SEJARAH AL-QUR’AN
A.
PENDAHULUAN.
Philip K. Hitti mengatakan bahwa
Al-Qur'an adalah kitab yang paling banyak dibaca sepanjang sejarah umat
manusia.[1]
Al-Qur'an juga merupakan satu-satunya kitab yang terus-menerus dihafal oleh
ratusan ribu manusia. Bukan hanya oleh mereka yang mengerti bahasa Arab, namun
juga oleh mereka yang sama sekali tidak pernah belajar bahasa Arab. Mereka
membaca dengan tekun dan menghafal dengan telaten. Sehingga banyak diantara
mereka mengkhatamkan bacaan al-Qur'an beberapa puluh kali dalam hidupnya, dan
menyelesaikan hafalan al-Qur'an dari halaman pertama hingga terakhir, tanpa
satu huruf pun tertinggal. Tidak ada satu buku atau kitab suci pun yang bisa
menandingi atau paling tidak menyamai al-Qur'an dalam hal ini.
Itu baru dalam hal
dibaca dan dihafal. Bagaimana halnya dengan usaha menggali kandungan al-Qur'an?
Ratusan hingga ribuan buku telah diterbitkan dalam usaha manusia menggali
kandungan al-Qur'an. Dari buku yang, hanya memuat beberapa halaman hingga buku
yang memuat puluhan jilid. Dari buku paling sederhana yang ditujukan untuk
orang-orang awam, hingga buku yang jlimet yang hanya bisa dipahami
orang-orang yang mempunyai kapasitas keilmuan yang memadahi. Dari buku
yang mengajarkan cara membaca al-Qur'an, hingga buku yang membahas makna
al-Qur'an kata perkata. Dari buku yang ditulis orang yang sangat shaleh sampai
orang yang amat thaleh; dari orang yang ingin menunjukkan kemukjizatan
al-Qur'an hingga orang yang mencoba menunjukkan kepalsuan al-Qur'an sebagai
wahyu dari Tuhan Semesta Alam. Dan seterusnya.
Sesungguhnyalah
kenyataan ini amat mengejutkan diri saya sendiri. Kenyataan ini baru
saya sadari ketika menuliskan kata-kata ini. Bila al-Qur'an sudah jelas
terbukti sebagai kitab atau buku yang paling menarik untuk dibaca dan
dihafalkan, jelas al-Qur'an bukan kitab atau buku sembarangan. la adalah buku
atau kitab yang paling menarik untuk dikaji. Di seluruh penjuru dunia. Di
sepanjang sejarah umat manusia.
Untuk itu, marilah
bersama-sama kita mencermati al-Qur'an. Bukan karena kita sedang menjalani
ritual perkuliahan Studi al-Qur'an saia, atau karena al-Qur'an merupakan kitab
suci kita sebagai umat Islam. Namun karena al-Qur'an memang pantas memperoleh
perhatian terbesar, diatas buku atau kitab suci manapun di muka bumi ini.
B.
PEMBAHASAN.
a. Proses Turunya Wahyu Allah kepada
Muhammad saw.
Kata
turun berarti bergerak dari tempat yang lebih tinggi menuju tempata yang lebih
rendah. Seperti kita turun dari lantai 5 ke lantai 4. Namun turun juga berarti
bergerak dari posisi yang lebih tinggi ke posisi yang lebih rendah, Seperti
turunnya sebuah Surat Keputusan (SK) dari Rektorat ke Fakultas. Dan nampaknya
turun dalam pengertian yang kedua inilah yang lebih tepat untuk memahami makna
turunnya wahyu Allah kepada Nabi Muhammad Saw.[2]
Proses
turunnya wahyu Allah kepada Nabi Muhammad Saw. termasuk pengetahuan yang hanya
diperoleh dari keterangan Rasulullah Saw. Karena pengetahuan seperti ini tidak
bisa dinalar oleh akal maupun ditangkap oleh pancaindera manusia.
Terdapat
banyak hadits yang menjelaskan tentang proses, turunnya al-Qur'an. Diantara
hadits itu diriwayatkan oleh Ibn 'Abbas:
أنزل القرأن جملة واحدة في ليلة
القدر إلى السماء الدنيا وكان بموقع النجوم وكان الله ينزله على رسول الله صلى
الله عليه وسلم بعضه في أثر بعض.
"Al-Qur'an
diturunkan secara keseluruhan pada Lailatul Qadar ke langit dunia, yaitu pada
posisi bintang-bintang. Lalu Allah menurunkannya kepada Rasulullah Saw.
sebagian demi sebagian (secara berangsur-angsur)." (HR. al‑
Hakim .)[3]
فصل القرأن من الذكر, فوضع في بيت
العزة في السماء الدنيا, فجعل جبريل عليه السلام ينزله على النبي صلى الله عليه
وسلم, ويرتله ترتيلا.
" Al-Qur'an itu
dpisahkan dari az zikr,, lalu diturunkan ke Bait al-'Izzah di langit dunia.
