I.
PENDAHULUAN
Hadits merupakan sumber ajaran Islam yang kedua
setelah Al-Qur’an. Kajian terhadap hadits sangatlah menarik karena keberadaanya
yang mewarnai masyarakat dalam berbagai bidang kehidupa. Penelitian terhadap
hadits baik secara keotentikannya ,kandungan ma’na dan ajaran yang diajarkanya, macam-macam tingkatan dan
fungsi dalam menjelaskan kandungan yang ada pada al-Qur’an banyak dilakukan
oleh para ahli. Hasil dari kajian dan penelitian yang dilakukannya kemudian di
publikasikan diberbagai kalangan akademis diperguruan tinggi, madrsah maupun
masyarakat umum melalui berbagai karya-karya yang telah dirumuskanya. Hasil
dari kajian-kajian tersebut bisa dijadikan sebagai suatu kajian Islam dalam
study hadits yang kita perlukan.
Hadits atau dengan istilah lain sunnah
diartikan segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi Muhammad, baik berupa
perkataan, perbuatan atau taqrirnya. Sejarah perjalanan hadits tidak terpisah
dengan sejarah islam. Tetapi dalam beberapa hal terjadi beberapa hal yang
spesifik.
Penerimaan hadits dari nabi Muhammmad banyak
mengandalkan hafalan para sahabat, hanya beberapa sahabat saja yang menulisnya.
Pada awalnya penulisan tersebut hanya dipergunakan untuk kepentingan
individunya. Oleh karena itu hadits-hadits yang ada dari para sahabat kemudian
diterima pra tabi’in ditemukan dengan redaksi dengan lafadz yang asli dari nabi
dan ada pula yang sesuai dengan makna dan maksudny asaja. (Yatimin 2004 :271)
Sebagaimana Al-Qur’an hadits banyak diteliti
oleh para ahli, dapat dikatakan penelitian hadits lebih banyak kemungkinan
dibandingkan penelitian al-Qur’an. Ditinjau dari segi datangnya, Al-Qur’an
diyakini secara mutawatir dari Allah. sedangkan al-Hadits tidak seluruhnya
diyakini berasal dari nabi. Hal ini disebabkan sifat-sifat lafadz hadits tidak
bersifat mu’jizat dan juga perhatian terhadap penulisan hadits pada zaman
Rasulullah agak kurang bahkan Beliau pernah melarang penulisan terhadap hadits.
Begitupula sebab-sebab politisme lainnya, antara masing-masing pembawa hadits
berbeda.
II.
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN HADITS
Pengertian hadits pada dasarnya dapat ditinjau
dari dua pendekatan, pendekatan bahasa dan pendekatan istyilah.
a. Hadits ditinjau dari segi bahasa berasal dari
bahasa arab dari kata “, حدث يحدث حدثا , “ dengan
pengertian yang bermacam-macam, diantaranya
-
Al-Jadid
minal-asyya’ dengan arti sesuatu yang baru
sebagai lawan dari al-qadim (sesuatu yang kuno atau klasik)
-
Al-qarib,
menunjukkan pada waktu yang dekat atau
waktu yang sibngkat.
-
Al-Akhbar,
sesuatu yang diperbincangkan, dibicarakan atau diberitakan yang dialihkan dari
seseorang kepada orang lain. (Abudin Nata 2000 :186)
Dari beberapa pengertian
tersebut yang banyak diperguanakan adalah pengertian hadits dengan arti
al-akhbar. Hal ini sering kita jumpai didalam Al-Qur’an seperti dalam ayat
Al-Qur’an surat at-Thur 34)
فليأتوا بحد يث مثلحه. ان كانوا
صادقين
Artinya : Maka
hendaklah mereka mendatangkan khabar (berita) yang serupa dengan al-Qur’an iku
jika mereka mengaku orang-orang yang benar. (M.
Said 1984 : 476)
Dan juga surat al-Dhuha ayat 11
واما بنعمة بربك فحدث
Artinya : Dan
Terhadap ni’mat Tuhanmu, maka hendaklah kamu mengatakannya (sebagai rasa
syukur). . (M. Said 1984 : 536)
Dari informasi tersebut kita
dapat memperoleh pengertian bahwa pengertian hadits lebih ditekankan pada arti
berita atau khabar.
b.
Ditinjau dari segi istilah hadits juga
dijumpai dengan berbagai pengertian.
-
Para ulama’ hadits
memberikan pengertian hadits Para ulama’ hadits memberikan pengertian hadits
merupakan “ ucapan, perbuatan da keadaan dari nabi Muhammad SAW.”
-
Al-Thiby,
hadits bukan hanya pada perkataan, perbuatan dan ketetapan rasulullah akan
tetapi termasuk perkataan, perbuatan dan ketetapan para sahabat dan tabi’in.
-
Para ahli usul
fiqh, hadits adalah perkataan,
perbuatan, dan ketetapn rasulullah yang berkaiatan dengan hukum.
