Tuesday, October 17, 2017

MAKALAH HADITS MAUDU'

BAB I
PENDAHULUAN

A.  LATAR BELAKANG
Hadis memiliki peranan yang sangat penting dalam  memahami agama Islam. Hadis juga sebagai sumber hukum Islam kedua setelah Al-Quran yang secara kualitas, hadis harus mencapai tingkat kesahihan agar dapat diterima kehujjahannya.
Pada awal Islam hadis tidak ditulis secara resmi sebagaimana Al-Qur’an, hanya saja penulisannya bersifat pribadi. Untuk menjaganya cukup dengan mengandalkan daya hafalan para sahabat, tabi’in maupun ulama’. Upaya penulisan dan pembukuan hadis secara resmi baru terealisasi pada masa pemerintahan khalifah Umar bin Abdul ‘Aziz, karena kekhawatirannya akan hilangnya ilmu.[1]
Tenggang waktu yang yang cukup panjang kurang lebih satu abad, membuka peluang besar timbulnya Hadis maudhu>’ (palsu). Adanya peringatan dari Nabi Muhammad SAW. terhadap para pemalsu hadis merupakan indikasi adanya pemalsuan hadis pada masa Rasulullah. Namun, hal itu masih dapat diatasi karena dapat diklarifikasi langsung kepada Raulullah SAW, demikian juga dapat dilakukan pada masa sahabat, mereka sangat berhati-hati dalam  menerima dan menyampaikan hadis.
Perkembangan selanjutnya, pada saat suhu politik di kalangan umat Islam pasca khulafa>’ al-Rasyidu>n,  mulai adanya perpecahan (Syi’ah, Khawarij dan Jumhur), maka muncullah hadis-hadis palsu demi kepentingan kelompok mereka masing-masing. Sehingga terjadilah kekaburan di masyaraat antara hadis yang benar-benar dari Nabi Muhammad SAW atau bukan.
Terkait dengan problematika di atas, secara garis besar makalah ini akan membahas tentang pengertian hadis maudhu>’, sejarah pertumbuhan dan faktor-faktor penyebab timbulnya, serta ciri maudhu>’’ dari sanad dan matannya.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hadis Maudu>’
Hadis maudhu>’’ secara etimologi, merupakan bentuk isim maf’ul dari      وضع - يضع    kata   وضع  mempunyai beberapa makna antara lain :
1.   Meninggalkan atau melalaikan    (  الـــتــرك    ), misal dalam kalimat : موضوعة  ابل unta yang ditinggalkan ( ditempat penggembalaannya )
2.   Menggugurkan  ( الاسقاط )  misal dalam kalimat  وضع الجناية  عنه   Hakim menggugurkan perkaranya, atau berarti menurunkan tingkatnya 
      ( الا نحطاط في  الرتبة       )
3.   Mengada-adakan dan membuat- buat   ( الافتراءوالاْختلاق)    misalnya dalam kalimat : ( وضع فلان هذه القصة)  fulan    membuat-buat dan mengada-ada kisah ini.[2]

Sedangkan pengertian  hadis maudu>’  secara teminologi dapat dilihat beberapa pendapat berikut ini:
1.   Menurut ‘ulama’ hadis, hadis maudu>’  yaitu sesuatu yang dinisbatkan kepada Rasul SAW. secara mengada-ada dan dusta dari sesuatu, yang tidak beliau sabdakan, beliau kerjakan ataupun tidak beliau tetapkan.[3]
2.   Menurut Jalal al-Di>n Al-Sayuti , hadis maudu>’  yaitu sesuatu yang dibuat-buat (disusun) dan merupakan tingkatan hadith dha’if yang paling buruk.[4]
3.   Muhammad Abu Rayyah, hadis maudu>’ yaitu hadis yang dicipta serta dibuat oleh seseorang pendusta, yang ciptaan itu dibangsakan kepada Rasulullah SAW secara palsu dan dusta, baik hal itu disengaja, maupun tidak.[5]
4.   Muhammad Alawi al-Maliki, hadis maudu>’ yaitu hadis yang dibuat dan dihubungkan kepada Nabi Muhammad SAW. atau kepada sahabat, atau kepada tabi’in, dan materinya bersifat mendustakan.[6]
          Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa hadis maudhu’ adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW., baik berupa perkataan, perbuatan maupun ketetapannya, secara rekaan atau dusta semata-mata.
Kata-kata atau istilah yang biasa dipakai untuk hadis maudhu>’ , adalah al-mukhtalaqu>, al-muhtala’u>, al-mashnu>’ dan al-makzu>b. Kata tersebut memiliki arti yang hampir sama. Pemakaian kata-kata tersebut lebih mengokohkan (ta’kid) bahwa hadis semacam ini semata-mata dusta atas nama Rasulullah SAW.[7]