Kemudian Jibril As. menurunkannya kepada Nabi Saw. dan beliau pun membacakannya
secara tartil."
(HR. al-Hakim.)[4]
Dalam Ulum al-Hadits, hadits diatas
termasuk hadits mauquf. Yaitu hadits yang disandarkan pada shahabat. Namun
karena yang disampaikan oleh Ibn 'Abbas itu berkaitan dengan hal yang ghaib,
sementarata hal yang ghaib hanya bisa diketahui melalui keterangan Rasulullah
saw. maka hadits itu dihitung sebagai hadits marfu'.
Pada hadits yang pertama, al-Hakim
memberikan komentar, bahwa hadits itu sesuai dengan standar hadits shahih
Al-Bukhari dan Muslim. Dan adz-Dzahabi membenarkannya.
Sedangkan hadits yang kedua, al-Hakim
memberikan komentar bahwa hadits itu adalah hadits shahih. Dan adz-Dzahabi pun
membenarkannya.
Berdasarkan keterangan Ibn 'Abbas
tersebut, Allah Swt. menurunkan al-Qur'an melalui dua tahapan:
1.
Allah menurunkan al-Qur'an secara keseluruhan di Bait
al-'Izzah pada langit dunia.
Hal ini sejalan dengan firman Allah Swt.:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ
وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ …
"Bulan
Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan al-Qur'an sebagai petunjuk bagi
manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara
yang hak dan yang bati 1)(QS.
Al Baqarah: 183)
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا
مُنْذِرِينَ
"Sesungguhnya
Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi. (QS. Ad Dukhan: 3)
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ
"Sesungguhnya
Kami telah menurunkannya pada malam kernuliaan."(QS. Al Qadr: 1)
Redaksi dalam ayat tersebut menggunakan
lafadz anzala atau unzila berarti menurunkan atau diturunkan
secara keseluruhan. Berbeda dengan kata nazzala yang berarti menurunkan
secara bertahap atau berangsur-angsur.
2.
Kemudian Allah menurunkan al-Qur'an dari Bait al-'Izzah
kepada Nabi Muhammad Saw. dengan perantaraan malakat Jibril As. secara
berangsur-angsur selama tenggang waktu dua puluh tiga tahun[5].
Allah
Swt. berfirman:
dan jika
kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang Kami wahyukan kepada hamba
Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan
ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.(QS.
Al Baqarah: 23)
Katakanlah:
"Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, Maka Jibril itu telah
menurunkannya (Al Quran) ke dalam hatimu dengan seizin Allah; membenarkan apa
(kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi
orang-orang yang beriman. (QS. Al Baqarah: 97)
Ungkapan
(untuk menerangkan) dalam ayat-ayat di atas menggunakan kata tanzil, bukan
inzal. Ini menunjukkan bahwa turunya itu secara bertahap dan berangsur-angsur.
Ulama’ bahasa membedakan antara Inzal dan Tanzil. Tanzil berarti
turun secara berangsur-angsur sedang inzal hanya menunjukan turun atau
menurunkan dalam arti umum.[6]
b. Proses Penyimpanan al-Qur'an dalam
Hafalan dan Tulisan
Yang dimaksud dengan proses penyimpanan
dalam sub bab ini adalah proses pemeliharaan al-Qur'an semenjak diturunkan oleh
Allah Swt. kepada Nabi Muhammad Saw. Proses penyimpanan ini ada dua macam,
yaitu penyimpanan al-Qur'an dalam ingatan atau hafalan manusia yang dimulai
dari diri Nabi Saw. sendiri, dan penyimpanan al-Qur'an melalui media alas tulis
yang juga bermula dari perintah Nabi Saw.[7]
1.
Proses Penyimpanan al-Qur'an dalam Hafalan.
Pada masa turunnya al-Qur'an sampai
sekarang, bangsa Arab dikenal sebagai bangsa yang amat kuat hafalannya. Selain
kehidupan mereka yang sederhana, mereka juga sangat menghargai karya sastra.
Dan telah menjadi kebiasaan umum pada masa itu, ketika seorang penyair
membacakan hasil karyanya, maka orang-orang pun mendengarkannya secara cermat,
dan seketika menghafalkannya pula, meskipun bait syair terdiri dari beberapa
puluh bait.
Setiap ayat-ayat al-Qur'an turun kepada
Rasulullah Saw., beliau bersegera berusaha menghafalkannya. Sehingga kadang
Malaikat Jibril belum selesai membacakan ayat-ayat yang dibawanya, Rasulullah
Saw. berusaha melafadhkannya. Oleh karenanya, pada saat pertama kali
Allah Swt. memberikan teguran:
Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran karena hendak
cepat-cepat (menguasai)nya. Sesungguhnya atas tanggungan kamilah
mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami
telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian, Sesungguhnya
atas tanggungan kamilah penjelasannya.(QS.