-
Ulama’ fiqh
beliau mengidentifikasikan hadits dengan sunnah, yaitu sebagai salah satu dari
hukum taklifi. (Abudin Nata 2000 :189)
Dari beberapa pengertian tersebut dikalangan
jumhur ‘ulama mereka berpendapat bahwa hadits merupakan segala sesuatu yang
dinukilkan dari Rasulullah, Sahabat ataupun
Tabi’in dalam bentuk uacapan, perbuatan maupun ketetapan baik sifatnya
dilakukan sewaktu-waktu saja maupun sering dan diikuti para sahabat nabi.
B. KlASIFIKASI
HADITS DAN SANAD
BERDASARKAN MAQBUL DAN MARDUDNYA
1. Hadits
Sahih lidzatihi
Hadits
Sahih lidzatihi yaitu hadits yang sanadny bersambung-sambung, diriwayatkan
orang yang adil, sempurna hafalanya, dari orang yang sekualitas dengannya
hingga akhir sanad, tidak janggal dan tidak mengandung cacat yang parah.
2. Hadits Hasan lidzatihi
Hadits
Hasan lidzatihi yaitu hadits yang diriwayatkan oleh orang yang adil yang kurang
kuat hafalanya, bersambung-sambung sanadnya, tidak mengandung cacat dan tidak
mengandung kejanggalan.
3. Hadits Dlaif
Hadits Dlaif yaitu hadits yang
tidak memenuhi satu syarat maqbul (yang diterima) atau lebih (Fadlil Sa’id 2000
: 11)
C.
MODEL-MODEL PENELITIAN HADITS
Hadits sebagaimana Al-Qur’an banyak diteliti
oleh para ahli, bahkan dapat dikatakan lebih banyak kemungkinan dibandingkan
penelitian al-Qur’an. Ditinjau dari segi datangnya, al-Qur’an diyakini secara
mutawatir dari Allah. Berbeda dengan al-Hadits tidak seluruhnya diyakini
berasal dari nabi. Hal ini disebabkan sifat-sifat lafadz hadits tidak bersifat
mu’jizat dan juga perhatian terhadap penulisan hadits pada zaman Rasulullah
agak kurang bahkan Beliau pernah melarangnya. Dan juga karena sebab-sebab
politisme lainya. Keadaan inilah yang menyebabkan para ulama’ seperti Imam Bukhari dan Muslim yang mencurahkan
segenap tenaga, fikiran dan waktunya bertahun-tahun untuk mengadakan penelitian hadits, dan hasil
penelitianya dibukukan dalam kitab Sahih Bukhari dan Shahih Muslim.
Luasnya perbedaan dan pengaruhnya dari kedua
macam kitab tersebut maka banyak sekali para peneliti yang menggunakan pendekatan
Comparativ juga melakukan kritik. Namun demikian kritik terhadap kedua
kitab tersebut tidak akan sampai menjatuhkan kesahihan keduanya.
Menurut penelitian jumhur Sahihul Bukhari lebih
tinggi dibanding dengan sahihul Muslim dengan alasan :
a. Persyaratan
yang diberikan lebih ketat
b. Kritik
terhadap Bukhari lebih sedikit
c. Perawi
hadits yang dikritik adalah orang-orang yang diketahui keadaanya oleh Bukhari.
Disisi lainya yang menilai bahwa sahihul muslim lebih memiliki kelebihan
dibandingkan yang dimiliki Bukhari . kelebihan tersebut :
a. Sistematika
lebih baik
b. Redaksi
Muslim lebih diterima
Ulama’ maghriby menganggap bahwa hadits sahih
Muslim lebih tinggi disbanding dengan sahih Bukhari, meskipun persyaratan yang
diberikan lebih sedikit namun sudah dianggap memenuhi persyaratan minimal.
1.
Model H. M Quraish Syihab
H. M Quraish Syihab merupakan salah satu
peneliti hadits, beliau meneliti dua sisi dari keberadaan hadits, yaitu
hubungan hadits dengan al-Qur’an dan serta fungsi dan posisi sunnah dalam
tafsir.
Hubungan
dan fungsi hadits terhadap al-qur’an
a. Fungsi
hadits dalam al-Qur’an menjelaskan maksud-maksud firman-firman Allah.
b. Memperjelas,
merinci bahkan membatasi pengertian lahir dari ayat-ayat al-Qur’anyaitu
memberikan perincian dan penafsiran
ayat-ayat al-qur’an yang masih mujma, memberikan taqyid (persyaratan) ayat-ayat
al-Qur’an yang masih umum.
c. Sebagai
sumber penetapan hokum yang tidak didapat didalam al-Qur’an. (Abudin Nata 2000
:194)
2.
Model Musthafa al-Siba’iy
Penelitian yang dilakukan oleh Mustafa
al-Siba’iy. Dalam Sistem penyajian menggunakan pendekatan kronologi urutan
waktu dalam sejarah. Beliau berupaya mendapatakan bahan-bahan penelitian
sebanyak-banyaknya dari berbagai literature hadits sepanjang perjalanan kurun
waktu yang tidak singkat.