B.   Sejarah Munculnya Hadis Maudu>’
Masuknya secara massal penganut agama lain ke dalam Islam, yang merupakan akibat dari keberhasilan dakwah Islamiyah ke seluruh pelosok dunia, secara tidak langsung menjadi faktor munculnya hadis-hadis palsu. Tidak bisa dinafikan bahwa masuknya mereka ke Islam, di samping ada yang benar-benar ikhlas tertarik dengan ajaran Islam yang dibawa oleh para muballigh, ada juga segolongan mereka yang menganut agama Islam hanya karena terpaksa tunduk pada kekuasaan Islam pada waktu itu. Golongan ini dikenal dengan kaum munafik.[8]
Golongan munafik tersebut senantiasa menyimpan dendam dan dengki terhadap Islam dan penganutnya. Mereka senantiasa menunggu peluang yang tepat untuk merusak damn menimbulkan keraguan dalam hati orang-orang Islam. Maka datanglah waktu yang ditunggu-tunggu oleh mereka, yaitu pada masa pemerintahan Sayyidina Usman bin Affan (w. 35 H). Golongan inilah yang mulai menaburkan benih-benih fitnah yang pertama. Salah seorang tokoh yang berperan dalam upaya menghancurkan Islam pada masa Usman bin Affan adala Abdullah bin Saba’, seorang penganut Yahudi yang menyatakan telah memeluk Islam.[9]
Dengan bertopengkan pembelaan keada Sayyidina Ali dan ahli bait, ia menjelajah ke segenap pelosok untuk menabur fitnah kepada orang ramai. Ia menyatakan bahwa Ali lebih berhak menjadi khalifah daripada Usman, bakan lebih berhak daripada Abu Bakar dan Umar. Hal itu karena menurut Abdullah bin Saba’, sesuai dengan wasiat dari Nabi SAW. Lalu, untuk mendukung propaganda tersebut , ia membuat satu hadis maudhu’ yang artinya, “Setiap Nabi itu ada penerima wasiatnya dan penerima wasiatku adalah Ali”.[10]
Namun, penyebaran hadis maudhu>’ pada masa itu belum begitu meluas karena masih banyak sahabat utama yang masih hidup dan mengetahui dengan penuh yakin akan kepalsuan suatu hadis. Sebagai contoh, Sayyidina Usman, ketika beliau mengetahui hadis maudhu>’’ yang dibuat oleh Ibnu Saba’ beliau mengambil tindakan dengan mengusir Ibnu Saba’ dari Madinah. Begitu juga yang dilakukan oleh Sayyidina Ali setelah beliau menjadi khalifah.
Para sahabat ini mengetahui bahaya dari hadis maudhu>’’ karena ada ancaman yang keras dari Rasulullah SAW. Terhadap pemalsu hadis, sebagaimana sabda Nabi yang artinya:
“Barang siapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, dia telah menempah tempatnya di dalam neraka”.[11]
Walaupun begitu, golongan ini terus mencari-cari peluang yang ada, terutama setelah terjadinya pembunuhan Usman. Kemudian, muncul golongan-golongan, seperti golongan yang ingin menuntut bela atas kematian Usman, golongan yang mendukung Ali, dan golongan yang tidak memihak kepada golongan pertama maupun kepada golongan kedua. Kemudian, untuk mempengaruhi orang banyak supaya memihak kepada golongannya masing-masing, orang-orang munafik dari masing-masing golongan tersebut membuat hadis-hadis palsu yang menunjukkan kelebihan dan keunggulannya. Menyadari hal ini, para sahabat Nabi memberi perhatian terhadap hads yang disebarkan oleh seseorang. Mereka tidak mudah menerima sekiranya mereka meragukan kesahihan hadis itu.[12]
Setelah zaman sahabat berlalu, penelitian dan penilaian terhadap hadis-hadis Nabi SAW. Mulai melemah. Ini menyebabkan banyaknya periwayatan dan penyebaran hadis yang secara tidak langsung telah turut menyebabkan terejadinya pendustaan terhadap Rasulullah dan sebagian sahabat. Ditambah lagi dengan adanya konflik politik di antara umat Islam yang semakin hebat, telah membuka peluang kepada golongan tertentu yang mencoba bersengkongkol dengan penguasa untuk memalsukan sebuah hadis.
Sebagai contoh, pernah terjadi di zaman Khalifah Abbasiyah, hadis-hadis maudhu’ dibuat untuk mengambil hati para khalifah. Seperti kisah Ghiyats bin Ibrahim An-Nakha’i bersama Amirul Mukminin Al-Mahdi, ketika datang kepadanya dan dia sedang bermain merpati. Lalu, ia menyebut hadis dengan sanadnya secara berturut-turut sampai kepada Nabi Muhammad SAW. Bahwa beliau bersabda:
لا سبق الا فى نصل او خف او حافر او جناح
Artinya : Tidak ada perlombaan , kecuali dalam anak panah, ketangkasan, atau menunggang kuda, atau burung yang bersayap.
     Ia menambahkan kalimat “atau burung yang bersayap”, untuk menyenangkan Al-Mahdi, lalu Al-Mahdi memberinya sepuluh ribu dirham. Setelah ia berpaling, Sang Amir berkata, “Aku bersaksi bahwa tengkukmu adalah tengkuk pendusta atas nama Rasulullah SAW.”, lalu ia memerintahkan untuk menyembelih merpati itu.[13]
     Walaupun demikian, tahap penyebaran hadis-hadis maudhu’ pada masa itu masih lebih kecil dibandingkan dengan zaman-zaman berikutnya. Hal ini, karena masih banyaknya tabiin yang menjaga hadis-hadis dan menjelaskan di antara yang lemah dan yang sahih. Dan juga karena pada saat itu masih dianggap hampir sezaman dengan Nabi Muhammad SAW. dan disebut oleh Nabi sebagai di antara sebaik-baik zaman. Pengajaran-pengajaran serta wasiat dari Nabi masih segar di kalangan mereka yang menyebabkan mereka dapat menganalisa kepalsuan-kepalsuan hadis.