Al Qiyamah: 16-19)
Setiap kali Nabi
Saw. selesai menerima wahyu, beliau memanggil para shahabat untuk menyampaikan
wahyu yang baru saja beliau terima itu. Dan banyak diantara shahabat yang
melakukan apa yang dilakukan Nabi Saw. Yaitu menyimpan wahyu itu dalam ingatan
mereka. Dan jumlah shahabat yang melakukan kegiatan ini tidaklah sedikit. Hal
ini bisa dilihat misalnya dari Tragedi Bi'r al-Ma’u-nah. dimana pada
peristiwa itu sebanyak 70 orang shahabat yang hafal al-Qur'an gugur ditangan
orang kafir.
Hal ini tidaklah
mengherankan, mengingat kedudukan al-Qur'an demikian istimewa dalam kehidupan
kaum muslimin. Terdapat banyak ayat yang menjelaskan kemuliaan al-Qur'an.
Demikian pula sabda-sabda Nabi Saw. Bahkan lebih jauh Nabi Saw. memberikan
motivasi kepada kaum muslimin untuk melakukan kegiatan ini. Seperti hadits yang
diriwayatkan Imam Ahmad berikut ini:
"Pada hari kiamat nanti al-Qur'an menghadap Allah
kemudian al-Qur'an memohon, "Ya Allah, berilah dia (orang yang hafal
al-Qur'an) perhiasan." Maka orang itu diberikan mahkota kehormatan.
Kemudian Al-Qur'an memohon lagi, "Ya Allah, tambahkanlah." Maka orang
itu pun diberikan perhiasan kehormatan. Lalu al-Qur'an memohon lagi, "Ya
Allah, ridhailah dia." Maka Allah pun ridha padanya, dan diperintahkan
pada orang itu, "Baca dan naiklah. Engkau akan memperoleh satu nilai
tambah kebaikan bagi setiap ayat." (HR. at-14Tirmidzi.)[8]
Dan kegiatan
menghafal al-Qur'an ini tidak berhenti pada masa Rasulullah Saw. maupun
masa shahabat. Namun kegiatan ini telah menjadi tradisi umat Islam yang
diwariskan dari generasi ke generasi dan telah menjadi tradisi menghafal. Apalagi
mereka menghafal al-Qur'an bukan sekedar maknanya, karna menghafal makna tidak
dihitung sebagai kegiatan menghafal al-Qur'an. Namun mereka
menghafal al-Qur'an kata perkata, bahkan huruf perhuruf. Dan banyak diantara
mereka bukan hanya hafal satu dua lembar, seperempat, atau setengah al-Qur'an. Namun mereka menghafalkan kitab suci
mereka itu secara keseluruhan.
2.
Proses Penyimpanan al-Qur'an dalam Bentuk Tulisan
Selain tersimpan dalam hafalan manusi, al-Qur'an juga tersimpan dalam bentuk
tulisan. Dimana setiap kali Rasulullah saw. menerima wahyu, beliau memanggil
para juru tulis beliau, seperti Zaid bin Tsabit, 'Ali ibn Abi Thalib, dan Ubai
bin Ka`b. Kemudian beliau memberikan perinitah kepada mereka untuk menuliskan
wahyu tersebut. Karena waktu itu belum ada kertas dan pena, mesin ketik,
apalagi komputer dan printer, Rasulullah Saw. memerintahkan para juru tulis
beliau untuk menuliskan ayat-ayat al-Qur'an pada alat tulis yang ada pada waktu
itu, seperti: pelepah kurma, lempengan bata, kulit binatang yang telah disamak,
dan tulang-belulang binatang.[9]
Dan atas inisiatif sendiri, banyak
shahabat yang tidak diperintah menuliskan al-Qur'an, namun mereka menuliskan
ayat-ayat al-Qur'an untuk diri mereka sendiri.[10]
c.
Nilai Keaslian dan Otentisitas Dokumen
Arsip Tulisan Mushaf al-Qur'an.
Sejarah
penyimpanan al-Qur'an melalui tradisi menghafal yang dilakukan umat Islam dan
diwariskan dari generasi ke generasi, sebenarnya telah cukup menjadi bukti kuat
atas otentisitas al-Qur'an. Bila kita pergi umrah atau haji ke Mekah, lalu ada
kesempatan shalat dibelakang Imam masjid
al-Haram, bisa dipastikan bacaan imam sama persis dengan bacaan imam
masjid manapun di Indonesia pada, ayat dan surat yang sama. Demikian pula bila
kita bandingkan dengan bacaan imam belahan bumi manapun. Semua melafadhkan
huruf-huruf yang sama. Kalaupun ada perbedaan, maka itu hanyalah konsekuensi
logis dari sejarah sosial-linguistik masyarakat Arab masa diturunkannya
al-Qur'an. Dimana pembahasan masalah ini akan dikaji secara mendalam pada
materi sab'ah ahruf dan qira-ah
sab'ah.