Penelitian
yang dilakukan mengenai sejarah proses terjadi dan tersebarnya hadits mulai
dari Rasulullah sampaai terjadinya upaya pemalsuan hadits dan usaha para ulama’
untuk membendungnya, dengan melakukan pencattn sunnah dibukukanyya ilmu
Mustalahul hadits ilmu jarh dan al-Ta’dil, kitab-kitab tentang hadits palsu dan
para pemalsu dan penyebaranya.
Al-Sib’iy juga menyampaiakn hasil penelitianya
tentang pandangan Khawarij, Syi’ah, Mu’tazilah dan Mutakallimin, Para penulis
modern dan kaum Muslimin pada umumnya terhadap al-Sunnah.
Dari penelitian yang dikemukakan maka nampak
tidak netral. Beliau mengumpulkan bahan-bahan kajian selanjutnya diarahkan
untuk melakukan pembelaan kaum Sunni terhadap al-Assunah. (Abudin Nata 2000
:196)
3.
Model Muhammad Al-Ghazali
Penelitian yang dilakukan oleh Al-Ghazali
secara eksploratif, yaitu membahas, mengkaji dan menyelami sedalam-dalamnya
berbagai persoalan actual yang muncul dimasyarakat kemudian diberikan status
hukumnya dengan berpijak pada kontek hadits tersebut. Corak penyajianya masih
bersifat Deskriptif analitis. Yaitu mendeskriptifkan hasil penelitian
sedemikian rupa, dilanjutkan menganalisisnya dengan pendekatan Fiqh, sehingga
terkesan ada misi pembelaan dan pemurnian ajaran islam dari berbagai paham yang
dianggap tidak sejalan dengan al-Qur’an dan al-Hadits. (Abudin Nata 2000 :198)
4.
Model Zain Al-Din Abd al-Rahim bin
Al-Husain Al-Iraqiy
Zain Al-Din Abd al-Rahim bin Al-Husain Al-Iraqy
merupakan salah satu ulama’ generasi pertama yang banyak melakukan penelitian
Hadits (tahun 725-806). Penelitian yang dilakukan bersifat awal, yaitu
penelitian yang ditujukan untuk memenuhi bahan-bahan yang digunkan untuk
membangun suatu ilmu. Buku inilah buat pertama kali mengemukakan macam-macam
hadits yang didasarkan pada kualitas sanad dan matanya yaitu ada hadits yang
sahih, hasan, dan dlaif. Kemudian dikenal dengan bersambung atau terputusnya
sanat yang dibaginya. Yang menjadi hadits musnad, muttasil, marfu’ mauquf dan
mursal. (Abudin Nata 2000 : 200)
5.
Model Penelitian Kontemporer
Banyak model penelitian hadits yang diarahkan
pada focus kajian aspek tertentu saja. Seperti :
a. Rifat
Fauzi Abd al-Muttalib 1981, meneliti tentang perkembangan as-Sunnah pada abad
ke -2 H.
b. Mahmud
Abu Rayyah, melalui telaah kritis atas sejumlah hadits nabi.
c. Mahmud
al-Thahan khusus meneliti cara menyeleksi hadits serta penentuan sana.
d. Ahmad
Muhhammad Syakir yang meneliti buku ikhtisar ulum al-hadits karya ibnu Katsir.
(Yatimin 2004 : 287)
Selain itu masih banyak para tokoh yang
meneliti hadits melalui hasil penenelitian tersebut. Seperti Muhhmmad Ajjad
al-Khatib, Adib Sahih dan Nur al-Din atar.
Dari berbagai hasil penelitian tersebut kini
ilmu hadits tumbuh dalam menjadi salah satu disiplin ilmu ke Islaman.
III.
KESIMPULAN
1. Pengertian
hadits ditinjau dari dua sisi
a. Bahasa
berarti al-akhbar
b. Istilah
berarti segala sesuatu yang dinukilkan dari Rasulullah, Sahabat ataupun Tabi’in dalam bentuk ucapan, perbuatan maupun
ketetapan baik sifatnya dilakukan sewaktu-waktu saja maupun sering dan diikuti
para sahabat nabi
2. Klasifikasi
hadits dan sanad berdasarkan maqbul dan
mardudnya ada tiga ( Hadits sahih lidzatih, Hasan lidzatihi, Dla’if)
3. Model-model
penelitian hadits yang dilakukan oleh para ahli berbeda-beda sesuai dengan
latar belakang dan karakter peneliti masing-masing.
DAFTAR RUJUKAN
Abdullah, Yatimin, M.A, Studi Islam
Kontemporer, Azah, Jakarta 2004
Nata, Abudin MA, Metodologi Studi Islam,
Raja Grafindo Persada, Jakarta 2000
Sa’id, Fadlil
An-Nadwi, Ilmu Mustholah Hadits, Al-Hidayah, Surabaya 2000
Said, Tarjamah Al-Qur’an Al-Karim,
Al-Ma’arif, Bandung 1984

No comments:
Post a Comment