C.   Faktor-faktor yang Melatarbelakangi Munculnya Hadis Maudu>’

1.   Faktor politik
Gerakan pemalsuan hadis pertama kali muncul pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Tepatnya ketika terjadi konflik antara beliau dan gubenur Damaskus Muawiyah bin Abi Sufyan. Akibat peristiwa itu umat Islam terpecah menjadi beberapa golongan. Secara politik umat Islam terpecah menjadi tiga golongan yaitu Jumhur, Khawarij, dan Syi’ah.[14] Masing-masing kelompok ingin melegitimasi pendapatnya dengan Al-qur’an dan Al-Hadith,namun mereka tidak menemukan teks yang tegas yang mengukuhkan pendapatnya. Oleh karena itu, sabagian mereka membuat hadis maudhu>’ (palsu). Contoh hadis palsu dari kelompok syi’ah adalah:
وصى وموقع سرى وخليفتي في اهلي وخير من اخلف بعد علي
Artinya :“Orang yang saya wasiati, tumpuan hatiku, penggantiku dalam keluargaku dan orang terbaik memegang khalifah sesudahku adalah Ali”.[15]

Diantara Hadis buatan kelompok Muawiyah adalah:
الامناء عند الله ثلا ثة : انا و جبريل ومعا وية
Artinya: “Orang-orang yang terpercaya di sisi Allah ada tiga, aku, Jibril dan Muawiyah”.[16]