Demikian pula bila
kita pergi ke masjid, toko buku, pondok pesantren atau perpustakaan pribadi
manapun di nusantara ini, lalu kita bandingkan isinya masing-masing mushaf
al-Qur'an yang ada disana, maka tidak ada keraguan sama sekali bahwa seluruh
mushaf itu berisi ayat-ayat dan surat-surat yang sama. Demikian pula bila kita
pergi ke negara manapun di muka bumi ini. Semua mushaf
memuat ayat dan surat yang sama. Kalaupun ada perbedaan dalam penulisan
beberapa huruf pada beberapa kata, maka itu hanyalah, perbedaan rasm atau
cara penulisan saja. Perbedaan yang disebabkan sebagai konsekuensi atas
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi hasil karya manusia. Mengingat budaya menulis juga merupakan
hasil karya manusia.
d. Pembukuan al-Qur'an oleh Khalifah Abu
Bakar
Pada masa
Rasulullah Saw. al-Qur'an belum dibukukan. Karena pada masa tersebut al-Qur'an
belum selesai diturunkan, ditambah adanya beberapa kisah nasih-mansukh ayat.
Bila Rasulullah
Saw. melakukan pembukuan al-Qur'an, maka bisa dipastikan akan mengalami banyak
kendala. Sehingga tetap saja pembukuan tidak bisa berjalan lancar.
Setelah Rasulullah
Saw. wafat, maka proses diturunkannya al-Qur'an bisa diketahui telah selesai.
Dengan kata lain, setelah Rasulullah Saw. wafat, maka baru bisa diketahui bahwa
seluruh ayat al-Qur'an telah selesai diturunkan. Karena setelah Rasulullah Saw.
tidak akan ada lagi nabi. Tentu saja selain nabi-nabi palsu yang sekedar ingin
memperoleh popularitas atau tergoda imbalan materi.
Adalah 'Umar b.
al-Khaththab, shahabat yang dikenal banyak ide kemajuan dan terobosan,
merupakan orang yang pertarna kali mencetuskan pentingnya pembukuan al-Qur'an.
'Umar menemui Khalifah untuk menyampaikan ide cemerlangnya itu. Meskipun pada
mulanya Abu Bakar merasa ragu menerima ide tersebut, namun akhirnya ia setuju.
Maka Abu Bakar menunjuk Zaid Ibn Tsabit untuk melaksanakan tugas mulia itu. Dan
meskipun pada awalnya Zaid juga keberatan menerima perintah itu, namun akhirnya
ia pun bergegas melaksanakan tugas tersebut.[11]
Dasar pemikiran
dibukukannya al-Qur'an pada masa ini adalah kekhawatiran akan semakin
sedikitnya para huffazh al-Qur'an. Apabila para huffazh sampai habis terbunuh,
maka al-Qur'an pun dikhawatirkan juga lenyap. Terutama pasca Perang Yamamah
yang telah menewaskan sekitar tujuh puluh orang shahabat yang semuanya adalah
para huffazh. Maka wajar saja kekhawatiran itu muncul.[12]
Arti penting
pembukuan al-Qur'an yang dilakukan atas perintah Khalifah yang pertama ini
adalah terkumpulkannya lembaran-lembaran al-Qur'an yang semula terpisah-pisah
pada beberapa orang shahabat. Dengan terbukukannya al-Qur'an ini, maka
sirnalah bayang-bayang akan lenyapnya al-Qur'an dari muka bumi.
Adapun
keistimewaan yang dikandung dalam mushaf pertama ini yaitu masih bercampurnya
beberapa versi bacaan al-Qur'an, yang biasa disebut sebagai sab'ah ahruf,
menurut pendapat sebagian ulama. Atau paling tidak, mushaf ini merupakan mushaf
al-Qur'an yang, pertama kali berhasil dibukukan.
e.
Pembukuan al-Qur'an ke-2 oleh 'Uthman Ibn Affan.
Dasar pemikiran
pembukuan al-Qur'an ke-2 yang dilakukan oleh 'Uthman Ibn'Affan adalah
kekhawatiran yang ditimbulkan dari banyaknya versi bacaan al-Qur'an. Di satu
sisi, ragam bacaan al-Qur'an merupakan kekayaan intelektual dan bukti keluwesan
Islam dalam melayani kebutuhan umatnya. Namun disisi lain, ragam bacaan
al-Qur'an berpotensi mengantarkan umat Islam menuju disintegrasi umat, atau
paling tidak mengurangi semangat ukhuwah Islamiyah.
Hal ini menjadi
kenyataan pada beberapa peristiwa penting.
Ketika terjadi
perang Armenia dan azarbijan dengan penduduk Irak, diantara orang yang ikut
menyerbu kedua tempat itu aialah Huzaifah ibn yaman. Ia melihat banyak
berpendapat dalam cara membaca al Qur’an. Sebagain bacaan itu bercampur dengan
kesalahan; akan tetai masing-masin mempertahankan dan berpegang padda
bacaannya, seerta menentang setaiporang yang menyalahi bacaanya dan bahkan
mereka saling mengafirkan. Melihat kenyataan ini, Huzaifah segera menghadap
Uthman san melaporkan kepadanya apa yang telah dilihatnya. Para sahabat amat
memprihatinkan kenyataan ini karena takut kalau perbedaan itu akan menimbulkan
penyimpangan dan perubahan. Mereka bersepakat untuk menyalin lembaran-lembaran
pertama yan ada pada Abu Bakar dan menyatukan umat Islam pada lembaran-lembaran
itu dengan bacaan yang tetap pada satu huruf[13].
