TAFSIR TAH}LI>LI>
Definisi dan Metodologi
Oleh:
Haidar Idris
A.
Definisi Tafsir Tah}li>li>
Tah}li>li> adalah salah satu metode tafsir yang bermaksud
menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qur’an dari seluruh aspeknya.[1] Seorang penafsir yang mengikuti metode ini menafsirkan
ayat-ayat al-Qur’an secara runtut dari awal hingga akhirnya, dan surat demi
surat sesuai dengan urutan mus}h}af ‘uthmani.[2]
Quraish Shihab mendefinisikan Metode tah}li>li>
sebagai suatu metode tafsir yang mufasirnya berusaha menjelaskan kandungan
ayat-ayat al-Qur’an dari berbagai seginya dan memperhatikan runtutan ayat-ayat
al-Qur’an sebagaimana tercantum di dalam mus}h}af.[3]
B. Metode
Tafsir Tah}li>li>
Dari definisi tafsir tah}li>li> di atas, dapat dipahami
bahwa penafsir yang menggunakan metode ini harus menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an
secara runtut ayat demi ayat dan surat demi surat seperti yang tertulis dalam mus}h}af ‘uthmani. Penafsir juga harus
menafsirkan ayat demi ayat tersebut dari berbagai aspeknya.
Untuk ciri yang pertama (penafsiran
harus runtut, ayat demi ayat sesuai dengan mus}h}af),
dapat langsung dipahami dengan jelas. Terdapat kesamaan antara ciri metode tah}li>li>
ini dengan metode ijma>li>. Ciri
kuat metode tah}li>li> adalah
ciri ke dua, yaitu penafsiran ayat-ayat tersebut diusahakan penafsirnya
mencakup berbagai aspek yang mampu dijangkau olehnya. Ciri ke dua ini
membedakan antara tafsir tah}li>li>
dengan metode tafsir lainnya yaitu tafsir maud}u>‘i>, ijma>li>, dan muqa>rin.
Pada
prakteknya, penafsiran ayat-ayat al-Qur’an dari berbagai aspeknya yang dianggap
perlu oleh penafsirnya dimulai dari arti kosa kata, menjelaskan arti yang
dikehendaki, juga unsur-unsur i’ja>z dan bala>ghah, serta
kandungannya dalam berbagai aspek pengetahuan dan hukum, menyebutkan asba>b al-nuzu>l ayat, muna>sabah ayat-ayat al-Qur’an antara
satu sama lain.[4] Dalam
pembahasannya, penafsir biasanya merujuk riwayat-riwayat terdahulu baik yang
diterima dari Nabi, Sahabat, ungkapan-ungkapan Arab pra-Islam maupun isra>’i>liyya>t.[5]
Dengan
demikian, metode tah}li>li> ini
dapat dikatakan sebagai salah satu metode yang sangat umum dan menggunakan
berbagai macam pendekatan. Oleh sebab itu, menurut Quraish Shihab metode tah}li>li> ini merupakan metode
paling populer di samping metode maud}ui.[6] Begitu
luas cakupan metode tah}li>li>
ini sehingga dapat dipilah lagi menjadi beberapa kategori dilihat dari
kecenderungan penafsir menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an tersebut (corak).
Kecenderungan ini bisa dikatakan sebagai konsekuensi logis dari perbedaan latar
belakang serta pendekatan dan analisa data yang digunakan masing-masing mufassir.
Ditinjau dari
kecenderungan penafsir, corak tafsirnya dapat berupa tafsi>r bi al-ma’thu>r,
tafsi>r bi al-ra’y, al-tafsi>r al-s}u>fi, al-tafsi>r al-fiqhi,
al-tafsi>r al-falsafi, al-tafsi>r al-‘ilmi, dan al- tafsi>r al-adabi
al-ijtima>’i.[7]
C.