Adapun kelomok khawarij, tidak ada riwayat yang tegas pemalsuan hadis dari mereka. Kelompok Khawarij tidak memalsukan hadis untuk menguatkan kelompoknya, sebab mereka mempunyai keyakinan bahwa berdusta termasuk dosa besar dan pelaku dosa besar adalah kafir.[17]

2.   Mencari muka kepada penguasa

Golongan ini sengaja memalsukan hadis, untuk memperoleh penghargaan, pendirian dan mendukung kepentingan penguasa. Seperti sabda Nabi SAW:
لا سبق الا فى نصل او خف او حافر او جناح

Artinya :“tidak ada perlombaan, kecuali dalam anak panah, ketangkasan, atau menunggang kuda, atau burung  yang bersayap”.

Kalimat (    او جناح) di atas adalah tambahan dari Giyath bin Ibrahim, ketika itu dia tidak masuk ke istana Khalifah Mahdi dan khalifah sedang memperlombakan burung merpati, lalu kholifah memberinya 10 dirham.[18] Giyath memperoleh pemberian tersebut, karna dia mensahkan perbuatan Mahdi, dengan memberikan dalil, seolah-olah perbuatan kholifah tersebut sesuai dengan sunah Nabi SAW. Tetapi, ketika Ghiyats berdiri hendak pergi, Khalifah Mahdi berkata, “Saya bersaksi bahwa tengkukmu itu adalah tengkuk seorang pendusta kepada Nabi SAW. Nabi tidak pernah bersabda seperti itu, hanya Ghiyats yang ingin menjilat diriku”. Akhirnya Khalifah Mahdi menyuruh agar burung merpati itu disembelih.[19]

3.   Fanatisme kelompok
Maksud penulis adalah fanatik kebangsaan (Arab-non Arab). Tempat dan pemimpin. Golongan yang fanatik kepada bangsa parsi membuat hadis seperti ini:
إن كلام الذين حول العرش بالفارسية
Artinya :“Sesungguhnya percakapan mereka yang ada disekitar ‘arsy adalah dengan bahasa parsi”.[20]

Lalu golongan penentangnya membalas dengan pernyataan dibawah ini:
أبغض  الكلام  الى الله  الفارسية  وكلام  أهل  الجنة  العربية
Artinya :“percakapan yang paling dibenci oleh Allah adalah bahasa Parsi. Dan percakapan penghuni surga adalah bahasa Arab”.[21]
Menurut Ajjaj al-Khatib, faktor-faktor pendorong  fanatisme tersebut disebabkan karena roda pemerintahan pada era Umayyah ada pada bangsa Arab, sehingga non arab mengupayakan persamaan antara mereka dengan orang-orang arab, mengadakan berbagai gerakan demi merealisasikan persamaan yang mereka idamkan, salah satunya adalah memalsukan keutamaan-keutamaan mereka .Ajjaj juga mengatakan bahwa perpindahan pusat pemerintahan Islam dari satu negara ke negara lain memiliki pengaruh yang sangat dalam mendorong sebagian fanatik untuk memalsukan hadis-hadis tentang keutamaan–keutamaan negeri, tempat dan pemimpin mereka.[22]
4.   Para Penutur Cerita
Ada sejumlah penutur cerita yang biasa duduk di masjid atau di pasar, dan memprogandakan  hadis palsu yang disandarkan kepada Nabi SAW. Mereka melakukan hal tersebut demi memperoleh pemberian–pemberian dari pendengarnya.[23]
Salah satu contoh riwayat tentang kedustaan para tukang cerita adalah yang diriwayatkan oleh Abu Ja’far Muhammad Al Tayalisi, katanya Ahmad bin Hambal dan Yahya bin Ma’in shalat di Masjid Al-Rasafah. Kemudian ada seorang penutur cerita di hadapan jamaah berkata; telah meriwayatkan kepada kami  Ahmad bin Hambal dan Yahya bin Ma’in keduanya berkata: Telah meriwayatkan kepada kami Abdul Al-Razaq Ma’mar Qatadah dari Anas: Rasulullah SAW. bersabda:
من قال لااله الاالله خلق الله من كل كلمة طائرا منفاره من ذهب وريشه من مرجان
Artinya : (Barangsiapa mengucapkan La-Ilaha-illa-Allah, maka Allah akan menciptakan satu burung dari setiap katanya, yang paruhnya dari emas dan bulunya dari marjan).[24]