Berdasarkan
permintaan dari para shahabat yang lain, akhirnya Khalifah memerintahkan
pembukuan al-Qur'an jilid 2 yang diketuai oleh Zaid Ibn Thabit. Hanya tujuan
pembukuan kali ini bukan mengumpulkan lembaran lembaran al-Qur'an saja,
melainkan juga bertujuan menyatukan bacaan umat Islam dalam membaca al-Qur'an.
Maka Zaid Ibn Thabit pun melakukan verifikasi ulang sebagaimana dia pernah
melakukannya. Setelah selesai, Khalifah meminta izin meminjam mushaf Abu Bakar
yang disimpan oleh 'Umar sekaligus istri Nabi Saw., yaitu Hafshah, untuk
mencocokkannya. Lalu disalinlah mushaf al-Qur'an tersebut. Setelah selesai
disalin, maka 'Uthman rnenggandakan salinan itu menjadi beberapa mushaf lagi. Kemudian
ia mengirimkan salinan mushaf itu bersama seorang qari' ke berbagai
penjuru dunia sebagai pedoman penulisan dan bacaan al-Qur'an[14]. Yang,
selanjutnya mushaf itu disebut sebagai mushaf 'Uthmani. Sedangkan semua tulisan
al-Qur'an yang tidak sama dengan mushaf tersebut diperintahkan untuk dibakar
atau setidaknya dirubah sesuai mushaf ini[15].
Adapun
keistimewaan mushaf ini dibandingkan mushaf yang dibukukan pada masa Abu Bakar,
menurut sebagian ularna adalah bahwa pada mushaf Abu Bakar masih bercampur
sab'ah ahruf. Sementara pada mushaf ' Utsmani tinggal satu harf saja. Sementara
menurut sebagian ulama yang lain tidak ada perbedaan dalam hal penulisan mushaf
yang ditulis pada masa Abu Bakar dan mushaf yang ditulis pada masa 'Utsman.
Karena yang dilakukan oleh Zaid pada tugasnya yang kedua ini hanyalah menyalin.
f.
Usaha menjaga Keaslian Arsip al-Qur'an
Sejak Dahulu Sampai Sekarang.
Telah banyak usaha
yang dilakukan umat Islam berkaitan dengan penjagaan keaslian al-Qur'an. Diantara adalah :
1.
Rasulullah Saw. memanggil para juru tulis beliau setiap kali
turun ayat al-Qur'an. Rasulullah Saw. meminta para juru tulis itu untuk
menyimpan catatan mereka. Demikian seterusnya hingga beliau W-afat.
Dengan demikian al-Qur'an telah selesai ditulis semasa Rasulullah Saw. masih
hidup. Dengan kata lain, penulisan al-Qur'an telah selesai pada masa Rasulullah
Saw. masih hidup.
2.
Pada masa pemerintahan Abu Bakar, atas
inisiatif 'Umar, Khalifah membukukan al-Qur'an yang sebelumnya telah ditulis
oleh para shahabat sejak Rasulullah Saw. masih hidup. Dalam hal ini Abu Bakar
telah berusaha membuat mushaf al-Qur'an yang pertama dalam Islam. Hanya saja,
karena terbatasnya sarana media penulisan, pembukuan kali ini dilakukan dengan
mencatatkan ayat-ayat al-Qur'an pada lembaran kulit binatang yang tidak
seluruhnya sama ukuran. Sehingga hasil kegiatan ini tidak disebut sebagai
mushaf, tapi disebut suhuf.
3.
Pada masa pemerintahan 'Uthman Ibn
'Affan, atas desakan para shahabat yang lain, ia mengadakan verifikasi ulang
dalam kerangka pembukuan al-Qur'an yang kedua. Setelah mencocokkannya dengan
mushaf al-Qur'an yang disusun pada masa Abu Bakar, maka ia memerintahkan untuk
memperbanyak jumlah mushaf standar itu atas kesaksian para shahabat yang lain
dan mengirimkannya ke berbagai penjuru negara yang disertai oleh seorang qari'.
Mengingat bahwa
pada masa itu belum dikenal adanya tanda baca yang berupa titik dan harakat
(baris). Dengan demikian 'Uthman adalah orang pertama kali menyebarkan mushaf
standar beserta cara membacanya yang menjadi rujukan umat Islam di seluruh
dunia.
4.
Kemudian usaha mempertahankan
keotentikan al-Qur'an dilakukan dengan adanya Lembaga Pentashih al-Qur'an
setiap kali ada pencetakan dan penerbitan al-Qur'an, atau minimal ada pihak
yang bertanggung jawab atas isi mushaf itu.
