunia ramai. Mereka menyerahkan tahta sepenuhnya kepada Yudistira.
Akhirnya Resi Narada datang membawa kabar bahwa mereka telah pergi ke surga
karena dibakar oleh api sucinya sendiri.
6.
Mosalaparwa, Kitab Mosalaparwa menceritakan kemusnahan bangsa
Wresni. Sri Kresna meninggalkan kerajaannya lalu pergi ke tengah hutan. Arjuna
mengunjungi Dwarawati dan mendapati bahwa kota tersebut telah kosong. Atas
nasihat Rsi Byasa, Pandawa dan Dropadi menempuh hidup “sanyasin” atau
mengasingkan diri dan meninggalkan dunia fana.
7.
Mahaprastanikaparwa, Kitab Mahaprastanikaparwa menceritakan kisah
perjalanan Pandawa dan Dropadi ke puncak gunung Himalaya, sementara tahta
kerajaan diserahkan kepada Parikesit, cucu Arjuna. Dalam pengembaraannya,
Dropadi dan para Pandawa (kecuali Yudistira), meninggal dalam perjalanan.
8.
Swargarohanaparwa. Kitab Swargarohanaparwa menceritakan kisah Yudistira
yang mencapai puncak gunung Himalaya dan dijemput untuk mencapai surga oleh
Dewa Indra. Dalam perjalanannya, ia ditemani oleh seekor anjing yang sangat
setia. Ia menolak masuk surga jika disuruh meninggalkan anjingnya sendirian. Si
anjing menampakkan wujudnya yang sebenanrnya, yaitu Dewa Dharma.
Setelah memerintah selama beberapa
lama, Yudistira menyerahkan tahta kepada cucu Arjuna,
Parikesit.
Kemudian, ia bersama Pandawa dan
Dropadi mendaki gunung Himalaya sebagai tujuan akhir perjalanan mereka. Dropadi
dan empat Pandawa, kecuali Yudistira, meninggal dalam perjalanan. Akhirnya
Yudistira berhasil mencapai puncak Himalaya, dan dengan ketulusan hatinya, oleh
anugerah Dewa Dharma ia diizinkan masuk surga sebagai seorang manusia.
Sumber Gambar : Serial TV :
Mahabharat, Produksi StarTV.
Jika anda berminat mempelajari fakta seputar kisah Mahabarata, silahkan
kunjungi link berikut:
Baca juga :
6.
Kisah Nyata : Dwaraka (Dwarawati), Kota Sang Khrisna yang
Tenggelam......









No comments:
Post a Comment