Metodologi Penelitian Tafsir Tah}li>li>
Sebagai sebuah
ilmu yang berdiri sendiri, penelitian tafsir harus memiliki sebuah metode. Untuk
mendapat pengakuan sebagai sebuah ilmu, ilmu tafsir juga harus mengikuti
prosedur penelitian ilmiah yaitu metode tersebut. Prosedur penelitian ilmiah
yang ditetapkan para ahli cukup banyak, diantaranya adalah 1. perumusan/penentuan
masalah, 2. penyusunan kerangka berpikir
dalam pengajuan hipotesis, 3. perumusan hipotesis, 4. pengujian hipotesis, 5.
penarikan kesimpulan.[8]
Metode tafsir tah}li>li> yang dianggap sebagai
metode dalam ilmu tafsir juga harus memenuhi prosedur penelitian ilmiah
tersebut. Oleh sebab itu, berikut ini adalah prosedur penelitian ilmiah yang
diaplikasikan dengan metode tah}li>li>.
1. Perumusan
dan penentuan masalah
Tafsir tah}li>li> termasuk
dalam metode penelitian deskriptif. Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan kandungan ayat demi ayat dalam al-Qur’an. Oleh sebab itu,
masalah dalam tafsir tah}li>li>
bermula dari objek utama yang diteliti yaitu ayat yang akan dideskripsikan.
Permasalahan
yang akan dibahas bermula dari teks dan konteks sebuah ayat. Pemahaman
awal/asumsi dari ayat tersebut nantinya akan diuji dengan menggunakan
variabel-variabel lain dalam tafsir. Penelitian dalam kajian tafsir bersifat
kualitatif. Oleh sebab itu, data-data dan variabel yang digunakan pun merupakan
data-data kualitatif.
Variable tersebut dapat berupa ayat,
riwayat-riwayat yang berkenaan dengan ayat tersebut, baik yang datang dari
Nabi, sahabat, tabi’in, asba>b
al-nuzu>l, dan sebagainya. Pengumpulan variabel tersebut menggunakan
teknik pengumpulan data.
Jadi, masalah yang akan diteliti menggunakan metode tah}li>li> ini adalah asumsi/pemahaman awal dari sebuah ayat
dilihat dari berbagai aspeknya .
2.
Penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis
Setelah
data-data yang berfungsi sebagai variabel terkumpul, proses selanjutnya adalah
menyusun kerangka berpikir untuk mengajukan hipotesis. Proses ini dimulai
dengan melihat data yang terkumpul sebagai variabel dengan sudut pandang yang
sama dengan topik permasalahan yang telah dirumuskan dari ayat yang akan
ditafsirkan. Proses ini berkaitan erat dengan teknik analisis
data.
3. Perumusan
hipotesis
Dengan menggunakan
kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis, data-data yang telah terkumpul dan
dianalisa akan menghasilkan beberapa hipotesis. Proses selanjutnya adalah
merumuskan hipotesis-hipotesis tersebut menjadi beberapa topik pokok untuk
kemudian diuji. Dalam tafsir tah}li>li>,
perumusan hipotesis menjadi beberapa topik pokok yang akan dibahas seringkali
berkaitan erat dengan kecenderungan dalam melihat sebuah ayat dari sudut
pandang penafsirnya.
4. Pengujian
hipotesis
Suatu hipotesa
selalu dirumuskan dalam bentuk pernyataan yang menghubungkan dua variabel atau
lebih. Hubungan tersebut dapat dirumuskan secara eksplisit maupun implisit.[9]
Dengan proses sebelumnya, yaitu perumusan hipotesis, maka langkah selanjutnya
adalah mengolah hipotesis-hipotesis tersebut sebagai variabel untuk dianalisa
lebih lanjut, atau diuji dengan teknik analisis tafsir.
a). Analisis isi
(content analisis)
b). Analisis filologis
c). Analisis semantik
5. Penarikan
kesimpulan.
Setelah
variabel-variabel dihubungkan menjadi hipotesa, kemudian diuji dan dianalisa
dengan teknik analisis tafsir sehingga menjadi sebuah hipotesis, maka akan
ditemukan benang merah yang harus ditarik untuk menjadi sebuah kesimpulan. Kesimpulan ini diambil dari hipotesis yang telah
teruji untuk mejawab permasalahan yang diangkat pada perumusan masalah.