Telah banyak usaha
berbagai pihak untuk memalsukan teks al-Qur'an dengan menerbitkan al-Qur'an
versi palsu. Namun selalu saja usaha-usaha itu menemui kegagalan. Dan telah
banyak pula usaha yang dilakukan banyak pihak, baik yang nampak ilmiah maupun
amatiran, untuk memberikan kesan adanya kesalahan dalam penulisan al-Qur'an.
Atau paling tidak menunjukkan kemungkinan kesalahan yang disengaja maupun tidak
disengaja dalam proses pembukuan dan penyalinan al-Qur'an. Namun sejauh ini
seluruh usaha itu selalu menemui kegagalan demi kegagalan.
Hal ini merupakan
janji Allah dalam usahaNya memelihara Al Qur’an, firmanNya:
$¯RÎ) ß`øtwU $uZø9¨tR tø.Ïe%!$# $¯RÎ)ur ¼çms9 tbqÝàÏÿ»ptm: ÇÒÈ
Sesungguhnya
Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar
memeliharanya.(QS. Al Hijr: 9)
g. Perbandingan Kemurnian al-Qur'an dengan
Bibel.
Dalam al-Qur'an kita mendapati sebuah
ayat yang secara tegas Allah memberikan janji kepada umat Islam untuk
menjaganya. Menjaga dari semua perubahan yang akan dilakukan oleh manusia, baik
disengaja maupun tidak sebagaimana yang telah dijelaskan di depan.
Sementara dalam kitab-kitab yang
sebelumnya Allah tidak pernah memberikan janji yang sama. Sehingga wajar
apabila kita pun mendapati bahwa kitab-kitab yang diturunkan sebelum al-Qur'an
telah mengalami banyak perubahan. Terbukti dengan adanya beberapa revisi yang
dilakukan terhadap isi Perjanjian Baru maupun Perjanjian Lama. Sehingga wjar
jika kitab-kitab sebelum al-Qur'an tidak terjaga kesuciannya, tidak terjaga
keasliannya, karena kitab-kitab itu mulai ditulis setelah Nabi meninggal dunia.
Dalam bukunya, A’Zmi mengatakan bahwa
hanya tiga puluh satu teks masoretik[16]
yang masih selamat dari perjanjian lama (PL).
Secara lebih detail, penulis cuplik
beberapa paragraph darinya “The Hstory of Qur’an Text”, yaitu:
Teks
Masoretik (MT) memperingatkan kepada produk akhir, sebuah upaya yang
memperkenalkan tanda-tanda vowel,dan aksen ke dalam bodi Bibel Ibrani yang
hanya berhuruf konsonan dan tak memiliki vowel pada awal abad pertengahan.
Jumlah total Bibel Ibrani yang ditulis dalam bentuk Masoreti (balk yang komplet
maupun fragmentari) hanyalah tiga puluh satu, bertarikh dari akhir abad ke-9
sampai tahun 1100 M. Simbol (M) menunjukkan teks Masoretik baik
dalam Biblia Hebraica yang diedit oleh Rudolf Kittel (BHK) maupun Biblia
Hebraica Stuttgartensia (BHS). Keduanya merupakan edisiedisi PL yang
paling kritis dan sangat diagungkan; sesungguhnya keduanya merupakan manuskrip
yang sama, B 19A, di the Saltykov-Shchedrin Stale Public Library dari
St. Petersburg, ditulis pada tahun 1008 M.
Satu ciri
yang menarik dari Leningrad Codex ini, demikian dikenal, adalah sistem
penanggalannya. V. Lebedev menyatakan, Manuskrip ini mulai dengan sebuah tanda
penerbit yang besar, yang memberikan tanggal kopi manuskrip, yang disebut dalam
lima era yang berlainan: 4770 dari Penciptaan, 1444 dari pengasingan Raja
Yehoekin, 1319 dari `Dominion Yunani' (malkut ha-yamanim), 940 dari kehancuran
Rumah Tuhan yang kedua di Yerusalem, dan 399 dari Hijrah (qeren ze'irah). Bulan
itu adalah Siwan.
Keterangan
lain yang penting dicatat di sini adalah berasal dari Wiirthwein, bahwa
"pembagian ayat-ayat sudah dikenal pada periode Talmud, dengan
tradisi-tradisi Palestina dan Babilonia yang berlainan". Dengan tidak
adanya bentuk pemisahan apa pun antara ayat-ayat, Kodeks abad ke 11 ini (yang
ditulis begitu berabad-abad setelah masa Talmud) menyiratkan kesangsian pada
pernyataan ini. Bagaimanapun juga, "pembagian (PL) menjadi bab-bab, sebuah
sistem yang berasal dari Stephen Langton (1150-1228), adalah diadopsi dalam
manuskrip-manuskrip Ibrani dari terjemahan Injil berbahasa Latin pada abad ke
empat belas." Lebih dari itu, pembagian-pembagian ayat tidak dibubuhi
angka-angka sebagai sub- sub bagian dari bab-bab sampai pada abad ke-16.
Kodeks
Leningrad ini adalah sangat baru sekali.... ; manuskrip Ibrani keseluruhan PL yang
tertua yang ada kini, sesungguhnya hanya berasal dari abad ke-10 M.