5.   Senang Kebaikan Tanpa Pengetahuan Agama
Sebagian orang saleh dan zahid, melihat kesibukan masyarakat dengan urusan duniawi dan meninggalkan urusan akhirat, lalu mereka membuat hadis-hadis palsu dengan harapan mendapat pahala dari Allah SWT. Kebodohan merekalah yang menyebabkan mereka melakukan hal tersebut.[25] Golongan ini paling berbahaya terhadap agama dari orang lain sebab kaum awam akan mengambil, membenarkan apa yang mereka perbuat, karena kaum awam tidak pernah membayangkan mereka berbuat dusta. Kebanyakan hadis-hadis yang dipalsukan mengenai keutamaan-keutamaan al-Qur’an karena dia melihat masyarakat ketika itu berpaling dari membaca al-Qur’an.

6.   Zandaqah
Golongan ini terdiri dari orang-orang Yahudi, Majusi dan Nashrani, yang senantiasa menyimpan dendam terhadap agama Islam. Mereka tidak mampu melawan kekuatan Islam secara terbuka, maka mereka mengambil jalan menciptakan hadis maudhu’ dengan tujuan merusak ajaran Islam. [26] Di antara mereka adalah Mughirah bin Sa’ad al-Kafi dan Muhammad bin Sa’id, mereka juga menipu kaum ulama’ terpelajar, mengadakan adu hadis, dan menuturkannya untuk menumbuhkan kebingungan dibenak orang Islam.
Muhammad bin Sa’ad telah meriwayatkan suatu ungkapan dari Humaid dari Annas dari Nabi yang mengatakan :
أنا  خاتم  النبيين  لا  نبي  بعدي  إلا  أن  يشاء  الله

(Saya adalah Nabi penutup ,tidak ada Nabi setelah saya, kecuali jika allah mengizinkannya).
Dia memalsukan pengecualian ini, untuk mendukung pengkhianatan dan bid’ahnya, agar masyarakat memperdulikan pengakuannya sebagai nabi.[27]
Tokoh-tokoh terkenal yang membuat hadis maudhu>’ dari kalangan orang zindiq, adalah :
a.    Abdul Karim bin Abi’ al-Auja’ telah membuat sekitar 4000 hadis maudu>’  tentang hukum halal-haram. Akhirnya, ia dihukum mati oleh Muhammad bin Sulaimam, Walikota Bashrah.
b.   Muhammad bin Sa’id al-Mashlub, yang akhirnya dibunuh oleh Abu Ja’far al-Manshur.
c.    Muhammad bin Sam’an AL-Mahdy, yang mati dibunuh oleh Khalid bin Abdillah.[28]

7.   Sebab yang tidak disengaja
Ada sekelompok orang yang melakukan kesalahan walaupun mereka sendiri tidak bermaksud mengada-ada hadith tersebut, seperti mereka yang melakukan kesalahan dalam periwayatan, umpamanya ketika sebuah isnad hanya berujung pada sahabat atau tabi’in. Mereka secara keliru menisbahkan matan hadith itu kepada Nabi. Pada kenyataannya adalah bahwa hadith tersebut sebagai ucapan atau tabi’in .[29]