D.
Metode yang digunakan
1. Metode
pendekatan
Maksud pendekatan
di sini adalah pola pikir yang digunakan untuk membahas suatu masalah. Berikut ini beberapa pendekatan yang dapat digunakan
dalam tafsir tah}li>li>:
a. 1.) Pendekatan
objektif
Pendekatan
objektif adalah pendekatan empiris yang bertumpu pada kepentingan ilmiah
semata. Dalam pendekatan ini dibicarakan kaitan antara ayat-ayat kauniyah
yang terdapat dalam ayat-ayat al-Qur’an dan ilmu-ilmu pengetahuan modern yang
timbul pada masa sekarang.[11]
2.) Pendekatan subjektif
Pendekatan
subjektif adalah pendekatan yang terkait dengan kepentingan pribadi atau
kelompok. Pendekatan tersebut tergantung pada warna budaya dan aqidah ahli
tafsirnya.[12]
b. 1.) Pendekatan
langsung
Pendekatan
langsung adalah pendekatan yang menggunakan data primer. Data primer dalam
kajian tafsir adalah al-Qur’an itu sendiri, hadis-hadis yang diriwayatkan dari
Rasulullah saw dan sahabat.[13] Ada jyga yang menambahkan pendapat tabi’in.[14]
2.) Pendekatan tidak langsung
Pendekatan
ini adalah pendekatan yang menggunakan data sekunder, yaitu upaya yang ditempuh
setelah menggunakan data primer. Dengan kata lain, ia merupahan pengembangan
dari pendekata pertama, seperti pendapat para ulama, riwayat kenyataan sejarah
saat turunnya al-Qur’an, pengertian bahasa dan lafaz al-Qur’an, kaedah lafaz
bahasa, kaedah-kaedah intinbat serta teori-teori ilmu pengetahuan.[15]
c. Pendekatan
komprehensif
Pendekatan
komprehensif merupakan pendekatan membahas objek penelitian tidak dari satu
atau beberapa aspek tertentu saja, melainkan secara menyeluruh.[16]
d. 1.) Pendekatan
disipliner
Pendekatan
disipliner merupakan pendekatan yang mengkaji objek dari sisi sebuah disiplin
ilmu. Pendekatan ini mengadung makna menggunakan konsep-konsep, asas-asas
disiplin terkait untuk membahas masalah.[17]
2.) Pendekatan multi disipliner
Pendekatan
ini berupaya membahas dan mengkaji objek dari beberapa disiplin ilmu, artinya
ada upaya untuk menafsirkan ayat al-Qur’an atau suatu objek dengan mengkaitkan
disiplin-disiplin ilmu yang berbeda.[18]
3.) Pendekatan inter disipliner
Pendekatan
interdisipliner adalah suatu pendekatan yang membahas dan meneliti objek harus
menggunakan beberapa disiplin ilmu.
2. Metode pengumpulan data
Seperti
dikatakan sebelumnya, penelitian ilmu tafsir bersifat kualitatif dan pastinya
merupakan studi pustaka. Dalam metode penelitian dikenal juga dengan studi
dokumenter. Objek penellitian dari metode tafsir adalah ayat-ayat al-Qur’an.
Oleh sebab itu, tingkat akurasi data dari metode tafsir sangat valid,[19] mengingat bahwa ayat-ayat al-Qur’an hingga saat ini
senantiasa terpelihara keorsinilannya.[20]
Data yang
dibutuhkan dalam penelitian tafsir tentunya adalah data kualitatif. Data tersebut
berupa ayat-ayat al-Qur’an, hadith dan sunnah Nabi, athar sahabat,
pendapat-pendapat para ulama, riwayat yang merupakan kenyataan sejarah di masa
turunnya al-Qur’an, pengertian-pengertian bahasa dan lafaz al-Qur’an,
kaedah-kaedah bahasa, kaedah-kaedah istinbat, dan teori-teori ilmu
pengetahuan.