Sejumlah
manuskrip Ibrani yang secara substansial lebih awal, yang sebagiannya bertarikh
dari era pra-Masehi, sebetulnya telah hilang tersembunyi pada masa abad-abad
pertama dan kedua M. di dalam berbagai gua di padang pasir
Yehuda ... dekat Laut Mati dan senantiasa di sana selama hampir dua milenium,
kemudian ditemukan dalam serangkaian penemuan mulai tahun 1947.
Temuan-temuan
ini meliputi penggalan-penggalan dari hampir semua buku-buku PL, namun untuk
naskah PL yang sempurna, para sarjana masih sepenuhnya bergantung pada
manuskrip-manuskrip yang bertarikh dari abad ke-10 dan setelahnya.
Lebih lanjut, A’zmi dalam analisanya mengatakan:
Dalam masa berabad-abad yang berselang antara
naiknya Musa ke Gunung Sinai dan standardisasi akhir sebuah teks Ibrani, teks
itu tidak bisa terelakkan dart kesalahan-kesalahan, perubahan-perubahan, dan
pemalsuanpemalsuan dengan tidak adanya mukjizat. Dan memang, setiap wajah
sejarah Israel agaknya menegaskan bahwa tidak pernah ada mukjizat seperti itu.
Kita dapat dengan mudah mengamati bahwa situasi politik di Palestina, bahkan
dalam masa hadirnya sebuah negara Yahudi yang bersatu pun, tidaklah menguntungkan
bagi perkembangbiakan PL yang dapat dianggap patut dan sakral; jarang sekali
seorang raja memberikan kecintaan dan ketulusan kepadanya, malahan mayoritas
raja-raja itu mendirikan patung-patung dan sebagian bahkan melakukan
ritual-ritual pagan korhan anak dsb..Di atas itu semua, teks itu sendiri
menghilang berulang-ulang, dan selama berabad-abad pada suatu waktu.
Dasar-dasar budaya kesusastraan dan keagamaan
Yahudi itu sendiri berasal dari masyarakat-masyarakat lain, yang menyebabkan
infiltrasi lebih jauh ke dalam PL mulai dari permulaan sejarah bangsa Israel
yang paling awal. Misalnya: (a) bahasa lbrani dipinjam dari bangsa Funisia; (b)
orang-orang Yahudi tidak mengembangkan tulisan mereka sendiri, tapi sekadar
menyesuaikannya dengan Aram dan Asyur; (c) sistem diakritik Taurat Ibrani
dipinjam dari bahasa Arab; (d) Kitab Perjanjian (secara umum Keluaran 20:2223:19)
kemungkinan diadaptasi dari Kode Hammurabi, dan seterusnya.
Teks itu sendiri masih senantiasa cair (fluid)
sampai abad ke-10 M., hampir 2300 tahun setelah wafatnya Musa: cair dalam arti
bahwa teks itu masih terbuka untuk perubahan-perubahan sesuai dengan justifikasi
doktrinal yang cukup. Dan sekali perubahan itu sempurna, yang asli jadi `cacat'
dan dirusak, yang sehingga menghapus semua jejak yang mungkin mengantarkan
kembali kepada sesuatu yang lebih tua dan utuh.
tûïÏ%©!$# cqãèÎ7Ft tAqß§9$# ¢ÓÉ<¨Z9$# ¥_ÍhGW{$# Ï%©!$# ¼çmtRrßÅgs $¹/qçGõ3tB öNèdyYÏã Îû Ïp1uöqG9$# È@ÅgUM}$#ur ÇÊÎÐÈ
"Mereka yang mengikuti seorang
Rasul, Nabi yang buta huruf, yang mereka temukan tertulis dalam [kitab-kitab
suci]mereka, dalam Taurat dan Injil.."(QS. Al ‘Araf)
Ayat ini secara eksplisit menyatakan bahwa bahkan teks-teks PL dan PB yang
telah diubah pun mengandung referensi-referensi tentang nabi yang akan datang.
Referensi-referensi semacam itu telah dilihat oleh beberapa Sahabat Nabi dan
para khalifah, [17] tetapi sejak itu kemudian dibersihkan secara besarbesaran.
C.
PENUTUP.
Demikianlah keadaan Teks Perjanjian
Lama dan Perjanjian baru yang memang telah terbuk-ti tidak lagi otentik. Bahkan
dalam sejarah penulisannya pun terdapat masalah, bahkan di antara masalah itu
tidak dapat dipecahkan. Seperti masalah "inspirasi" dalam penulisan
sejarah.
Ala kulli hal, Kitab Perjanjian Lama maupun Perjanjian
Baru tidak bisa disamakan sama sekali dengan al-Qur'an. Mulai dari proses
pewahyuan, penulisan, pembukuan, penerjemahan, hingga penafsiran adalah sama
sekali berbeda.