D.  Ciri-Ciri Hadis Maudu>’
Ciri Hadith Maudu’ dapat diketahui dari sanad atau matannya :
A.  Tanda- tanda  Hadis Maudu>’ pada sanad
1.   Pengakuan perawi akan kedustaannya, seperti yang dilakukan oleh Abdul Karim al-Wadhdha’. Ini merupakan bukti terkuat mengenai kepalsuan hadis.[30] Atau pengakuan Abu ‘Ishmah bin Abu Maryam, ia mengakui membuat hadis-hadis palsu yang berkaitan dengan keutamaan membaca surat-surat Al-Quran. Ia menyebutkan bahwa hadis-hadis itu diterimanya dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas. Sementara murid-murid Ikrimah yang lain tidak menerima hadis tersebut. Ketika di tanya tentang hal itu, Abu Ismah menjawab, “Sekarang ini saya melihat orang-orang sudah tidak mau lagi membaca dan mempelajari al-Quran. Karenanya saya membuat hadis-hadis itu agar orang-orang mau kembali mempelajari al-Quran.”[31]
2.   Semi pengakuan, maksudnya pemalsu hadis terkadang tidak mengakui bahwa ia memalsu hadis. Namun ketika ditanya kapan ia lahir dan kapan gurunya wafat, ia memberikan jawaban yang tidak tepat. Misalnya gurunya ternyata wafat sebelum ia lahir, jadi ia tidak pernah bertemu sama sekali dengan gurunya itu, sementara hadis yang ia sampaikan hanya berasal dari gurunya.[32]
3.   Perawi yang dikenal sebagai pendusta meriwayatkan suatu hadis seorang diri, dan tidak ada perawi lain yang thiqah yang meriwayatkannya. Sehingga riwatnya dihukumi palsu. [33]
4.   Di antara tanda kepalsuan hadis, adalah hal ihwal perawi, seperti yang diceritakan Sa’ad ibn Tharif, ketika putranya pulang dari sekolah dalam keadaan menangis, lalu ia bertanya, mengapa menangis? Ia menjawab: aku dipukul oleh guru. Ia berkata: hari ini aku akan membuat para guru itu kapok, telah meriwayatkan kepadaku Ikrimah dari Ibnu Abbas secara marfu’:
معلموا صبيا نكم شراركم اقلهم رحمة لليتيم واغلظهم على المسا كين
Artinya: Para pengajar  anak-anak kalian adalah orang-orang terburuk di antara kalian, palin sedikit rasa belas kasihannya kepada anak yatim dan paling keras terhadap orang miskin.[34]

B.   Tanda- tanda pada matan
1.   Rusaknya makna (arti) hadis dan secara empiris tidak rasional.
Contoh :
الباذنجان  شفاء من  كل  داء.
“Terong itu  (bermanfaat) sesuai dengan tujuan memakannya”.[35]
Demikian pula hadis yang menunjukkan di perbolehkannya hal-hal yang menimbulkan kerusakan dan tingkah laku yang menimbulkan sahwat.
Contoh :
النظر  الى الوجه  الجميل  عبادة
“Melihat wajah yang cantik adalah ibadah”.


Contoh lain :
ثلاثة  تزيد  في  البصر  النظر  الى  الحضرة  والماء  الحارى  والوجه  الحسن
“Ada tiga (obyek pengamatan) yang dapat menambah (ketajaman) penglihatan, yaitu melihat yang hijau-hijau, melihat air yang mengalir dan melihat wajah yang cantik”.

Demikian juga hadith yang isinya hal-hal yang irasional, seperti hadith :
المجرة  التي  في  السماء  من  عرق  الافعى  التي  تحت  العرش

“Bima sakti yang berada di langit berasal dari keringat ular berbisa yang berada di bawah arsy”.[36]

2. Hadis bertentangan dengan al-Qur’a>n[37]
Contoh :
ولد  الزنا  لا  يدخل  الجنة  إلي  سبعة  أبناء
“Anak zina tidak akan masuk surga hingga tujuh keturunan”.

Hadith ini bertentangan dengan firman Allah :
ولا  تزر  وازرة  وزر  أخرى
“Dan tidak seorang yang bersalah menanggung kesalahan orang lain”.[38]

3.  Bertentangan dengan hadis  mutawatir
من  ولد  له  ولد  فسماه  محمدا  كان  هو  ومولوده  في  الجنة
Barangsiapa mempunyai anak laki dinamai Muhammad maka ia dan anaknya masuk surga”.[39]
Contoh lain:
من  إسمه  محمدا  أو  أحمد  وان  كان  من  يسمى  بهذه  الاسماء  لا  يدخل  النار
“Barangsiapa yang diberi nama Muhammad atau Ahmad maka ia tidak akan masuk neraka”.
Hadith-hadith ini bertentangan dengan sunnah Rasul, bahwa masuk surga itu karena iman dan amal shaleh.[40]

4.   Bertentangan dengan ijma’ yang  qat}’i
Misalnya hadis yang menegaskan bahwa Ali r.a menerima wasiat dari Rasulullah untuk menjadi penggantinya.
Contoh:
إن  لكل  نبي  وصيا  ووارثا  وان  وصيتى  ووارثي  علي  ابن  ابي  طالب
“Sesungguhnya setiap Nabi itu mempunyai penerima wasiat dan pewaris, dan sesungguhnya penerima wasiatku dan pewarisku adalah Ali bin Abi Thalib”.