4. Metode
pengolahan dan analisa data
Pengolahan dan analisa data metode kualitatif
mencakup logika-logika induktif dan deduktif, serta komparatif.[21]
Langkah-langkah konkrit mengolah dan
menganalisa data dalam ilmu tafsir secara umum, dan teknik ini seluruhnya
berlaku dalam metode tah}li>li>,
adalah sebagai berikut:[22]
1. Analisis
ayat meliputi:
a. Kata-kata
Qur’ani
b. Frase
Qur’ani
c. Klausa
Qur’ani
d. Ayat-ayat
Qur’ani
e. Hubungan
antara bagian-bagian tersebut
2.
Menginterpretasi data dengan teknik-teknik yang relevan.
3.
Proses perbandingan objek yang dapat dikelompokkan atas: taufi>q,
tarji>h, dan tawaqquf.
4. Tansi>q
Yakni menyusun konsep-konsep
menjadi sebuah teori atau menyusun teori-teori menjadi sebuah pemikiran yang
diperlukan dalam pemecahan masalah.
Ada catatan kecil
yang perlu diperhatikan, Analisa dan penyampaian data dalam tafsir tah}li>li> yang bercorak tafsi>r
bi al-ma`thu>r sering kali disajikan berurutan sesuai dengan urutan data
yang disebutkan sebelumnya. Dengan kata lain, penggunaan data untuk analisa
menganut skala prioritas.
Khusus untuk
penafsiran ayat dengan argumen ayat lain, yang mendapat prioritas utama adalah
penggunaan metode ini oleh Nabi saw yang
juga menggunakan sistem riwayat.[23]
E.
Problematika Tafsir Tah}li>li>
Metode tafsir tah}li>li>
merupakan metode klasik yang digunakan dalam penulisan kitab tafsir. Uraian
tafsir dengan metode ini sangatlah luas karena disajikan berbagai aspek di
dalamnya sejauh pemahaman penafsirnya. Tidaklah mengherankan jika hampir semua
metode penafsiran terpakai di dalamnya.
Namun karena begitu luas cakupan kajian tafsir dengan
metode ini, pembahasan mengenai topik yang diurai di dalamnya justru tidak
terselesaikan. Pembahassn yang disampaikan sering kali diungkapkan satu sisi,
dan sisi lain di temukan pada ayat lain yang temanya sama.[24] Dengan kata lain, metode ini tidak efektif dan sistematis.
Pembahasan yang sangat luas ini juga mengakibatkan
sulitnya melihat pembatasan dalam penggunaan metode ini. Hasil penafsirannya
pun akan sangat jauh berbeda meskipun dengan menggunakan data yang sama karena
faktor penafsirnya (subjeknya). Oleh sebab itu, tidak mengherankan pula kalau penggunaan
metode ini sangat bias subjektifitas.[25] Hal ini juga yang menjadikan tafsir tah}li>li> memiliki corak yang sangat beragam.
Baqir al-S{adr -ulama Shi’ah dari Irak-, sebagaimana
dikutip oleh Quraish Shihab, menyatakan bahwa penggunaan metode tersebut hanya
menghasilkan pandangan-pandangan yang parsial dan kontradiktif dalam kehidupan
umat Islam.[26] Quraish Shihab menambahkan, metode ini dianggap sebagai
pencarian dalil pembenaran pendapat penafsirnya dalam al-Qur’an.[27]
Penyampaian dalam tafsir ini dirasa “mengikat” generasi
berikut.[28] Hal ini disebabkan karena sifat penafsirannya amat
teoritis, tidak sepenuhnya mengacu terhadap persoalan-persoalan khusus yang
mereka hadapi. Hal ini mengesankan bahwa itulah pandangan al-Qur’an bagi setiap
waktu dan tempat.[29]
Namun, seperti diungkap sebelumnya, tafsir dengan metode
ini digunakan pada saat perkembangan awal penulisan tafsir al-Qur’an. Karya
yang hingga saat ini diyakini sebagai yang pertama dan sampai kepada kita
adalah Ma’a>ni al-Qur’a>n karya al-Farra> (w. 207 H.).[30] masa ini
adalah masa pasca tabi’in atau at}ba>’ al-ta>bi’i>n . Banyak
tokoh yang menulis riwayat khusus tafsir pada masa ini, namun karya meraka
tidak sampai kepada kita.[31] Tidak
banyak pilihan metode yang dapat digunakan untuk penulisan kajian Tafsir pada
saat itu. Kecenderungan penafsiran yang dihasilkan pun dapat dianggap sangat
wajar karena latar belakang, tingkat intelektualitas, serta data yang didapat
tidaklah sama. Selain itu, tafsir ini adalah upaya ulama pada masa itu untuk
menjawab problematika pada masanya yang menginginkan segala bentuk informasi
mengenai al-Qur’an.