Kita umat Islam memang meyakini bahwa
Allah telah menurunkan beberapa kitab sebelum al-Qur'an. Namun kita juga
meyakini bahwa semua kitab itu tidak ada yang masih asli. Hanya al-Qur'anlah
satusatunya kitab suci yang merupakan himpunan kalam Ilahi yang masih suci.
Daftar
Pustaka
al-A'zami, Muhammad Mustafa. The History of The Qur’niq
Text. Jakarta: Gema Insani, 2005
al-Hakim, Muhammad bin 'Abdillah Abu
'Abdillah an-Naisa-buri. al-Almustadrak
'ala
al-Shahihain. Beirut:
Dar al-Kutub al-'llrniyyah, 1990. Tahqiq:
Mushthafa 'Abdul Qadir 'Atha.
Dilengkapi dengan ta'liq: adz-Dzahabi
dalam
al-Talkhish. Jumlah juz: 5.
al-Qata-n, Mann-a'.
Maba-hith fi ulum al-Qur'a-n.Beirut:
Mu'assasah al-Risalah, 1973.
al-Shabuni, Muhammad 'Ali, Studi Ilmu
al-Qur'an. Bandung: Pustaka Sena. 1998 al-Tirmidzi, Muhammad b. 'Isa Abu
'Isa, a1-Jami' Shahih Sunan at-Tirmidzi
(Beirut: Dar lhyd' at-Tura-ts- al-'Arabi,
tanpa tahun), no. 2915. Tahqiq:
Ahmad Muhammad Syakir dk-k. Jumlah juz: 5.1
Az Zarqani, Muhammad 'Abdul 'Az-im.
Manahil al-'Irfdn fi 'Ulum al-Qur'an. Beirut: Dar al-Kutub
al-'Ilmi-vyah, 1996
Anwar, Rosihon. Ulumul Quran. Bandung: Pustaka, Setia, 2004
Hitti, Philip K. History of The
Arabs. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2005
Rofi'i,
Ahmad Syadali clan Ahmad. Ulumul Quran. Bandung: Pustaka
Setia, 2000
[1]
Philip K. Hitti, History of The Arabs (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta,
2005), 158.
[2]
Muhammad 'Abdul 'AzimAz Zarqarni, Manahil al-`Iran fi'Ulum al-Qur'an (Beirut:
Dar al Kutub al-'Ilmiyyah, 1996), vol. I, hal. 42-44.
[3]
Muhammad b. 'Abdillah Abu 'Abdilldh al-Hakim an-Naisiburi, al-Almustadrak
‘ala al-Shahihain (Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah, 1990), No. 2878.
[4] Ibid., no. 2881.
[5] Ahmad Syadali dan Ahmad Rofil, Ulumul Quran (Bandung:
Pusta-ka Setia, 2000), 42.
[6] Lihat Al Mufrodat Oleh Ar Ragib.
[7] Mannaa' Khalil al-Qattan, Mabahith fi ulm al Qur’an,
(Beirut: Manshurah al ‘Asr al Hadith, 1973)118-119.
[8] Muhammad b. 'Isa Abu 'Isa at-Tirmidzi, al-Jami'
ash-Shahih Sunan at-Tirmidzi (Beirut: Dar Ihya' at-Turats al-'Arabi, tanpa
tahun), no. 2915. Tahqiq: Ahmad Muhammad Syakir dkk.
[9] Lihat Manna` al-Qattin, Mabahith, 123-125.
[10]
Muhammad Mustafa al-A`zami, The History of The Qur'anic Text (Jakarta:
Gema Insani, 2005), 72-73.
[11] Rosihon Anwar, Uluniul Quran, (Bandung: Pustaka
Setia, 2004), 40-41.
[12] Rosihon Anwar, Ibid.
[14]
Uthman menahan satu mushaf untuk disimpan di madinah yang kemudian dikenal dengan
sebutan “Mushaf Imam”. Penamaan ini mushaf ini sesuai dengan apa yang terdapat
dalam riwayat-riwayat terdahulu yang mengatakan :”bersatulah wahai
sahabat-sahabat Muhammad, dan tulislah untuk semua orang satu imam (mushaf
Qur’an pedoman).(lihat manna al qataan, hal 198).
[15] Lihat: Muhammad 'Ali al Sabuni, Studi al-Qur'an,
108-110.
[16] Dalam Perjanjian Lama, Teks Ibrani diistilahkan
Masoretik sebab dalam bentuknya yang sekarang ia berdasarkan pada Masorah,
tradisi tekstual para sarjana Yahudi yang dikenal sebagai the Masoretes.
Masorah (Ibr. "tradition") merujuk pada sistem tanda-tanda huruf
hidup (vowel), ciri-ciri aksen, dan nada-nada marginal yang diciptakan
para juru tulis dan sarjana Yahudi awal abad pertengahan dan digunakan
dalam mengopi teks Bibel Ibrani untuk memeliharanya dari perubahanperubahan
(Lihat: Oxford Companion to the Bible, hlm. 500).
[17]
Untuk Iebih detail, lihat Ibn Kathir, Tafsir, iii:229-234.

No comments:
Post a Comment