Hadis-hadis  ini adalah palsu karena bertentangan dengan ijma’ qat}’i, bahwa Rasulullah tidak menetapkan/menunjuk seorang sebagai penggantinya sesudah beliau wafat.[41]

5. Susunan lafaznya sangat buruk, dan bisa dirasakan oleh ahli bahasa Arab, bahwa lafaz seperti itu tidak mungkin keluar dari orang yang fasih lisannya, apalagi dari Nabi SAW. Imam Ibnu Daqiqi al-‘Id mengatakan, bahwa banyak ulama ahli hadis yang menilai hadis maudhu’ dari segi susunan lafaznya. Hal itu dikarenakan para ahli hadis adalah orang-orang yang telah menguasai dan selalu menggeluti lafaz-lafaz hadis, sehingga secara intuitif dengan mudah mereka dapat mengidentifikasi mana lafaz yang pantas keluar dari lisan Nabi dan mana yang tidak.[42]





BAB III
PENUTUP

Simpulan
Dari uraian pada bab pembahasan, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1.   Hadis maudhu>’ merupakan hadis  yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. baik berupa perkataan , perbuatan atau ketetapannya secara rekaan atau dusta semata.
2.   Latar belakang atau sejarah munculnya hadis palsu adalah masuknya secara massal penganut agama lain ke agama Islam, yang mana tidak semua yang masuk Islam tersebut memiliki tujuan yang baik, kemudian pada masa pemerintahan  khalifah Usman r.a dan  Ali r.a. orang yang benci terhadap Islam tersebut menyebarkan fitnah kepada masyarakat tentang siapa yang berhak menjadi khalifah setelah wafatnya Rasuullah SAW. dengan menebar hadis palsu. Akan tetapi usaha mereka dapat diatasi karena para sahabat Nabi tabi’in masih hidup.Namun, pada perkembangan berikutnya dengan munculnya ketegangan politik pada masa sahabat dan tabi’in menyebaban hadis maudhu>’’ berkembang cukup pesat.
3.   Faktor-faktor penyebab munculnya hadis palsu ini antara lain yaitu faktor politik, mencari muka kepada penguasa, fanatisme kelompok, para penutur cerita, senang kebaikan tanpa pengetahuan agama, zindiqah, dan sebab yang tidak disengaja.
4.   Ciri-ciri hadis maudhu>’’ dapat diketahui dari segi sanadnya, antara lain: Pengakuan perawi akan kedustaannya,  adanya semi pengakuan dari perawi hadis, dan perawi dikenal sebagai pendusta . Sedangkan ciri dari segi matannya antara lain : Rusaknya makna (arti) hadis dan secara empiris tidak rasional, hadis bertentangan dengan al-Qur’a>n, bertentangan dengan hadis  mutawatir, bertentangan dengan ijma’ yang  qat}’i, dan susunan lafaznya sangat buruk sehingga sangat mudah dinilai  oleh ulama hadis apakah hadis tersebut asli dari Nabi atau bukan.