Di sisi lain, tafsir ini menginventarisir dan menyajikan
banyak sekali data yang dapat digunakan untuk diteliti, dianalisa, serta
diinterpretasi ulang oleh generasi sesudahnya.
Penyajian tafsir tah}li>li>
yang sesuai dengan urutan mus}h}af
memudahkan pencarian penjelasan mengenai suatu ayat jika tidak ditelusuri mulai
dari topiknya.
F.
Kesimpulan
Metode tafsir tah}li>li>, meskipun
memiliki banyak kekurangan, merupakan metode yang cukup jelas dan telah dapat
dirumuskan. Metode ini memang tidak aktual seperti metode maud}u>’i,
namun tidak menutup kemungkinan dapat dikembangkan sehingga bisa kembali aktual
untuk digunakan sebagai metode tafsir yang efektif untuk menjawab persoalan
yang muncul di kemudian hari.
Semoga bermanfaat.
Dafta
Pustaka
Mustaqim, Abdul, Pergeseran Epistemologi
Tafsir, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar: 2008)
Shihab, M. Quraish, dkk, Metodologi
Penelitian Agama, (Yogyakarta, Tiara Wacana Yogya: 2004) ed. Taufik
Abdullah dan M. Rusli Karim. Cet.ke-2
Shihab, M. Quraish, Membumikan al-Qur’an;
Fungsi dan Peran wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung, Mizan: 1998 M.) cet. XVIII
Suryadilaga, al-Fatih, dkk., Metodologi Ilmu
Tafsir, (Sleman, TERAS: 2005) cet.I
[1] Definisi ini merupakan definisi tah}li>li> menurut al-Farmawi yang dikutip dalam al-Fatih Suryadilaga, dkk., Metodologi
Ilmu Tafsir, (Sleman, TERAS: 2005)
cet. I, h. 41-42,
[2] Ibid, h. 42.
[4] al-Fatih Suryadilaga, dkk., Metodologi
Ilmu Tafsir, h. 42.
[6] M. Quraish Shihab, Membumikan
al-Qur’an, h. 86
[7] al-Fatih Suryadilaga, dkk., Metodologi
Ilmu Tafsir, h. 42.
[8] Ibid, h. 152.
[9] Ibid, h. 167.
[10] Ibid, h.76-78
[11] Ibid, h.138
[12] Ibid, h.139
[13] Ibid
[14] Ibid.
[15] Ibid, h. 139-140.
[16] Ibid, h. 140
[17] Ibid, h. 141
[18] Ibid, h. 144
[19] Ibid, h. 153.
[20] Ibid
[21] Ibid, h. 172-173
[22] Ibid, h. 153-156
[23] M. Quraish Shihab, Metodologi Penelitian Agama, (Yogyakarta,
Tiara Wacana Yogya: 2004) ed. Taufik Abdullah dan M. Rusli Karim. Cet.ke-2,
h.169-172
[24] M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, h. 86
[25]
al-Fatih Suryadilaga, dkk., Metodologi Ilmu Tafsir, h. 42
[26] M. Quraish Shihab, Membumikan
al-Qur’an, h. 86
[27] Ibid
[28] Ibid, h. 87
[29] Ibid
[30] Ibid, h. 73
[31] Dr. Abdul Mustaqim, Pergeseran Epistemologi Tafsir,
(Yogyakarta, Pustaka Pelajar: 2008) h. 55

No comments:
Post a Comment