[1] Fatchur Rahman, Ikhtisar Mustalahul Hadis, (Bandung: PT al-Ma’rif, 1995), 43.
[2] Muh}ammad, ‘Ajjaj Al-Khatib, Us}ul al-Hadi>th ‘Ulumuh}u wa Must}alah}uhu, (Beirut: Da>r al-Fikr, 1989, 415.
[3] Ibid.
[4] Jalal al-Din Al-Sayuti}, Tadri>b al-Rawy>, Editor ‘Abd al-Wahhab ‘Abd al-Latif, (Kairo: Da>r al-Kutub al-Hadithah, 1996), 148.
[5] Fatchur Rahman, Ikhtisar Mustalahul Hadis...,143.
[6] Muhammad Alawi Al-Maliki, Ilmu Usul Hadith, Terj. Adnan Qohar, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), 141.
[7] Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadis, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1996), 189.
[8] M. Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadith, (Bandung: Pustaka setia, 2008), 172.
[9] Ibid, 173.
[10] Ibid.
[11] Fathu al-Ba>ry bi Syarah Bukha>ry Juz I ,212.
[12] M. Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadith …., 174.
[13] Manna Al-Qathan, Maba>hith fi al-‘Ulu>m al-Had>ith, Terj. Mifdhol Abdurrahman, (Jakarta ;Pustaka Al-Kautsar, 2005), 149.
[14] Subh}i al-S}a>lih}. ‘Ulum al-H}adi>th wa mus}t}alahuh}, (Beirut : Da>r al-‘Ilm li al-Malayin, 1997), 263.
[15] Muh}ammad, ‘Ajjaj Al-Khatib, Us}ul al-Hadith ‘Ulumuh}u wa Must}alah}uhu…,419.
[16] Ibid, 420.
[17] Hasby ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis. (Jakarta: Bulan Bintang, 1954), 248.
[18] Jalal al-Din Al-Sayuti}, Tadri>b al-Rawy>,...,155.
[19] Ali Mustafa Yaqub, Kritik Hadis,(Jakarta: Pustaka Firdaus, 1995), 84.
[20] Muh}ammad, ‘Ajjaj Al-Khatib, Us}ul al-Hadith…,359.
[21] Ibid.
[22] Ibid
[23] Muhammad Mustafa  Azami, Metodologi Kritik Hadis,  (Bandung: Pustaka Hidayah, 1996), 113.
[24] Muh}ammad, ‘Ajjaj Al-Khatib, Us}ul al-Hadith…,360.
[25] Ibid, 361. Lihat juga  Muhammad Alawi Al-Maliki, Ilmu Usul Hadith, Terj. Adnan Qohar...143.
[26] Sa’ad Sa’ad Jawis, Al-Sunnah al-Musharrafah wa ‘Ulu>m al-Hadi>th, (Kairo: Da>r al-Tibah al-Muhammadiyah, 1994), 78. dan Lihat Juga Mahmu>d al-Tahhan, Tafsi>r Must}alah al-Hadi>th, (Beirut: Da>r Al-Qur’a>n al-Kari>m, 1979), 91.
[27] Muhammad Mustafa  Azami, Metodologi Kritik Hadis….,112.
[28] Fatchur Rahman, Ikhtisar Mustalahul Hadis...,151.
[29] Sa’ad Sa’ad Jawis, Al-Sunnah al-Musharrafah wa ‘Ulu>m al-Hadi>th….,78.
[30] Muh}ammad, ‘Ajjaj Al-Khatib, Us}ul al-Hadith…,432.
[31] Ali Mustafa Yaqub, Kritik Hadis...,85.
[32] Ibid. lihat juga : Muh}ammad, ‘Ajjaj Al-Khatib, Us}ul al-Hadith…,433.
[33] Ibid.
[34] Ibid.
[35] Muh}ammad, ‘Ajjaj Al-Khatib, al-Sunnah Qabla al-Tadwi>n, (Kairo: Maktabah Wahbah,, tt.), 240.
[36] Ibid.
[37] Ibid.
[38] Al-Quran, (6): 164.
[39] Muh}ammad, ‘Ajjaj Al-Khatib, al-Sunnah Qabla al-Tadwi>n…, 245.
[40] Ibid.
[41] Ibid.
[42] Muhammad Alawi Al-Maliki, Ilmu Us}ul Hadi>th, Terj. Adnan Qohar,..., 147.

No comments:

Post a Comment

MAKALAH VARIABEL DAN HIPOTESA PENELITIAN

VARIABEL DAN HIPOTESA PENELITIAN PENDAHULUAN Ilmu pengetahuan pada hakekatnya muncul karena adanya rasa ingin tahu yang tinggi d...